Kufah, Sumber Malapetaka Umat
Itulah Kufah dan penduduknya, kota warisan Majusi-Persia yang bertemorfosis menjadi Syiah-Khawarij dengan ribuan dusta yang menjadikan pembunuh Abu Lulu pembunuh Khalifah Umar ra sebagai pahlawan.
KUFAH, daerah Persia yang ditaklukkan Khalid bin Walid di masa khalifah Abu Bakar ra. Belakangan menyisakan catatan noda hitam panjang sejarah peradaban Islam. Kufah yang terletak antara Baghdad dan Basrah (Kuwait) telah melahirkan malapetaka buruk dalam tubuh umat Islam.
Dari wilayah Kufah inilah khawarij lahir, kaum Majusi-Persia yang baru beberapa tahun memeluk Islam, hebat menukil ayat Al-Quran di masa Ali ra, namun ringan menumpahkan darah. Dari Kufah ini pulalah pembunuh Ali ra dan penyebab terbunuhnya Husein ra berasal, merekalah Majusi-Persia yang baru setengah-setengah belajar Islam hingga mengental menjadi aliran Syiah.
Sebagaimana diketahui, wilayah sekitar Kufah ditaklukkan Khalid bin Walid setelah 3 perang sebelumnya menewaskan puluhan ribu prajurit Persia. Dilanjutkan 3 perang di sekitar Kufah menewaskan ribuan tentara penyembah api dan kaisar, hingga disempurnakan Saad bin Abi Waqqash ra menaklukkan Ctesiphon-Madain-Baghdad, kota tua Babilonia terbesar di wilayah barat Persia, daerah dimana Namruj pernah membakar Nabi Ibrahim As.
Jika saat itu telah ada ilmu sosiologi niscaya akan ditemukan catatan perspektif sosial, apa yang menyebabkan Khalid-Saad-Abu Bakar ra menjadi sasaran caci maki Syiah-Persia, dikarenakan dendam korban puluhan ribu prajurit persia yang tewas di sekitar Kufah.
Penaklukkan Persia yang begitu cepat dan wilayah yang sangat luas, tidak dibarengi ketersediaan ulama yang dapat mengajarkan Islam di puluhan kota-kota, ratusan kampung-kampung dan jutaan lebih penduduk Persia.
Itulah sebabnya Islam masuk Persia berasimilasi dengan Majusi yang menyembah sosok manusia (kaisar) sebagai dewa-tuhan, bertransformasi menjadi pemujaan pada para Imam yang dianggap ma’sum.
Kufah dijadikan pusat pembangunan oleh Umar Bin Khattab ra dan sudah menunjukkan petakanya. Seorang sahabat yang ditunjuk sebagai Wali Kota Kufah mendapat aduan dari rakyatnya. Saad bin Abi Waqqash bahkan mengeluh, “Orang Badui (Kufah) hendak mengajari saya shalat!” Beberapa kali pemimpin Kufah gonta-ganti hingga membuat Khalifah Umar bin Khathab ra marah.
Ketika Umar mengecek ke Kufah, Kaab al-Ahbar berkata, “Di sana banyak orang-orang durhaka dan penyakit rusak dari hawa nafsu yang tidak ada obatnya.”
Setiba Umar di Kufah, muncullah sang provokator memfitnah Saad hingga Saad mendoakan adzab menimpa tukang fitnah. Allah pun kabulkan doa Saad, pahlawan Qadisiyah, perang yang meruntuhkan imperium persia.
Di masa khalifah Utsman bin Affan ra., beberapa kali kembali terjadi pergantian Wali Kota Kufah dikarena kericuhan penduduknya. Dan penduduk dari Kufah ini termasuk pemberontak yang mengepung menantu baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, akibat fitnah Marwan bin Hakam, keluarga Utsman, hingga terjadinya pembunuhan durjana pemimpin muslimin yang sedang membaca mushaf Quran itu.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda sambil menujuk jari ke arah Iraq,”Akan keluar dari sana suatu kaum yang membaca al-Quran, tidak sampai melewati tenggorokannya. Mereka keluar dari Islam sebagaimana panah melesat dari busurnya.”
