Kenang Kisah Roma, Ikan Busuk Dimulai Dari Kepalanya
Cicero berkata: “Ikan membusuk mulai dari kepala.”
Nama lengkapnya adalah Marcus Tullius Cicero. Seorang orator ulung, negarawan, filsuf, ahli politik dan hukum. Dia hidup di Roma di jaman Romawi pada tahun 106-43 SM. Cicero sebenarnya bukan pertama yang mengucapkan hal itu. Kalimat bijak seperti itu dikutip dari ucapan para pedagang di pasar ikan Marcellum di Roma. Mereka mengatakan jika seekor ikan yang membusuk hingga ke ekor itu selalu saja berawal dari kepalanya.
Di depan para senator dan rakyat yang sedang berkumpul di sebuah gedung pertemuan umum, Cicero mengulangi kalimat itu. Penguasa Roma memang korup dan gemar dengan segala kemaksiatan, dan Cicero mengingatkannya. Ketika ditanya apa yang bisa dilakukan untuk memberantas korupsi para pejabat, dengan lantang tanpa takut sedikitpun Cicero berkata, “Potong kepalanya!” Kemudian dia melanjutkan, “Kebusukan suatu negeri selalu berawal dari puncaknya, dari pemimpin-pemimpinnya!” Semua pejabat Roma yang mendengar dan menyaksikan hal itu terdiam.
Rakyat tidak pernah korupsi. Kalau pun khilaf maka hanya mengambil sedikit sekadar untuk menghalau lapar, itu pun ada yang langsung dijebloskan ke dalam penjara atau bahkan yang mengerikan langsung dibakar hingga menemui ajal. Sangat beda dengan para pejabat yang melakukan tindak korupsi.
Di Roma kala itu, korupsi menjadi tradisi di lingkungan elitnya dan dilakukan tanpa rasa malu sedikit pun. Uang rakyat dijadikan bancakan, dibagi-bagi kepada sesama elit. Rakyat terus diperas atas nama pajak. Sedangkan para pejabat berfoya-foya dengan uang hasil merampok rakyat. Itu di Roma dahulu kala.
Berabad kemudian, di negeri nun jauh dari Roma , ada suatu negeri, walau negerinya dianugerahi Allah Swt kekayaan alam yang melimpah, iklim yang sangat bersahabat, tanah yang subur, laut yang kaya, dan matahari yang bersinar setiap hari sepanjang tahun, ratusan juta rakyatnya ternyata masih miskin melarat. Yang kaya hanya segelintir, kelas menengah yang bersusah payah berusaha dan sebagian berkolaborasi dengan lingkaran elit pejabat, memakan remah dari para elit yang tidak pernah kenyang. Ironisnya, yang super kaya di negeri ini malah bukan anak negerinya sendiri melainkan tamu yang telah puluhan tahun mengangkangi negeri dan menjadikan pribumi sebagai budak. Mereka bisa berbuat seperti itu karena melakukan “usaha peternakan”: beternak kepala ikan.
Indonesia hari-hari ini tengah dilanda euforia kemerdekaan. Para pendiri bangsa menyatakan kemerdekaan adalah jembatan emas untuk menuju kehidupan bangsa yang lebih makmur, adil, dan sejahtera. Nyatanya, jembatan emas itu sudah dibeli oleh orang asing, dan jika rakyat mau melewatinya maka mereka harus membayar upeti yang tidak sedikit. Jika Cicero masih hidup, bisa jadi ia akan menyerukan agar rakyat membangun jembatan emasnya lagi, jembatan emas yang lain, yang tidak bisa dicuri oleh orang asing dan para anteknya.
No comments:
Post a Comment