Ulah Kaum Munafik di Zaman Nabi
Mengaku orang beriman tapi tak senang dengan penerapan syariat Islam. Identitasnya Muslim tapi ucapan dan tindakannya berpihak pada musuh, itulah kaum munafik
ILUSTRASI
KERASNYA permusuhan orang munafik dengan umat Islam bukanlah terbilang baru. Hal itu dikatakan ahli tafsir, Abdurrahman as-Sa’di Rahimahullah (Ra).
Menurut as-Sa’di, sejak awal orang munafik sudah gelisah dan berusaha melemahkan persaudaraan umat Islam antara kaum Muhajirin dan Anshar di kota Madinah.
Meski berbaju sama namun orang munafik punya sikap berbeda dengan orang beriman. Mereka selalu berhasrat agar malapetaka dan keburukan menimpa umat Islam. Mereka bersorak jika mendapati kelemahan dan kekurangan saudara mereka sendiri. Selamanya orang munafik tak rela melihat kebaikan atau kesuksesan saudaranya, meski ia sendiri menikmati manfaat dari kebaikan tersebut.
Parahnya lagi, secara sengaja mereka suka menyakiti dan menista orang-orang beriman, baik dengan perkataan atau perbuatan.
Allah berfirman:
هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لَا تُنفِقُوا عَلَى مَنْ عِندَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).
Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya. Padahal kemuliaaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 7-8).
Tengok saja apa yang mereka lakukan di Madinah, seperti diceritakan ayat di atas. Dengan terang orang munafik memprovokasi masyarakat Madinah agar tidak memberi infak kepada kaum Muhajirin. Harapannya, mereka bubar dan meninggalkan Rasulullah berdakwah sendirian.
Dijelaskan oleh Mufassir Muhammad Ali ash-Shabuni, ucapan tersebut adalah pelecehan untuk mentertawakan Nabi. Sebab andai orang munafik itu beriman kepada risalah Nabi, tentunya mereka tak akan melakukan hal tersebut.
Tak cuma itu, di ayat selanjutnya, orang munafik kembali berulah. Pemimpin mereka Abdullah bin Ubai bin Salul, berkata: Sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari kota Madinah.
Ahli tafsir lainnya, al-Qurthubi menjelaskan, orang munafik mengira kekuatan atau kemuliaan itu ada pada banyaknya harta benda dan pengikut. Senada, ash-Shabuni melanjutkan, ayat tersebut menunjukkan adanya pembatasan makna (hashr). Bahwa kekuatan dan kemuliaan itu hanya milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman.
Lebih jauh, Hamka dalam tafsir al-Azhar mengingatkan, inilah gambaran jiwa kasar orang munafik dan orang kafir terhadap umat Islam. Mereka menganggap para pejuang dan pendakwah Islam tersebut hanya bergantung kepada materi dan benda-benda yang ada. Mereka menduga, kaum Muhajirin akan melemah dan tak berdaya sekiranya orang-orang Anshar tak lagi memberi bantuan, seperti hasutan Abdullah bin Ubay di atas.
Berkaca kepada realitas umat hari ini, persinggungan itu kembali nyata terlihat di masyarakat. Mengaku orang beriman tapi tak senang dengan penerapan syariat Islam. Identitasnya Muslim tapi ucapan dan dukungannya selalu berpihak kepada musuh Islam dan melemahkan kaum Muslimin. Itulah orang-orang munafik. Sukanya menangguk keuntungan di air keruh.*
No comments:
Post a Comment