Selepas wafatnya Utsman ra, banyak sahabat membaiat Ali ra sebagai khalifah. Sementara Aisyah-Thalhah-Zubair di Basrah (Kuwait) dan Muawiyah-Amru di Syam (Suriah) menunda baiat dan terlebih dahulu menuntut qishash pembunuh Utsman Bin Affan ra yang berada di Kufah dan bergabung dalam barisan Ali ra.
Sementara Ali ra meminta untuk menenangkan kondisi dahulu barulah melakukan qishash. Akibat perselisihan ini ditambah provokasi orang-orang yang dengki dan dendam dengan Islam hingga pecahlah Perang Jamal dan Perang Shifin yang memakan korban ribuan jiwa.
Sebelum Perang Shifin antara pihak Ali dan Muawiyah berlangsung, muncullah khawarij di sekitar Kufah yang melakukan kerusakan dan pembunuhan. Mereka membaca al-Quran, kuat shalat dan puasanya, namun mereka menghalalkan darah pihak yang tidak bergabung dengannya hingga sahabat pun menjadi korban pembantaian keji.
Mengetahui hal tersebut, Ali membelokkan pasukannya untuk menekan khawarij untuk bertobat. Namun keyakinan mereka amat kokoh dikarenakan kebodohannya dalam memahami Islam. Dengan berat hati Ali memadamkan pemberontakan khawarij dalam Perang Nahrawan.
Pasca kemenangan Ali dalam Perang Shifin namun kalah dalam diplomasi oleh Muawiyah. Sisa khawarij muncul kembali dengan mengirimkan Ibnu Muljam di Kufah untuk membunuh Ali ra sebagai balasan Perang Nahrawan. Selesaikah Kufah menumpahkan darah dan membuat kerusuhan?
Belum. Pasca wafatnya Ali ra, Hasan bin Ali ra membaiat Muawiyah karena tidak ingin pertumpahan darah sesama muslimin, menyebabkan kekecewaan tentaranya hingga menyerang Hasan dan merobek pahanya.
Setelah sembuh beberapa bulan kemudian Hasan berkutbah di Madain, Iraq. Begini kata-katanya;
“Wahai penduduk Kufah ! Jiwaku menjadi kalut karena tiga hal yang kalian lakukan, kalian telah membunuh ayahku, kalian menikam pahaku, dan kalian merampas barangku!”
Hasan memilih perdamaian, padahal saat itu Hasan memiliki pasukan besar seperti gunung ungkap Amru bin Ash.
Tidak sedikit Syiah (pengikut) Ali-Hasan berbalik mencela dan menghina Hasan karena penduduk Iraq (Persia) tak ingin tunduk pada Muawiyah, simbol Arab-Quraisy.
Dan puncak pengkhianatan masyarakat Kufah terjadi yang mengakibatkan terbunuhnya Hussein bin Ali ra.
Pasca wafatnya Muawiyah dan naiknya Yazid bin Muawiyah, muncullah dukungan dari Kufah membaiat Hussein. Penduduk Kufah mengundang Husein ke Kufah untuk dibaiat, surat menyurat dilakukan intensif sampai Husein bertekad berangkat ke Kufah meski dicegah para sahabat di Makkah. Namun saat Husein mulai melangkahkan kaki meninggalkan Makkah menuju Kufah, Iraq, di Kufah mendukung Husein telah mencabut dukungannya karena tekanan Gubernur Kufah-Basrah, yakni Ubaidullah bin Ziyad.
