Sekelumit Kisah KH Ahmad Dahlan Merintis Muhammadiyah
Besok, Persyarikatan Muhammadiyah akan merayakan milad ke-104 tahun. Sepak terjang salah satu organisasi terbesar di dunia itu bermula dari kegigihan tokoh Muslim, KH Ahmad Dahlan.
Beliau merupakan sosok yang mengabdikan diri kepada umat Islam dan Indonesia. Suami dari Nyai Ahmad Dahlan ini menghendaki Muhammadiyah untuk mewujudkan semboyan “Sedikit bicara, banyak bekerja.”
Dikisahkan, dalam sebuah upaya untuk memperkenalkan Muhammadiyah, beliau mendapatkan penghinaan keras. Itu setidaknya terlihat dari sebuah surat yang berisi fitnah. Sepulang dari menyiarkan Islam di Banyuwangi, sebuah surat sampai kepadanya.
Tertulis di dalamnya kata-kata: “Hai ulama palsu yang busuk! Datanglah kemari sekali lagi, kalau memang benar ajakanmu itu. Kami akan menyambut kedatanganmu dengan belati tajam dan golok besar, biar engkau pulang menjadi bangkai. Bawalah istrimu sekali supaya dapat kami selesaikan pula.” Demikian seperti dikutip dari buku 'Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam' (1992, hlm. 44-46).
Setelah selesai membaca surat itu, KH Ahmad Dahlan bersiap-siap bersama istrinya pergi ke kota tersebut. Keputusan beliau segera menimbulkan kecemasan di kalangan sanak kerabat.
Dengan tenang, KH Ahmad Dahlan berpesan: “Kalau orang yang durhaka telah berani bertindak begitu, kenapa kami yang membawa kebenaran dan hendak menyiarkan agama yang haq harus takut kepada mereka? Kami harus berangkat sekarang juga untuk mengajar dan mendidik mereka.”
Namun, sesampainya KH Ahmad Dahlan dan istri di Banyuwangi, ancaman yang dialamatkan kepada mereka tidak terjadi.
Jangankan ada orang yang mengganggu. Sepatah kata pun tidak ada yang bermakna permusuhan ditujukan kepada KH Ahmad Dahlan. Bahkan, sesudah tabligh selama beberapa hari, sebuah cabang Muhammadiyah berdiri di Banyuwangi. Pendekatan dakwah dan keberanian beliau berhasil mengatasi isu-isu yang berpotensi kekerasan.
Kisah lainnya, yakni ketika KH Ahmad Dahlan berada di Tosari Keresidenan Pasuruan, Jawa Timur. Kala itu, beliau dalam kondisi sakit keras, sehingga memerlukan istirahat dengan menghentikan sejenak aktivitas dakwah.
Namun, dalam waktu istirahat itu, KH Ahmad Dahlan tetap menyampaikan pelajaran Islam kepada para pegawai rumah pesanggrahan. Bahkan, beliau menyempatkan diri ikut memperbaiki surau tempat para jamaah shalat dan berkumpul.
Dalam kondisi demikian, semangat tablighnya justru semakin bertambah. KH Ahmad Dahlan khawatir bila ajalnya tiba, sedangkan tugas syiar Islam dalam keadaan terlantar.
Semangat beliau untuk menyesuaikan antara dakwah lisan dan perbuatan. Inilah yang dilanjutkan para pengikut dan murid-muridnya bertahun-tahun kemudian. Surat Ash-Shaf ayat 2 dan 3 menjadi pemicunya:
“Wahai sekalian orang mukmin, mengapa engkau mengatakan sesuatu yang engkau sendiri tidak mengerjakan? Amat besar murka Allah kepada engkau yang mengajak dan menyerukan sesuatu sedang engkau sendiri tidak mau mengerjakan.”
Beliau merupakan sosok yang mengabdikan diri kepada umat Islam dan Indonesia. Suami dari Nyai Ahmad Dahlan ini menghendaki Muhammadiyah untuk mewujudkan semboyan “Sedikit bicara, banyak bekerja.”
Dikisahkan, dalam sebuah upaya untuk memperkenalkan Muhammadiyah, beliau mendapatkan penghinaan keras. Itu setidaknya terlihat dari sebuah surat yang berisi fitnah. Sepulang dari menyiarkan Islam di Banyuwangi, sebuah surat sampai kepadanya.
Tertulis di dalamnya kata-kata: “Hai ulama palsu yang busuk! Datanglah kemari sekali lagi, kalau memang benar ajakanmu itu. Kami akan menyambut kedatanganmu dengan belati tajam dan golok besar, biar engkau pulang menjadi bangkai. Bawalah istrimu sekali supaya dapat kami selesaikan pula.” Demikian seperti dikutip dari buku 'Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam' (1992, hlm. 44-46).
Setelah selesai membaca surat itu, KH Ahmad Dahlan bersiap-siap bersama istrinya pergi ke kota tersebut. Keputusan beliau segera menimbulkan kecemasan di kalangan sanak kerabat.
Dengan tenang, KH Ahmad Dahlan berpesan: “Kalau orang yang durhaka telah berani bertindak begitu, kenapa kami yang membawa kebenaran dan hendak menyiarkan agama yang haq harus takut kepada mereka? Kami harus berangkat sekarang juga untuk mengajar dan mendidik mereka.”
Namun, sesampainya KH Ahmad Dahlan dan istri di Banyuwangi, ancaman yang dialamatkan kepada mereka tidak terjadi.
Jangankan ada orang yang mengganggu. Sepatah kata pun tidak ada yang bermakna permusuhan ditujukan kepada KH Ahmad Dahlan. Bahkan, sesudah tabligh selama beberapa hari, sebuah cabang Muhammadiyah berdiri di Banyuwangi. Pendekatan dakwah dan keberanian beliau berhasil mengatasi isu-isu yang berpotensi kekerasan.
Kisah lainnya, yakni ketika KH Ahmad Dahlan berada di Tosari Keresidenan Pasuruan, Jawa Timur. Kala itu, beliau dalam kondisi sakit keras, sehingga memerlukan istirahat dengan menghentikan sejenak aktivitas dakwah.
Namun, dalam waktu istirahat itu, KH Ahmad Dahlan tetap menyampaikan pelajaran Islam kepada para pegawai rumah pesanggrahan. Bahkan, beliau menyempatkan diri ikut memperbaiki surau tempat para jamaah shalat dan berkumpul.
Dalam kondisi demikian, semangat tablighnya justru semakin bertambah. KH Ahmad Dahlan khawatir bila ajalnya tiba, sedangkan tugas syiar Islam dalam keadaan terlantar.
Semangat beliau untuk menyesuaikan antara dakwah lisan dan perbuatan. Inilah yang dilanjutkan para pengikut dan murid-muridnya bertahun-tahun kemudian. Surat Ash-Shaf ayat 2 dan 3 menjadi pemicunya:
“Wahai sekalian orang mukmin, mengapa engkau mengatakan sesuatu yang engkau sendiri tidak mengerjakan? Amat besar murka Allah kepada engkau yang mengajak dan menyerukan sesuatu sedang engkau sendiri tidak mau mengerjakan.”
No comments:
Post a Comment