Sriwijaya, Negeri yang Tak Pernah Hilang
Barangkali saya berkesempatan lagi untuk bermotor ke Sumatera agar dapat memastikan ‘Sriwijaya’ adalah mata rantai yg terputus dalam sejarah negeri ini.
Sejak awal abad masehi hingga detik ini sebenarnya hanya ada satu kekuatan yang dominan di nusantara. Dinasti dan ibukota saja yg berpindah, namun kerajaannya sebenarnya tetap satu. Selama ini kita dibutakan oleh sejarawan belanda yang mati-matian berusaha mengkaburkan, membelokan, merubah atau kalau bisa menghapus saja sejarah negeri ini.
Memang sejarah itu bisa dikaburkan, dibelokan atau dirubah. Namun sejarah tidak bisa dihapus!. Begitu juga dengan masa lalu negeri ini, meskipun sempat terkubur namun sekarang tersingkap, tentunya bagi saya, entah bagi Anda?.
Sejarah nusantara di mulai dari pulau Jawa, yaitu dari negeri kecil di tepi selat Sunda, selakanegara. Kemudian berpindah ke tempat yang lebih strategis ke Sundapura, disekitar Jakarta. Saya menyetujui teori ini. Namun ada mata rantai sejarah di pulau Jawa yang terputus. Sampai tiba-tiba muncul penerusnya : Medang, Kahuripan, Singosari, Majapahit, Demak, Pajang, terakhir Mataram.
Yang aneh, pada masa terputusnya Sundapura…kemudian muncul Medang, Dikisahkan ada kekuatan besar di Sumatera yang mengelapkan Nusantara, Sriwijaya. Digambarkan kebesarannya sebanding dengan Majapahit.
Satu kata dari saya : kampret! ……kenapa? Karena Sriwijaya tidak bisa dibandingkan, disandingkan, dengan Majapahit. Itu cuma akal-akalan sejarawan abal-abal buatan Belanda untuk memecah belah kita!. Sriwijaya adalah Majapahit! Satu kerajaan, satu bangsa dan satu bahasa!. dalam hal ini orang Timur-Tengah dan India lebih jujur menyebut Sriwijaya yang sebelum abad ke 19 belum pernah kita kenal, dengan nama Yvadesh.
Berbagai bukti arkeologi dilontarkan untuk membingungkan nalar kita, sehingga bisa meyakinkan dengan skenario yang disodorkan Belanda. Yang kita tahu sundapura itu lenyap begitu saja. Kemudian dilanjutkan oleh Pakuan-Pajajaran dan Galuh yang sejarahnya terlalu membingungkan untuk mewarisi kebesaran Sundapura.
……di sinilah mata-rantai kerajaan nusantara itu terkuak. Karena memang pakuan Pajajaran dan Galuh di Jawa Barat…atau Kalingga di Jawa Tengah hanyalah negeri bawahan Sundapura, yang saat itu sudah memindahkan pusat kekuasaan dan beribukota di Sriwijaya (mungkin namanya lain, dan sering disebut Medang-Kamulan?).
Kembali ke Sudapura, yang saat itu menguasai perairan malaka yang mulai mulai ramai karena berada di pertengahan jalur pelayaran antara dua dunia kuno, India dan Tiongkok. Perdagangan pun maju pesat sehingga untuk kepentingan strategis, ibukota pun dipindahkan dari Sundapura mendekati perairan Malaka. Tujuannya untuk memudahkan mengontrol lalu lintas pelayaran disana. Lokasinya maupun nama ibukota itu tidak diketahui dengan pasti, namun diperkirakan bernama Sriwijaya.
Jadi babak pertama sejarah negeri ini tersingkap : Dimulai dari Selakanegara (anyer?), pindah ke Sundapura (Jakarta?)…kemudian ke Sriwijaya yg lokasinya masih misterius. Namun ada petunjuk bahwa pusat kekuasaan nusantara kuno itu berada di pulau sumatra karena logikanya tidak akan jauh dari selat malaka. yang kini menjadi jalur utama yang menghubungkan dua dunia kuno, India dan tiongkok untuk mengantikan Jalur Sutra yg tidak rasional lagi.
lalu kenapa sejarawan tidak bisa menjelaskan secara rasional kenapa dan bagaimana sriwijaya runtuh?