Husein tidak menerima surat terakhir dari sepupunya Muslim bin Aqil yang berbunyi; “Kembalilah, dan bawalah keluargamu pulang, jangan tertipu seruan penduduk Kufah. Mereka memang pernah membela ayahmu namun ingatlah ayahmu ingin sekali berpisah dari mereka baik karena kematian ataupun terbunuh. Sungguh mereka telah mendustai kita. Sungguh seruan para pembohong tidak patut didengarkan.”
Akhirnya tragedi Karbala seburuk-buruk peristiwa terjadi hanya beberapa kilometer dari Kufah, tanpa ada orang Kufah (Syiah-Persia) pun yang rela mengorbankan dirinya untuk keselamatan Husein.
Lalu untuk apa Syiah saat ini merayakan tragedi Karbala dengan tangisan dan siksaan? Menyesali dosa mereka pada keluarga Nabi ? Atau membuat sinetron untuk memutarbalikkan fakta dan mencari simpati?
Pasca tragedi Karbala, keluarga Husein yang tersisa dievakuasi ke Kufah. Fatimah binti Husein marah pada penduduk Kufah, “Wahai penduduk Kufah! Kalian adalah para penipu dan pengkhianat!”
Ali Zainal Abidin ikut berteriak,”Kenapa kalian menangisi dan meratapi kami? Kalian pikir siapa yang telah membunuh kami?”
Itulah Kufah dan penduduknya, kota warisan Majusi-Persia yang bertemorfosis menjadi Syiah-Khawarij dengan ribuan dusta yang menjadikan pembunuh Abu Lulu pembunuh Khalifah Umar ra sebagai pahlawan.
Mereka juga yang membunuh Ali dan Husein, lalu mereka pula yang mempropagandakan keimaman Ali-Husein dan keturunannya. Ataukah karena Husein suami dari putri terakhir Kaisar Persia ?
Semoga pengikut Syiah membaca artikel singkat ini, meluruskan pemahaman dan bertaubat dari menjadi kaki tangan Majusi-Persia-Iran.*
Nugra Abu Fatah
Penulis buku Panglima Surga. Bahan diambil dari -Mausuah al Hasan wal Husein dan Fitnah Kubra oleh Muhammad Amhazun. Twitter: @nugrazee
a-kaelia.livejournal.com
KUFAH, daerah Persia yang ditaklukkan Khalid bin Walid di masa khalifah Abu Bakar ra. Belakangan menyisakan catatan noda hitam panjang sejarah peradaban Islam. Kufah yang terletak antara Baghdad dan Basrah (Kuwait) telah melahirkan malapetaka buruk dalam tubuh umat Islam.
Dari wilayah Kufah inilah khawarij lahir, kaum Majusi-Persia yang baru beberapa tahun memeluk Islam, hebat menukil ayat Al-Quran di masa Ali ra, namun ringan menumpahkan darah. Dari Kufah ini pulalah pembunuh Ali ra dan penyebab terbunuhnya Husein ra berasal, merekalah Majusi-Persia yang baru setengah-setengah belajar Islam hingga mengental menjadi aliran Syiah.
Sebagaimana diketahui, wilayah sekitar Kufah ditaklukkan Khalid bin Walid setelah 3 perang sebelumnya menewaskan puluhan ribu prajurit Persia. Dilanjutkan 3 perang di sekitar Kufah menewaskan ribuan tentara penyembah api dan kaisar, hingga disempurnakan Saad bin Abi Waqqash ra menaklukkan Ctesiphon-Madain-Baghdad, kota tua Babilonia terbesar di wilayah barat Persia, daerah dimana Namruj pernah membakar Nabi Ibrahim As.
Jika saat itu telah ada ilmu sosiologi niscaya akan ditemukan catatan perspektif sosial, apa yang menyebabkan Khalid-Saad-Abu Bakar ra menjadi sasaran caci maki Syiah-Persia, dikarenakan dendam korban puluhan ribu prajurit persia yang tewas di sekitar Kufah.
