Dengan 600 Prajurit, Frederict II Duduki Al-Quds
Dalam Perang Salib VII Raja Louis IX menderita kekalahan. Ia sendiri ditawan oleh pasukan Islam dan pasukannya terusir dari kota DimyaDinasti Ayubiyah menjalin hubungan dengan Frederict penguasa Kristen Eropa yang enggan bergabung dengan kekuatan Salib.
Hubungan diplomasi antara Dinasti Ayubiyah dengan sejumlah kekuatan Kristen Eropa terus berlanjut pasca Shalahuddin Al-Ayubi. Sultan Al-Kamil bin Al-Adil Al-Ayubi penguasa Mesir menjalin hubungan istimewa dengan Frederict II penguasa imperium Romawi di Jerman, Italia, dan Sisilia.
Ibnu Washil berkisah mengenai Frederict II, “Di antara raja-raja Frank, ada seorang yang memiliki keutamaan, menyukai hikmah, mantiq, dan ilmu kedokteran serta memiliki kecenderungan kepada umat Islam. Hal itu karena tempat tinggal asalnya di Sisilia, sedangkan ia, ayahnya, serta kakeknya adalah rajanya, sedangkan penduduk pulau itu adalah umat Islam.” (Mufarrij Al-Karub, 2/318).
Frederict II sendiri pernah bertanya mengenai Khalifah Abbasiyah kepada Amir Fakhruddin, pejabat Dinasti Al-Ayubi di masa Sultan Al-Kamil. Amir Fakhruddin menjelaskan bahwa para khalifah berasal dari keturunan paman Rasulullah SAW, Abbas. Maka, Frederict menyampaikan, “Betapa mulia ini, namun mereka (Frank) mengambil laki-laki dari tong sampah, tidak memiliki hubungan sebab atau nasab dari Isa Al-Masih, bodoh. Dan mereka menjadikannya pemimpin bagi mereka yang posisinya manggantikan Al-Masih. Sedangkan khalifah kalian adalah keturunan dari paman Nabi kalian. Dialah manusia yang paling berhak karena kedudukannya.” (Mufarrij Al-Karub, 4/251).
Frederict II juga penguasa yang mencintai ilmu, ia sering mengirimkan pertanyaan-pertanyaan kepada Sultan Al-Kamil mengenai berbagai disiplin ilmu. Sultan Al-Kamil pun merujuk kepada Syaikh Ilmuddin Qaishar yang merupakan ulama masyhur dalam bidang matematika, lalu megirimkan jawabannya ke Frederict II. (Mufarrij Al-Karub, 4/242).
Selain itu, Frederict II juga tidak ikut serta dalam seruan Perang Salib, yang akhirnya menyebabkan konflik dengan paus serta Gereja Roma. Paus dan gereja Roma telah memandang Frederict II serta nenek moyangnya sebagai musuh gereja.
Ketika terjadi konflik antara Sultan Al-Kamil dengan saudaranya, Al-Muadzam Isa penguasa Damaskus, kedua belah pihak meminta bantuan dengan pihak luar. Al-Muadzam Isa meminta bantuan kepada Al-Khawarizmiyah sedangkan Al-Kamil meminta bantuan kepada Frederict II. Al-Kamil mengirim utusan khusus ke Sisilia, yakni Amir Fakhruddin untuk meminta Frederict II mengirimkan pasukannya ke Syam, dan sebagai balasannya Al-Kamil akan memberikan Al-Quds dan wilayah yang telah direbut Shalahuddin Al-Ayubi dan Frederict II. Akhirnya Frederict dengan membawa 600 anggota pasukannya melakukan pelayaran ke Syam.
Mendengar kabar tersebut, sebelum pasukan Frederict II sampai di Syam, Paus Gregory VII mengirim utusan kepada Sultan Al-Kamil, agar tidak menyerahkan Al-Quds kepada Frederic II. Seakan-akan konflik antara pihak paus dengan Frederict II lebih penting daripada pertempuran umat Islam dan penguasa Kristen di Syam.
