Lareh Nan Panjang Pusat Kerajaan VII Koto Dulunya

Bagi masyarakat Kenagarian Lareh Nan Panjang, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman keberadaan sungai menjadi berkah trsendiri. Tak heran, empat sungai yang mengalir dikampung itu, yakni Sungai Batang Ampalu, Batang Piaman, Batang Mangoi dan Sungai Batang Balam mampu menghasilkan uang untuk kemajuan masyarakatnya. Ikan larangan yang dibuat disetiap sungai, pada saat dibongkar mampu mendatangkan uang buat pembangunan surau, laga-laga, serta keperluan masyarakat lainnya.

Azrul Aswat Tuanku Mudo, Walinagari Lareh Nan Panjang yang telah memasuki dua periode memimpin pemerintahan nagari itu melihat, potensi nagarinya selain sungai yang banyak, juga ada sawah dan ladang. Tetapi, perjalanan sawah masyarakat saat ini agak tersendat, lantara banyaknya irigasi dikampung itu yang ikut hancur akibat gempa 2009 lalu. Mulai dari Irigasi Bungin, Patamuan, Banda Kalu, Irigasi Toboh, Tanjung Balik.

Irigasi yang sebanyak itu mengaliri sawah seluas 800 hektare yang tersebar di 10 korong yang ada di Lareh Nan Panjang. Masing-masing, Korong Ampalu, Ampalu Tinggi, Apar, Bungin, Padang Ampalu, Kampuang Baru, Kampuang Dama, Tanjung Balik, Toboh dan Korong Toboh Karambia. Disamping lahan sawah, masyarakat juga mengembangkan tanaman cokelat,” kata dia.

Kini, katanya, yang menjadi kendala berat bagi masyarakat Lareh Nan Panjang, adalah merajalelanya tupai pada tanaman kakao. Hingga saat ini belum ada antisipasi yang didapatkan untuk menumpas hama tanaman yang satu ini. Akibatnya, banyak kakao petani yang terbuang sia-sia, karena dimusnahkan oleh tupai demikian. Agaknya keberadaan kakao belum membawa banyak manfaat untuk sumber kehidupan petani. Malah, petani dinagari itu masih memanfaatkan tanaman tua, seperti kelapa yang telah mereka warisi. Melihat kondisi harga kelapa. Kalau harga di Pekanbaru, Riau kelapa mahal, maka masyarakat pun berlomba-lomba menjual kelapanya. Tetapi, kalau harga lagi anjlok, masyarakat dengan telatennya mengolah buah kelapa itu untuk dijadikan minyak goreng, alias minya tanak tangan, dan harganya pun bisa jadi mahal kembali.

Nagari Lareh Nan Panjang merupakan pecahan dari Luhak Ampalu dulunya. Sebab, yang VII Koto itu adalah Sungai Sariak, Sungai Durian, Tandikek, Batu Kalang, Koto Baru, Koto Dalam dan yang ketujuh Ampalu, atau Luhak Ampalu. Perkembangan zaman, Ampalu menjadi tiga nagari, yakni Nagari Lareh Nan Panjang, Lurah Ampalu dan Nagari Balah Aie. Lareh Nan Panjang, atau Ampalu adalah pusat kerajaan VII Koto dulunya. Tidak sekedar itu, Masjid Raya VII Koto pun terletak di nagari demikian. Di masjid itulah kedudukan Ungku Kali VII Koto.

Sebagai pusat kerajaan dan agama, banyak persoalan yang mencuat ditengah masyarakat VII Koto, sejak dulu duputuskan di masjid itu atau kalau tidak di pondok pesantren Luhur Kalampalaian, Ampalu Tinggi, juga Nagari Lareh Nan Panjang. Pesantren yang satu ini adalah pesantren tertua di Padang Pariaman. Banyak ulama besar dilahirkan di pesantren tersebut yang tersebar diberbagai daerah di Minangkabau ini. Bagi masyarakat Lareh Nan Panjang dan VII Koto, kedua lembaga demikian, masjid VII Koto dan pesantren Ampalu Tinggi adalah sejarah panjang.

Menurut Azrul Aswat, Lareh Nan Panjang yang jumlah penduduknya sekitar 5.888 atau sekitar 1.313 kepala keluarga (KK), sebanyak 30 persen masyarakatnya masih hidup dibawah garis kemiskinan. Hampir semua masyarakat nagari itu hidup dari sumber pertanian sawah dan ladang. Baru akhir-akhir ini mulai tumbuh berbagai kelompok usaha kecil menengah. Seperti adanya usaha VCO. Usaha membuat minyak kelapa murni itu dilakukan oleh masyarakat yang telah punya skil, dan melihat peluang yang dihasilkan dari VCO demikian.

Dalam tatanan adat, masyarakat Lareh Nan Panjang hidup dalam berbagai kelompok suku yang turun temurun sejak dulunya. Kesemua suku berada dibawah naungan panghulu. Ada empat panghulu yang menauangi semua suku yang ada. Mulai dari Datuak Bandaro Putiah yang kini dijabat oleh H. Damsuar, Wakil Bupati Padang Pariaman. Dia adalah panghulu kaum suku Koto, sekaligus diberi amanah sebagai Ketua KAN Lareh Nan Panjang. Kemudia Datuak Pono Intan dari suku Panyalai, Datuak Bandaro Panjang dan Datuak Marajo.

Dulu, sebut Azrul Aswat, saat pemerintahan desa, wilayah Lareh Nan Panjang terdiri dari 14 desa. Sejak Kota Pariaman menjadi kota otonom, dua desa dalam Lareh Nan Panjang, yakni Desa Rambai dan Desa Pungguang Ladiang masuk kewilayah kota. Namun, secara adat istiadat yang dua desa itu tetap tidak bisa berpisah dari induknya, Lareh Nan Panjang. Jadi, secara pemerintahan mereka berinduk ke Kota Pariaman, dan secara adat tetap berkiblat ke Lareh Nan Panjang.

Walinagari Azrul Aswat mencatat, ada 44 surau dan masjid dinagarinya. Bagi masyarakat VII Koto secara umum, setiap suku dan pecahannya punya sebuah surau. Namun, yang aktif membina anak TPA/TPSA hanya 14 surau. Bagi masyarakat kaum atau suku, yang jadi kebanggaan adalah shalat Tarwih di bulan Ramadhan, dan shalat Id di surau yang mereka buat secara berkaum itu. Walau demikian, kesemua surau dan masjid itu tetap saja berinduk ke Masjid VII Koto, yang terletak di Korong Ampalu. Disitulah sidang terletaknya.

Ahmad D

No comments: