PKI, Indonesia, dan China
Dengan kekuatan uangnya, State Capitalism ala China dapat mempengaruhi negara-negara yang membutuhkan dana untuk proyek infrastruktur, termasuk Indonesia
Beggy Rizkiyansyah
Beggy Rizkiyansyah
SAAT ini, hampir setiap hari kita menerima informasi soal Partai Komunis Indonesia (PKI) dan komunisme di media sosial. Bahaya PKI, menduga rezim pemerintah sekarang adalah PKI atau komunis. Benarkah demikian? Benarkah pemerintah sekarang adalah komunis? atau dipengaruhi PKI?
Mari kita coba melihat isu ini dengan fakta, bukan informasi yang disebut-sebut A1 atau sumber rahasia, atau semacamnya. Pemerintah saat ini, yang pasti bukan berideologi marxis-leninis. Bahkan ideologi ini secara resmi masih dilarang oleh undang-undang. Begitu pula sistem politiknya. Saat ini pemerintah terdiri dari koalisi berbagai partai, dari partai berideologi nasionalis sampai partai yang memiliki segmen pemilih muslim seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pemerintah saat ini bukan pula diktatur proletariat atau sistem satu partai. Lantas bagaimana dengan kebijakannya? Apakah kebijakan pemerintah seperti negara komunis?
Saat ini yang jelas faktor-faktor produksi dalam negeri tidak dikuasai oleh negara. Negara komunis adalah negara yang sentralistik. Faktor-faktor produksinya dikuasai oleh negara. Di Indonesia saat ini, justru kebalikannya, banyak dari faktor produksi termasuk sumber daya alam dikuasai atau dikelola oleh perusahaan multinasional asing. Properti atau tanah dikuasai oleh segelintir korporasi swasta. Bahkan belum lama ini, salah satu menteri mengatakan akan mengizinkan pihak asing untuk menguasai pulau-pulau di Indonesia. Belum lagi ide presiden untuk memberi kesempatan pada orang asing untuk menduduki posisi puncak di BUMN.
Pemerintah saat ini juga perlahan-lahan mencabut subsidi listrik bagi rakyat. Perlahan mengurangi persediaan BBM bersubsidi. Harga-harga tanah tak dikendalikan. Penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Yang terasa justru saat ini pemerintah meneruskan kebijakan liberalisasi ekonomi. Ini jelas bukan ciri-ciri penganut atau terpengaruh komunisme. Lantas dimana komunisnya?
Jika ada yang menyebut beberapa orang dalam lingkaran istana adalah aktivis ‘kiri.’ itu pun jadi pertanyaan? apakah aktivis ‘kiri’ itu berpengaruh? Atau dia malah terpengaruh arus besar di istana? Bukankah pada era Presiden Susilo B Yudhoyono kemarin ada juga mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dikenal ‘kiri’ yang jadi staf khusus? Kursi empuk seringkali membuat orang meninggalkan idealisme lamanya, nampaknya begitu pula yang terjadi saat ini.
Sikap pemerintah saat ini yang represif dan memojokkan umat Islam dan ulama disebut-sebut sebagai sikap rezim komunis. Perlu diketahui, sikap semacam ini bukan saja pernah terjadi pada saat PKI menempel pada rezim orde lama, tetapi dipraktekkan tak kalah keji saat rezim orde baru. Aktivis islam ditangkapi. Dihembuskan isu ‘komando jihad.’ Politik Islam dipinggirkan. Beragam peristiwa berdarah yang membuat umat Islam jadi korban, seperti misalnya Tragedi Tanjung Priok juga terjadi pada saat rezim orde baru.
Jika saat ini muncul beberapa foto orang-orang menggunakan baju bergambar palu arit, apa ini berarti orang-orang komunis sudah memenuhi Indonesia? Jika ada beberapa orang Indonesia mengaku bergabung dengan ISIS apa ini berarti ISIS sudah mempengaruhi pikiran umat Islam di Indonesia? tentu saja tidak.
Satu faktor lagi yang membuat orang mengaitkan pemerintah saat ini dengan komunis(me). Yaitu begitu condongnya pemerintah saat ini dengan Pemerintah China (RRC).
Tak bisa dipungkiri, Negara China (RRC) saat ini adalah salah satu negara dengan kekuatan ekonomi dan politik yang kuat. Bukan Indonesia saja yang saat ini dipengaruhi oleh China. Tetapi ada banyak negara lainnya seperti Sri Lanka, Kamboja, Zimbabwe, Angola dan lainnya. Hegemoni China ini perlu dipahami dengan melihat ekspansi mereka. Hegemoni China ini merupakan bagian dari ambisi global mereka terkait dengan proyek Jalur Sutra baru mereka menembus Eropa (http://www.spiegel.de/international/world/china-is-building-new-silk-road-to-central-asia-and-europe-a-1110148.html) dan Jalur Sutra Maritim (http://www.spiegel.de/international/world/china-increasing-overseas-ambitions-with-maritime-silk-road-a-1110735.html).
Dengan kekuatan uangnya, State Capitalism ala China dapat mempengaruhi negara-negara yang membutuhkan dana untuk proyek infrastruktur, termasuk Indonesia. Proyek-proyek ini pula yang membuat yang kita perlu khawatir agar hegemoni China (RRC) atas negara kita agar jangan sampai berakhir seperti Sri Lanka. Sri Lanka meminjam dana dari China untuk membangun salah satu bandara, namun akhirnya bandara ini gagal, dan menjadi salah satu bandara tersepi di dunia. Terjerat hutang, jalan keluarnya adalah perusahaan asal China mendapatkan penguasaan atas beberapa proyek di Sri Lanka (http://www.forbes.com/sites/wadeshepard/2016/07/31/china-to-sri-lanka-we-want-our-money-not-your-empty-airport/#489790bd1169).
Menariknya, utang besar Sri Lanka dari China juga untuk pembiayaan memerangi pemberontak Macan Tamil yang berpaham Maois. Negara Komunis China membiayai pemusnahan pemberontak yang berpaham Mao-is yang terinspirasi Mao Tse Tung, Bapak Komunis China. Jadi jika sebuah negara dicengkram oleh China lewat hutang bukan berarti negara tersebut akan di-komunis-kan. Alih-laih, negara yang terjerat hutang menjadi negara satelit demi memuluskan hegemoni dan ekspansi China.
Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa
No comments:
Post a Comment