Sriwijaya tidak pernah lenyap!
Ternyata sejak abad ke VI telah terjadi persaingan antara India yg Hindu dan Tiongkok yg Budha. Sriwijaya, seperti pendahulunya Sundapura bercirikan Hindu, namun karena ingin mengurangi hegemoni pengaruh India. Mereka menjalin persahabatan dengan dengan Tiongkok sehingga pelan-pelan berubah menjadi Budha. Hal ini tampak dari pengaruh candi-candi pada masa itu seperti Muara Takus dan Muara Jambi di Sumatera yg bercorak Budha, atau Borubodur, Mendut dan Kalasan di Jawa. Padahal pada masa sebelumnya diwilayah yang sama masih bernuansa Hindhu, seperti candi Dieng atau Gedong Songo.
Tentunya hal ini tidak disukai India, yg kemudian bersekutu dengan elit lokal yang mengail di air keruh atas perseteruan Hindu-Budha. Membuat maharaja dari India menyerbu ke Sumatera. Hingga memaksa raja Sriwijaya kembali menjadi Hindu, dan melepaskan Sumatera bagian utara serta semenanjung Malaka. Untuk memperingati kemenangan ini dibuatlah Candi Prambanan, candi paska borobudur yg sudah bercorak hindhu lagi.
Serangan dari india juga menyadarkan Sriwijaya bahwa ibukota yang menjadi pusat kekuasaan itu ternyata rentan terhadap serangan asing. Posisinya terlalu dekat dengan garis-depan sumber konflik saat itu, yaitu perairan Malaka. Maka ibukota pun dipindah ke Medang di seputaran Yogyakarta. Namun letusan Merapi memaksa ibukota kembali digeser ke ujung timur pulau Jawa, kahuripan. Perang saudara yg berkecamuk memunculkan dinasti baru, yang memindahkan ibukota ke Singosari.
Kini, Tiongkok yg kebakaran jengot karena pengaruhnya lenyap dari nusantara, mengirim ultimatum bodoh kepada raja di Singosari agar mengikuti garis politik Kaisar Mongol. Itulah kenapa Ekspedisi militer dengan kode ; Pamalayu dibentuk. Tujuannya untuk mengantisipasi serbuan dengan memperkuat garis depan di Sumatera, yg sekarang telah berubah menjadi negeri bawahan dan beribukota di Melayu (lokasinya berada di sungai indragiri yg bermuara di selatan selat Malaka?).
Ternyata panglima Tiongkok jago juga, karena tidak sudi membenturkan armadanya melawan pasukan Pamalayu yang mempertahankan bentengnya di Sumatera. Di langkauhinya tempat itu dan langsung menghantam ke jantung kekuasaan nusantara di Singosari,yang terletak di Malang Jawa Timur.
Yang justru dalam kondisi kurang terjaga karena sebagian besar pasukan sedang berada di Sumatera. Sebelum kedatangan armada utama Tiongkok, ternyata sekutu mereka di jawa telah bergerak lebih dahulu dengan memanfaatkan situasi, menyergap dan merebut Singosari sekaligus menewaskan rajanya. Sisa-sisa pasukan yang selamat dibawah pimpinan menatu raja yang tewas, Wijaya meneruskan perlawanan dari pangkalannya yang tersembunyi, hutan Majapahit yang terletak di barat Surabaya.
Karena tidak bisa memberangus perlawanan Wijaya dari Majapahit, serta sadarnya pasukan Singosari di Sumatera bahwa musuh melangkauhi garis depan mereka di Melayu. Pasukan ini segera kembali ke Jawa yang saat itu ibu kotanya sudah diduduki musuh.
Diganggu oleh pasukan Wijaya serta menyadari sebentar lagi bala bantuan yang kuat akan sampai dari sumatera, pasukan Tiongkok pun panik sehingga memutuskan menarik mundur militernya dari Pulau Jawa.
Itulah sejarah nusantara yang logis dan rasional. Dan kata kunci untuk menemukan mata rantai yang diputus itu adalah Sriwijaya!. Yang ternyata mampu menyadarkan bahwa kerajaan itu lebih besar dari yang dikesankan oleh sejarawan Belanda.
Terjawab sudah bahwa negeri kita ini satu!