Al-Kamil pun berubah pemikiran mengenai bantuan Frederict II karena wafatnya Al-Muadzam Isa, hingga ia tidak perlu lagi bantuan dari Frederict II. Namun, Frederict II terus meminta kepada Al-Kamil untuk mewujudkan janjinya. Frederict II menyatakan kepada Amir Fakhruddin, “Kalau bukan untuk menjaga mertabatku di hadapan para penguasa Eropa, maka aku tidak membebani Sultan apapun mengenai hal itu. Dan aku tidak memiliki tujuan apapun terhadap Al-Quds juga wilayah lainnya. Aku hanya ingin menjaga ajaranku di hadapan mereka.” (Al-Mufarrij Al-Karub, 4/243).
Tajamnya “Senjata Diplomasi” dalam Perang Salib [1]
Akhirnya, antara Frederict II dan Sultan Al-Kamil sepakat damai selama 10 tahun dan Frederict II memperoleh Bait Al-Maqdis. Namun Al-Kamil mensyaratkan agar umat Islam tetap tinggal di Bait Al-Maqdis seperti semula, dan tidak pula ada perbaikan tembok pertahanan, serta Masjid Al Aqsha tetap dalam kekuaasaan umat Islam dan tetap dijaga syiar Islam. Syarat tidak adanya pembangunan tembok pertahanan bertujuan agar Sultan Al-Kamil dengan mudah merebut kembali Al-Quds jika ia menghendaki.
Ingin Mendengar Kumandang Azan
Ketika berita mengenai kesepakatan sampai ke Damaskus dan lainnya, umat Islam marah dan bertambahlah kebencian kepada Sultan Al-Kamil. Di waktu yang sama, para penguasa Salib juga marah kepada Frederict II yang berhasil menguasai Al-Quds tanpa bekerja sama dengan para penguasa lainnya dan itu dilakukan dengan cara damai.
Setelah terwujud kesepakatan itu, Frederict II meminta izin kepada Sultan Al-Kamil untuk berkunjung ke Bait Al-Maqdis dan menginap selama satu malam. Sultan Al-Kamil pun menugaskankan Qadhi Syamsuddin dari Nablus untuk mendampingi. Frederict II kagum menyaksikan bangunan Kubah Sakhra’. Saat itu, Qadhi Syamsuddin memerintahkan agar para muadzin di malam itu tidak mengumandangkan adzan selama kunjungan Frederict II. Hingga akhirnya Frederict II bertanya, “Wahai Qadhi, kenapa para muadzin tidak mengumandangan adzan seperti biasanya?”
Qadhi Syamsuddin mengutarakan bahwa hal itu dilakukan dalam rangka menghormatinya. Frederict II membalas, “Anda salah atas perbuatan Anda, demi Allah sesungguhnya tujuan utamaku untuk bermalam di Al-Quds untuk mendengar adzan para muadzin dan tasbih mereka di malam hari.” (Mufarrij Al-Karub, 4/244,245).
Namun setelah 15 tahun dalam kekuasaan Frederict II, Al-Quds direbut oleh Khawarizmiyah. Maski demikian hubungan antara Frederict II dengan Dinasti Ayubiyah terus berlangsung pasca wafatnya Al-Kamil yang diganti oleh putranya Sultan Shalih Najmuddin Ayub.
Kala itu Frederict II juga memperingatkan Sultan Shalih Najmuddin Ayub mengenai persiapan Raja Louis IX penguasa Perancis untuk menyerang Mesir pada Perang Salib VII. Frederict II pun mengirim utusannya kepada Louis IX untuk membatalkan niatnya tersebut dan memperingatkan akibat keputusan itu. Namun Louis IX menolak saran tersebut. Maka Frederict mengirimkan utusan kepada Sultan Shalih Najmuddin Ayub dengan secara diam-diam untuk memberitahukan hal itu.
Ibnu Washil menceritakan apa yang disampaikan oleh utusan tersebut, “Perjalananku ke Mesir kala itu serta kepulanganku dengan memakai pakaian sebagaimana layaknya seorang pedagang dan tidak ada yang tahu akan pertemuanku dengan Sultan Shalih, khawatir pihak Frank mengetahui bahwa Kaisar condong kepada umat Islam.” (Mufarrij Al Karub, 4/ 247).