Penaklukkan Persia yang begitu cepat dan wilayah yang sangat luas, tidak dibarengi ketersediaan ulama yang dapat mengajarkan Islam di puluhan kota-kota, ratusan kampung-kampung dan jutaan lebih penduduk Persia.
Itulah sebabnya Islam masuk Persia berasimilasi dengan Majusi yang menyembah sosok manusia (kaisar) sebagai dewa-tuhan, bertransformasi menjadi pemujaan pada para Imam yang dianggap ma’sum.
Kufah dijadikan pusat pembangunan oleh Umar Bin Khattab ra dan sudah menunjukkan petakanya. Seorang sahabat yang ditunjuk sebagai Wali Kota Kufah mendapat aduan dari rakyatnya. Saad bin Abi Waqqash bahkan mengeluh, “Orang Badui (Kufah) hendak mengajari saya shalat!” Beberapa kali pemimpin Kufah gonta-ganti hingga membuat Khalifah Umar bin Khathab ra marah.
Ketika Umar mengecek ke Kufah, Kaab al-Ahbar berkata, “Di sana banyak orang-orang durhaka dan penyakit rusak dari hawa nafsu yang tidak ada obatnya.”
Setiba Umar di Kufah, muncullah sang provokator memfitnah Saad hingga Saad mendoakan adzab menimpa tukang fitnah. Allah pun kabulkan doa Saad, pahlawan Qadisiyah, perang yang meruntuhkan imperium persia.
Di masa khalifah Utsman bin Affan ra., beberapa kali kembali terjadi pergantian Wali Kota Kufah dikarena kericuhan penduduknya. Dan penduduk dari Kufah ini termasuk pemberontak yang mengepung menantu baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, akibat fitnah Marwan bin Hakam, keluarga Utsman, hingga terjadinya pembunuhan durjana pemimpin muslimin yang sedang membaca mushaf Quran itu.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda sambil menujuk jari ke arah Iraq,”Akan keluar dari sana suatu kaum yang membaca al-Quran, tidak sampai melewati tenggorokannya. Mereka keluar dari Islam sebagaimana panah melesat dari busurnya.”
Selepas wafatnya Utsman ra, banyak sahabat membaiat Ali ra sebagai khalifah. Sementara Aisyah-Thalhah-Zubair di Basrah (Kuwait) dan Muawiyah-Amru di Syam (Suriah) menunda baiat dan terlebih dahulu menuntut qishash pembunuh Utsman Bin Affan ra yang berada di Kufah dan bergabung dalam barisan Ali ra.
Sementara Ali ra meminta untuk menenangkan kondisi dahulu barulah melakukan qishash. Akibat perselisihan ini ditambah provokasi orang-orang yang dengki dan dendam dengan Islam hingga pecahlah Perang Jamal dan Perang Shifin yang memakan korban ribuan jiwa.
Sebelum Perang Shifin antara pihak Ali dan Muawiyah berlangsung, muncullah khawarij di sekitar Kufah yang melakukan kerusakan dan pembunuhan. Mereka membaca al-Quran, kuat shalat dan puasanya, namun mereka menghalalkan darah pihak yang tidak bergabung dengannya hingga sahabat pun menjadi korban pembantaian keji.
Mengetahui hal tersebut, Ali membelokkan pasukannya untuk menekan khawarij untuk bertobat. Namun keyakinan mereka amat kokoh dikarenakan kebodohannya dalam memahami Islam. Dengan berat hati Ali memadamkan pemberontakan khawarij dalam Perang Nahrawan.
Pasca kemenangan Ali dalam Perang Shifin namun kalah dalam diplomasi oleh Muawiyah. Sisa khawarij muncul kembali dengan mengirimkan Ibnu Muljam di Kufah untuk membunuh Ali ra sebagai balasan Perang Nahrawan. Selesaikah Kufah menumpahkan darah dan membuat kerusuhan?
