Terkuak, Kanibalisme Merajalela di Kamp Konsentrasi Nazi
"Hukum rimba berlaku di antara para tawanan: di malam hari Anda membunuh atau dibunuh, semakin hari, kanibalisme semakin merajalela."
Harold Le Druillenec, satu-satunya orang Inggris yang selamat dan ditemukan di kamp konsentrasi Bergen-Belsen pada akhir Perang Dunia ke-II merinci dalam sebuah dokumen bagaimana korban kekejaman Nazi terpaksa melakukan kanibalisme untuk bertahan hidup.
Terletak di barat daya kota Bergen dekat Celle, Bergen-Belsen (atau Belsen) awalnya didirikan sebagai kamp tahanan perang, namun pada tahun 1943 bagian itu menjadi kamp konsentrasi. Lebih dari 70.000 orang meninggal di Bergen-Belsen antara tahun 1941-1945.
Harold ditangkap di Jersey pada tahun 1944 ketika menolong saudarinya untuk melarikan diri melalui pelabuhan bersama tawanan perang Rusia. Setelah perang berakhir, ia memberikan kesaksian di pengadilan Belsen ketika puluhan pria dan wanita dinyatakan bersalah karena peran mereka dalam kejahatan yang terjadi di kamp.
“Saya selamat dari tiga kamp konsentrasi berkat banyak keberuntungan dan kemampuan untuk hidup berdampingan dengan bangkai. Saya mempertahankan sifat ini,” ujar Harold yang dirilis hari ini oleh Arsip Nasional Inggris. Ia menuntut kompensasi atas disabilitas yang kini ia sandang.
Harold mengatakan bahwa di kamp konsentrasi itu, tidak ada makanan dan air. Bahkan tidur adalah hal mustahil di Belsen, kamp terburuk dari tiga kamp yang pernah ditempatinya.
Selama menjadi tawanan, hampir seluruh waktu Ia habiskan dengan mengangkat mayat-mayat ke dalam kuburan raksasa yang digali untuk para tawanan.
“Hukum rimba berlaku di antara para tawanan: di malam hari anda membunuh atau dibunuh, semakin hari, kanibalisme semakin merajalela,” tuturnya.
Harold dibebaskan setelah ditawan selama 10 bulan. Berat badannya menyusut hingga setengahnya, dan ia harus menghabiskan hampir setahun untuk pulih dari disentri, kudis, malnutrisi dan septikemia yang ia derita.
Pemerintah setempat akhirnya setuju untuk membayar ganti rugi kepada Harold untuk waktu yang ia habiskan di penjara dan cacat yang ia derita.
Terletak di barat daya kota Bergen dekat Celle, Bergen-Belsen (atau Belsen) awalnya didirikan sebagai kamp tahanan perang, namun pada tahun 1943 bagian itu menjadi kamp konsentrasi. Lebih dari 70.000 orang meninggal di Bergen-Belsen antara tahun 1941-1945.
Harold ditangkap di Jersey pada tahun 1944 ketika menolong saudarinya untuk melarikan diri melalui pelabuhan bersama tawanan perang Rusia. Setelah perang berakhir, ia memberikan kesaksian di pengadilan Belsen ketika puluhan pria dan wanita dinyatakan bersalah karena peran mereka dalam kejahatan yang terjadi di kamp.
“Saya selamat dari tiga kamp konsentrasi berkat banyak keberuntungan dan kemampuan untuk hidup berdampingan dengan bangkai. Saya mempertahankan sifat ini,” ujar Harold yang dirilis hari ini oleh Arsip Nasional Inggris. Ia menuntut kompensasi atas disabilitas yang kini ia sandang.
Harold mengatakan bahwa di kamp konsentrasi itu, tidak ada makanan dan air. Bahkan tidur adalah hal mustahil di Belsen, kamp terburuk dari tiga kamp yang pernah ditempatinya.
Selama menjadi tawanan, hampir seluruh waktu Ia habiskan dengan mengangkat mayat-mayat ke dalam kuburan raksasa yang digali untuk para tawanan.
“Hukum rimba berlaku di antara para tawanan: di malam hari anda membunuh atau dibunuh, semakin hari, kanibalisme semakin merajalela,” tuturnya.
Harold dibebaskan setelah ditawan selama 10 bulan. Berat badannya menyusut hingga setengahnya, dan ia harus menghabiskan hampir setahun untuk pulih dari disentri, kudis, malnutrisi dan septikemia yang ia derita.
Pemerintah setempat akhirnya setuju untuk membayar ganti rugi kepada Harold untuk waktu yang ia habiskan di penjara dan cacat yang ia derita.
(Lutfi Fauziah/The Independent)
No comments:
Post a Comment