Dalam Perang Salib VII Raja Louis IX menderita kekalahan. Ia sendiri ditawan oleh pasukan Islam dan pasukannya terusir dari kota Dimyat.*
Rep: Thoriq
Editor: Cholis Akbar
Hubungan diplomasi antara Dinasti Ayubiyah dengan sejumlah kekuatan Kristen Eropa terus berlanjut pasca Shalahuddin Al-Ayubi. Sultan Al-Kamil bin Al-Adil Al-Ayubi penguasa Mesir menjalin hubungan istimewa dengan Frederict II penguasa imperium Romawi di Jerman, Italia, dan Sisilia.
Ibnu Washil berkisah mengenai Frederict II, “Di antara raja-raja Frank, ada seorang yang memiliki keutamaan, menyukai hikmah, mantiq, dan ilmu kedokteran serta memiliki kecenderungan kepada umat Islam. Hal itu karena tempat tinggal asalnya di Sisilia, sedangkan ia, ayahnya, serta kakeknya adalah rajanya, sedangkan penduduk pulau itu adalah umat Islam.” (Mufarrij Al-Karub, 2/318).
Frederict II sendiri pernah bertanya mengenai Khalifah Abbasiyah kepada Amir Fakhruddin, pejabat Dinasti Al-Ayubi di masa Sultan Al-Kamil. Amir Fakhruddin menjelaskan bahwa para khalifah berasal dari keturunan paman Rasulullah SAW, Abbas. Maka, Frederict menyampaikan, “Betapa mulia ini, namun mereka (Frank) mengambil laki-laki dari tong sampah, tidak memiliki hubungan sebab atau nasab dari Isa Al-Masih, bodoh. Dan mereka menjadikannya pemimpin bagi mereka yang posisinya manggantikan Al-Masih. Sedangkan khalifah kalian adalah keturunan dari paman Nabi kalian. Dialah manusia yang paling berhak karena kedudukannya.” (Mufarrij Al-Karub, 4/251).
Frederict II juga penguasa yang mencintai ilmu, ia sering mengirimkan pertanyaan-pertanyaan kepada Sultan Al-Kamil mengenai berbagai disiplin ilmu. Sultan Al-Kamil pun merujuk kepada Syaikh Ilmuddin Qaishar yang merupakan ulama masyhur dalam bidang matematika, lalu megirimkan jawabannya ke Frederict II. (Mufarrij Al-Karub, 4/242).
Selain itu, Frederict II juga tidak ikut serta dalam seruan Perang Salib, yang akhirnya menyebabkan konflik dengan paus serta Gereja Roma. Paus dan gereja Roma telah memandang Frederict II serta nenek moyangnya sebagai musuh gereja.
Ketika terjadi konflik antara Sultan Al-Kamil dengan saudaranya, Al-Muadzam Isa penguasa Damaskus, kedua belah pihak meminta bantuan dengan pihak luar. Al-Muadzam Isa meminta bantuan kepada Al-Khawarizmiyah sedangkan Al-Kamil meminta bantuan kepada Frederict II. Al-Kamil mengirim utusan khusus ke Sisilia, yakni Amir Fakhruddin untuk meminta Frederict II mengirimkan pasukannya ke Syam, dan sebagai balasannya Al-Kamil akan memberikan Al-Quds dan wilayah yang telah direbut Shalahuddin Al-Ayubi dan Frederict II. Akhirnya Frederict dengan membawa 600 anggota pasukannya melakukan pelayaran ke Syam.
Mendengar kabar tersebut, sebelum pasukan Frederict II sampai di Syam, Paus Gregory VII mengirim utusan kepada Sultan Al-Kamil, agar tidak menyerahkan Al-Quds kepada Frederic II. Seakan-akan konflik antara pihak paus dengan Frederict II lebih penting daripada pertempuran umat Islam dan penguasa Kristen di Syam.
Al-Kamil pun berubah pemikiran mengenai bantuan Frederict II karena wafatnya Al-Muadzam Isa, hingga ia tidak perlu lagi bantuan dari Frederict II. Namun, Frederict II terus meminta kepada Al-Kamil untuk mewujudkan janjinya. Frederict II menyatakan kepada Amir Fakhruddin, “Kalau bukan untuk menjaga mertabatku di hadapan para penguasa Eropa, maka aku tidak membebani Sultan apapun mengenai hal itu. Dan aku tidak memiliki tujuan apapun terhadap Al-Quds juga wilayah lainnya. Aku hanya ingin menjaga ajaranku di hadapan mereka.” (Al-Mufarrij Al-Karub, 4/243).