#Selakanegara-Sundapura-Sriwijaya-Medang-Kahuripan-Singosari-Majapahit-Demak-Pajang-Mataram-NKRI#
Novan p
Sejak awal abad masehi hingga detik ini sebenarnya hanya ada satu kekuatan yang dominan di nusantara. Dinasti dan ibukota saja yg berpindah, namun kerajaannya sebenarnya tetap satu. Selama ini kita dibutakan oleh sejarawan belanda yang mati-matian berusaha mengkaburkan, membelokan, merubah atau kalau bisa menghapus saja sejarah negeri ini.
Memang sejarah itu bisa dikaburkan, dibelokan atau dirubah. Namun sejarah tidak bisa dihapus!. Begitu juga dengan masa lalu negeri ini, meskipun sempat terkubur namun sekarang tersingkap, tentunya bagi saya, entah bagi Anda?.
Sejarah nusantara di mulai dari pulau Jawa, yaitu dari negeri kecil di tepi selat Sunda, selakanegara. Kemudian berpindah ke tempat yang lebih strategis ke Sundapura, disekitar Jakarta. Saya menyetujui teori ini. Namun ada mata rantai sejarah di pulau Jawa yang terputus. Sampai tiba-tiba muncul penerusnya : Medang, Kahuripan, Singosari, Majapahit, Demak, Pajang, terakhir Mataram.
Yang aneh, pada masa terputusnya Sundapura…kemudian muncul Medang, Dikisahkan ada kekuatan besar di Sumatera yang mengelapkan Nusantara, Sriwijaya. Digambarkan kebesarannya sebanding dengan Majapahit.
Satu kata dari saya : kampret! ……kenapa? Karena Sriwijaya tidak bisa dibandingkan, disandingkan, dengan Majapahit. Itu cuma akal-akalan sejarawan abal-abal buatan Belanda untuk memecah belah kita!. Sriwijaya adalah Majapahit! Satu kerajaan, satu bangsa dan satu bahasa!. dalam hal ini orang Timur-Tengah dan India lebih jujur menyebut Sriwijaya yang sebelum abad ke 19 belum pernah kita kenal, dengan nama Yvadesh.
Berbagai bukti arkeologi dilontarkan untuk membingungkan nalar kita, sehingga bisa meyakinkan dengan skenario yang disodorkan Belanda. Yang kita tahu sundapura itu lenyap begitu saja. Kemudian dilanjutkan oleh Pakuan-Pajajaran dan Galuh yang sejarahnya terlalu membingungkan untuk mewarisi kebesaran Sundapura.
……di sinilah mata-rantai kerajaan nusantara itu terkuak. Karena memang pakuan Pajajaran dan Galuh di Jawa Barat…atau Kalingga di Jawa Tengah hanyalah negeri bawahan Sundapura, yang saat itu sudah memindahkan pusat kekuasaan dan beribukota di Sriwijaya (mungkin namanya lain, dan sering disebut Medang-Kamulan?).
Kembali ke Sudapura, yang saat itu menguasai perairan malaka yang mulai mulai ramai karena berada di pertengahan jalur pelayaran antara dua dunia kuno, India dan Tiongkok. Perdagangan pun maju pesat sehingga untuk kepentingan strategis, ibukota pun dipindahkan dari Sundapura mendekati perairan Malaka. Tujuannya untuk memudahkan mengontrol lalu lintas pelayaran disana. Lokasinya maupun nama ibukota itu tidak diketahui dengan pasti, namun diperkirakan bernama Sriwijaya.
Jadi babak pertama sejarah negeri ini tersingkap : Dimulai dari Selakanegara (anyer?), pindah ke Sundapura (Jakarta?)…kemudian ke Sriwijaya yg lokasinya masih misterius. Namun ada petunjuk bahwa pusat kekuasaan nusantara kuno itu berada di pulau sumatra karena logikanya tidak akan jauh dari selat malaka. yang kini menjadi jalur utama yang menghubungkan dua dunia kuno, India dan tiongkok untuk mengantikan Jalur Sutra yg tidak rasional lagi.
lalu kenapa sejarawan tidak bisa menjelaskan secara rasional kenapa dan bagaimana sriwijaya runtuh?
Sriwijaya tidak pernah lenyap!
