Siapa Pemegang Kekhilafahan Setelah Khulafa’ur Rasyidin?
KEDUDUKAN sebagai khalifah setelah meninggalnya Rasulullah SAW dijabat oleh sahabat Rasulullah SAW. Mulai dari Abu BakarAs-Syidiq, Ummar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan terakhir Ali bin Abi Thalib. Keempat sahabat itu disebut Khulafa’ur Rasyidin. Mereka menjadi khilafah yang adil dan bujaksana di Makkah, serta mendorong kemajuan-kemajuan Islam.
Lalu, siapa yang memimpin Makkah setelah kekhilafahan mereka?
Kekhilafahan Mekkah selanjutnya dijabat oleh al-Hasan bin Ali, putra Ali bin Abi Thalib selama beberapa bulan. Namun, karena al-Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka al-Hasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah.
Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam.
Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘amul jama’ah) Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyah dikenal sebagai politikus dan administrasi yang pandai. Ia juga seorang yang piawai dalam merencanakan taktik dan strategi, di samping kegigihan dan keuletannya serta kesediaanya menempuh berbagai cara dalam berjuang untuk mencapai cita-citanya karena pertimbangan politik dan situasi tertentu.
Walaupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki, namun Dinasti ini tetap memakai gelar khalifah. pengelolaan administrasi pemerintahan dan stuktur pemerintahan dinasti umayah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan khulafa al-rasyidin yang diciptakan oleh khalifah Umar. Wilayah kekuasaan yang luas itu dibagi menjadi beberapa provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.
Ditingkat pemerintahan pusat dibentuk beberapa lembaga dan departemen, al-kitab, al-hajib dan diwan. Lembaga lain adalah dibidang pelaksanaan hukum, yaitu Al-Nizham al-qadhai terdiri dari 3 bagian yaitu; al-qadha, al-hisbat dan al-mazhalim.
Ciri-ciri khusus yang membedakan bani Umayah dari praktek pemerintahan Khulafa Rasyidin dan pemerintah dinasti Abbasyiah ciri-cirinya antara lain:
- Unsur pengikat bangsa lebih ditingkatkan pada kesatuan politik dan ekonomi; khalifah adalah jabatan sekuler dan berfungsi eksekutif;
- Kedudukan khalifah hanya sebagai kepala pemerintahan. Kedudukan khalifah masih mengikuti tradisi kedudukan syaikh (kepala suku) Arab, disamping ini lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada perluasaan kekuasaan politik atau perluasan wilayah kekuasaan Negara, dinasti ini bersifat eksklusif karena lebih mengutamakan orang-orang berdarah Arab duduk dalam pemerintahan, orang-orang non Arab tidak mendapat kesempatan yang sama luasnya dengan orang-orang Arab;
- Qadhi (hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara.Di samping itu, Dinasti tidak meninggalkan unsur agama dalam pemerintahan. Formalitas agama tetap dipatuhi dan terkadang menampilkan citra dirinya sebagai pejuang Islam.
- Ciri lain dinasti ini kurang melaksanakan musyawarah. Karenanya kekuasaan khalifah mulai bersifat absolut walaupun belum begitu menonjol. Dengan demikian tampilnya pemerintahan Dinasti Umayah mengambil bentuk monarki, merupakan babak kedua dari praktek pemerintahan umat Islam dalam sejarah.
No comments:
Post a Comment