Belum. Pasca wafatnya Ali ra, Hasan bin Ali ra membaiat Muawiyah karena tidak ingin pertumpahan darah sesama muslimin, menyebabkan kekecewaan tentaranya hingga menyerang Hasan dan merobek pahanya.
Setelah sembuh beberapa bulan kemudian Hasan berkutbah di Madain, Iraq. Begini kata-katanya;
“Wahai penduduk Kufah ! Jiwaku menjadi kalut karena tiga hal yang kalian lakukan, kalian telah membunuh ayahku, kalian menikam pahaku, dan kalian merampas barangku!”
Hasan memilih perdamaian, padahal saat itu Hasan memiliki pasukan besar seperti gunung ungkap Amru bin Ash.
Tidak sedikit Syiah (pengikut) Ali-Hasan berbalik mencela dan menghina Hasan karena penduduk Iraq (Persia) tak ingin tunduk pada Muawiyah, simbol Arab-Quraisy.
Dan puncak pengkhianatan masyarakat Kufah terjadi yang mengakibatkan terbunuhnya Hussein bin Ali ra.
Pasca wafatnya Muawiyah dan naiknya Yazid bin Muawiyah, muncullah dukungan dari Kufah membaiat Hussein. Penduduk Kufah mengundang Husein ke Kufah untuk dibaiat, surat menyurat dilakukan intensif sampai Husein bertekad berangkat ke Kufah meski dicegah para sahabat di Makkah. Namun saat Husein mulai melangkahkan kaki meninggalkan Makkah menuju Kufah, Iraq, di Kufah mendukung Husein telah mencabut dukungannya karena tekanan Gubernur Kufah-Basrah, yakni Ubaidullah bin Ziyad.
Husein tidak menerima surat terakhir dari sepupunya Muslim bin Aqil yang berbunyi; “Kembalilah, dan bawalah keluargamu pulang, jangan tertipu seruan penduduk Kufah. Mereka memang pernah membela ayahmu namun ingatlah ayahmu ingin sekali berpisah dari mereka baik karena kematian ataupun terbunuh. Sungguh mereka telah mendustai kita. Sungguh seruan para pembohong tidak patut didengarkan.”
Akhirnya tragedi Karbala seburuk-buruk peristiwa terjadi hanya beberapa kilometer dari Kufah, tanpa ada orang Kufah (Syiah-Persia) pun yang rela mengorbankan dirinya untuk keselamatan Husein.
Lalu untuk apa Syiah saat ini merayakan tragedi Karbala dengan tangisan dan siksaan? Menyesali dosa mereka pada keluarga Nabi ? Atau membuat sinetron untuk memutarbalikkan fakta dan mencari simpati?
Pasca tragedi Karbala, keluarga Husein yang tersisa dievakuasi ke Kufah. Fatimah binti Husein marah pada penduduk Kufah, “Wahai penduduk Kufah! Kalian adalah para penipu dan pengkhianat!”
Ali Zainal Abidin ikut berteriak,”Kenapa kalian menangisi dan meratapi kami? Kalian pikir siapa yang telah membunuh kami?”
Itulah Kufah dan penduduknya, kota warisan Majusi-Persia yang bertemorfosis menjadi Syiah-Khawarij dengan ribuan dusta yang menjadikan pembunuh Abu Lulu pembunuh Khalifah Umar ra sebagai pahlawan.
Mereka juga yang membunuh Ali dan Husein, lalu mereka pula yang mempropagandakan keimaman Ali-Husein dan keturunannya. Ataukah karena Husein suami dari putri terakhir Kaisar Persia ?
Semoga pengikut Syiah membaca artikel singkat ini, meluruskan pemahaman dan bertaubat dari menjadi kaki tangan Majusi-Persia-Iran.*
Nugra Abu Fatah
Penulis buku Panglima Surga. Bahan diambil dari -Mausuah al Hasan wal Husein dan Fitnah Kubra oleh Muhammad Amhazun. Twitter: @nugrazee
No comments:
Post a Comment