Tajamnya “Senjata Diplomasi” dalam Perang Salib [1]
Akhirnya, antara Frederict II dan Sultan Al-Kamil sepakat damai selama 10 tahun dan Frederict II memperoleh Bait Al-Maqdis. Namun Al-Kamil mensyaratkan agar umat Islam tetap tinggal di Bait Al-Maqdis seperti semula, dan tidak pula ada perbaikan tembok pertahanan, serta Masjid Al Aqsha tetap dalam kekuaasaan umat Islam dan tetap dijaga syiar Islam. Syarat tidak adanya pembangunan tembok pertahanan bertujuan agar Sultan Al-Kamil dengan mudah merebut kembali Al-Quds jika ia menghendaki.
Ingin Mendengar Kumandang Azan
Ketika berita mengenai kesepakatan sampai ke Damaskus dan lainnya, umat Islam marah dan bertambahlah kebencian kepada Sultan Al-Kamil. Di waktu yang sama, para penguasa Salib juga marah kepada Frederict II yang berhasil menguasai Al-Quds tanpa bekerja sama dengan para penguasa lainnya dan itu dilakukan dengan cara damai.
Setelah terwujud kesepakatan itu, Frederict II meminta izin kepada Sultan Al-Kamil untuk berkunjung ke Bait Al-Maqdis dan menginap selama satu malam. Sultan Al-Kamil pun menugaskankan Qadhi Syamsuddin dari Nablus untuk mendampingi. Frederict II kagum menyaksikan bangunan Kubah Sakhra’. Saat itu, Qadhi Syamsuddin memerintahkan agar para muadzin di malam itu tidak mengumandangkan adzan selama kunjungan Frederict II. Hingga akhirnya Frederict II bertanya, “Wahai Qadhi, kenapa para muadzin tidak mengumandangan adzan seperti biasanya?”
Qadhi Syamsuddin mengutarakan bahwa hal itu dilakukan dalam rangka menghormatinya. Frederict II membalas, “Anda salah atas perbuatan Anda, demi Allah sesungguhnya tujuan utamaku untuk bermalam di Al-Quds untuk mendengar adzan para muadzin dan tasbih mereka di malam hari.” (Mufarrij Al-Karub, 4/244,245).
Namun setelah 15 tahun dalam kekuasaan Frederict II, Al-Quds direbut oleh Khawarizmiyah. Maski demikian hubungan antara Frederict II dengan Dinasti Ayubiyah terus berlangsung pasca wafatnya Al-Kamil yang diganti oleh putranya Sultan Shalih Najmuddin Ayub.
Kala itu Frederict II juga memperingatkan Sultan Shalih Najmuddin Ayub mengenai persiapan Raja Louis IX penguasa Perancis untuk menyerang Mesir pada Perang Salib VII. Frederict II pun mengirim utusannya kepada Louis IX untuk membatalkan niatnya tersebut dan memperingatkan akibat keputusan itu. Namun Louis IX menolak saran tersebut. Maka Frederict mengirimkan utusan kepada Sultan Shalih Najmuddin Ayub dengan secara diam-diam untuk memberitahukan hal itu.
Ibnu Washil menceritakan apa yang disampaikan oleh utusan tersebut, “Perjalananku ke Mesir kala itu serta kepulanganku dengan memakai pakaian sebagaimana layaknya seorang pedagang dan tidak ada yang tahu akan pertemuanku dengan Sultan Shalih, khawatir pihak Frank mengetahui bahwa Kaisar condong kepada umat Islam.” (Mufarrij Al Karub, 4/ 247).
Dalam Perang Salib VII Raja Louis IX menderita kekalahan. Ia sendiri ditawan oleh pasukan Islam dan pasukannya terusir dari kota Dimyat.*
Rep: Thoriq
Editor: Cholis Akbar
No comments:
Post a Comment