Ternyata sejak abad ke VI telah terjadi persaingan antara India yg Hindu dan Tiongkok yg Budha. Sriwijaya, seperti pendahulunya Sundapura bercirikan Hindu, namun karena ingin mengurangi hegemoni pengaruh India. Mereka menjalin persahabatan dengan dengan Tiongkok sehingga pelan-pelan berubah menjadi Budha. Hal ini tampak dari pengaruh candi-candi pada masa itu seperti Muara Takus dan Muara Jambi di Sumatera yg bercorak Budha, atau Borubodur, Mendut dan Kalasan di Jawa. Padahal pada masa sebelumnya diwilayah yang sama masih bernuansa Hindhu, seperti candi Dieng atau Gedong Songo.
Tentunya hal ini tidak disukai India, yg kemudian bersekutu dengan elit lokal yang mengail di air keruh atas perseteruan Hindu-Budha. Membuat maharaja dari India menyerbu ke Sumatera. Hingga memaksa raja Sriwijaya kembali menjadi Hindu, dan melepaskan Sumatera bagian utara serta semenanjung Malaka. Untuk memperingati kemenangan ini dibuatlah Candi Prambanan, candi paska borobudur yg sudah bercorak hindhu lagi.
Serangan dari india juga menyadarkan Sriwijaya bahwa ibukota yang menjadi pusat kekuasaan itu ternyata rentan terhadap serangan asing. Posisinya terlalu dekat dengan garis-depan sumber konflik saat itu, yaitu perairan Malaka. Maka ibukota pun dipindah ke Medang di seputaran Yogyakarta. Namun letusan Merapi memaksa ibukota kembali digeser ke ujung timur pulau Jawa, kahuripan. Perang saudara yg berkecamuk memunculkan dinasti baru, yang memindahkan ibukota ke Singosari.
Kini, Tiongkok yg kebakaran jengot karena pengaruhnya lenyap dari nusantara, mengirim ultimatum bodoh kepada raja di Singosari agar mengikuti garis politik Kaisar Mongol. Itulah kenapa Ekspedisi militer dengan kode ; Pamalayu dibentuk. Tujuannya untuk mengantisipasi serbuan dengan memperkuat garis depan di Sumatera, yg sekarang telah berubah menjadi negeri bawahan dan beribukota di Melayu (lokasinya berada di sungai indragiri yg bermuara di selatan selat Malaka?).
Ternyata panglima Tiongkok jago juga, karena tidak sudi membenturkan armadanya melawan pasukan Pamalayu yang mempertahankan bentengnya di Sumatera. Di langkauhinya tempat itu dan langsung menghantam ke jantung kekuasaan nusantara di Singosari,yang terletak di Malang Jawa Timur.
Yang justru dalam kondisi kurang terjaga karena sebagian besar pasukan sedang berada di Sumatera. Sebelum kedatangan armada utama Tiongkok, ternyata sekutu mereka di jawa telah bergerak lebih dahulu dengan memanfaatkan situasi, menyergap dan merebut Singosari sekaligus menewaskan rajanya. Sisa-sisa pasukan yang selamat dibawah pimpinan menatu raja yang tewas, Wijaya meneruskan perlawanan dari pangkalannya yang tersembunyi, hutan Majapahit yang terletak di barat Surabaya.
Karena tidak bisa memberangus perlawanan Wijaya dari Majapahit, serta sadarnya pasukan Singosari di Sumatera bahwa musuh melangkauhi garis depan mereka di Melayu. Pasukan ini segera kembali ke Jawa yang saat itu ibu kotanya sudah diduduki musuh.
Diganggu oleh pasukan Wijaya serta menyadari sebentar lagi bala bantuan yang kuat akan sampai dari sumatera, pasukan Tiongkok pun panik sehingga memutuskan menarik mundur militernya dari Pulau Jawa.
Itulah sejarah nusantara yang logis dan rasional. Dan kata kunci untuk menemukan mata rantai yang diputus itu adalah Sriwijaya!. Yang ternyata mampu menyadarkan bahwa kerajaan itu lebih besar dari yang dikesankan oleh sejarawan Belanda.
Terjawab sudah bahwa negeri kita ini satu!
#Selakanegara-Sundapura-Sriwijaya-Medang-Kahuripan-Singosari-Majapahit-Demak-Pajang-Mataram-NKRI#
Novan p
No comments:
Post a Comment