Rencana Pembunuhan Rasulullah dan Strategi Hijrah ke Madinah
Setelah 13 tahun berdakwah di Makkah, Nabi Muhammad shalallahu alahi wassalam memutuskan hijrah ke Yatsrib atau Madinah di era modern. Para ahli sejarah menilai strategi jitu berupa hijrah dari Makkah ke Madinah sebagai titik balik kebangkitan peradaban umat Islam atau the starting point of the Islamic era. Peristiwa yang kemudian dijadikan penanggalan umat Islam itu dilakukan dengan perencanaan yang sangat matang.
Awal mula Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin menuju Madinah tanpa membawa harta benda milik mereka. Sementara Rasulullah shallalahu alahi wassalam bersama Abu Bakar radhiyallahu anhu dan sejumlah sahabat, merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah.
Strategi matang pun disusun untuk mengelabui kaum Quraisy yang hendak membunuhnya. Salah satu alasan Rasulullah harus dibunuh, karena gerakan egalitarian beliau mengancam tatanan sosial masyarakat Makkah dan dapat merubuhkan sistem oligarki Quraisy yang zalim itu. Rasulullah berjuang menegakkan keadilan dalam masyarakat komersial Makkah dan sekitarnya.
Strategi jitu pun disusun yang melibatkan banyak pihak agar hijrah yang dilakukannya berhasil. Rasullullah pergi ke rumah Abu Bakar pada siang bolong, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan olehnya. Pada malam harinya, beliau bersama Abu Bakar keluar melalui pintu belakang untuk bersembunyi di gua Tsur selama tiga hari.
Kemudian Abu Bakar menyewa seorang pemandu jalan bernama Abdullah Bin Uraiqith, meski masih belum masuk Islam, dia tidak membocorkan rencana itu ke kaum Quraisy. Mengingat saat itu kaum Quraisy mengadakan sayembara bagi yang membunuh Rasulullah akan diberikan hadiah 100 unta.
Rasululah harus bergeriliya untuk menuju Madinah. Melewati jalur pesisir pantai Laut Merah, rute yang jauh dari jalur utama Makkah-Madinah dan jaraknya berlipat kali lebih jauh. Dalam perjalanan yang panjang beliau sempat singgah di sebuah desa bernama Quba, dan membangun sebuah masjid untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, yaitu Masjid Quba.
Setelah empat hari berada di Quba, beliau kembali melanjutkan perjalanan ke Madinah. Sebelum sampai di Madina, tepatnnya di perkampungan Bani Salim bin Auf, Rasulullah kembali memutuskan membangun masjid serta mendirikan Shalat Jumat untuk pertama kalinya.
Selanjutnya, pada Senin 10 Rabi’ul Awal Rasulullah bersama rombongannya tiba di Kota Madina. Kedatangan beliau langsung disambut dengan meriah kaum Muhajirin yang telah terlebih dahulu tiba dan kaum Anshar dengan melantunkan shalawat badar. Tala’ al-Badru ‘alayna/min tsaniyyat al-Wada’ Wajaba al-syukru ‘alayna/ma da’a lillahi da’ dan seterusnya.
Setelah berhasil menginjakan kaki di Madinah, yang pertama kali dibangun adalah masjid sebagai pusat kegiatan. Penduduk Madinah berebut untuk menghibahkan tanahnya untuk dijadikan masjid dan sekaligus kediaman beliau. Agar tidak ada kecemburuan sosial, Rasulullah membiarkan untanya untuk memilih. Akhirnya terpilihlah tanah milik dua anak yatim dan dibelinya seharga 10 dinar, meski kedua anak yatim bersikeras untuk menghibahkannya bukan menjualnya. Kemudian dibangunlah masjid yang diberi nama Masjid Nabawi atau masjid nabi. Di sebelah masjid itu pula, rumah Rasulullah dibangun.
Dalam berbagai literatur sejarah, pembangunan Masjid Nabawi menjadi awal kesuksesan dakwah Islam. Berbagai macam kegiatan, mulai dari forum diskusi sampai dengan lembaga pendidikan diselenggarakan di masjid tersebut. Tidak hanya itu, bahkan teori dan strategi pembangunan atau pengembangan kota berawal dari diskusi di Masjid Nabawi. Beliau juga mempersatukan kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar.
Selain itu, Rasulullah juga berhasil mengatur hak serta kewajiban umat dengan melegalkan sebuah hukum serta aturan melalui Undang Undang yang disebut dengan piagam Madinah. Dalam piagam tersebut juga terdapat mengenai hak dan kewajiban bagi masyarakat Madinah yang beragama diluar islam.
Secara umum piagam Madinah berperan sebagai sarana pemersatu ummat secara khusus bagi suku Khazraj serta suku Ausd. Secara langsung piagam tersebut menyiratkan sebuah pengakuan legalitas Rasulullah sebagai pemimpin umat dan hakim negara. Kemudian sebagai media penjamin kebebasan rakyat, sebagai media yang menjamin kebebasan beragama serta toleransi. Juga sebagai sarana filterisasi kebudayaan bangsa Arab.
Banyak pencapain gemilang yang dilakukan Rasulullah selama 10 tahun kepemimpinannya di Madinah Almunawwaroh. Para ahli sejarah sepakat sejarah Islam dimulai ketika hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madina. Kemudian orang yang pertama kali membuat kalender hijriyah adalah Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pada 17 Hijriyah. Rasullullah wafat pada tahun 10 hijrah atau 8 Juni 632 M.
Adapun peristiwa-peristiwa penting Rasulullah selama 10 tahun di Madinah sebagai berikut, tahun pertama hijrah yaitu membangun masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, Piagam Madinah menciptakan pasar sendiri.
Pembinaan pendidikan dan keilmuan yang berkesinambungan, menikah dengan Aisyah pada bulan Syawal. Tahun kedua hijrah, mewajibkan syariat puasa Ramadhan, mewajibkan zakat fithrah, pensyariatan shalat Idul Fitri, pensyariatan zakat secara umum dan terjadi Perang Badar Kubro. Tahun ketiga hijrah, terjadi Perang Uhud, menikah dengan Ummul Masaakin dan Ummu Salamah.
Tahun keempat hijrah, terjadi Perang Bani Nadhir dan Perang Bani Mushthaliq. Kelima hijriah terjadi Perang Ahzaab/ Khandaq. Menikah dengan Zainab binti Jahsyin. Keenam hijriah, Periode Jihan Offensif Umrah, perjanjian damai Hudaibiyah. Tahun ketujuh hijriah meletus Perang Khaibar, mengirim surat kepada raja-raja agar masuk Islam Umrah Qodlo`(Pengganti).
Tahun kedelapan, terjadi Perang Mu`tah, Perang Dzatus Salaasil, Fathul Makkah. Tahun kesembilan, terjadi Perang Hunain, Perang Taabuk, kedatang para delegasi yang mau berdamai atau masuk Islam. Tahun kesepuluh hijriah, Haji Wada` Nabi Muhammad SAW wafat.
No comments:
Post a Comment