Taj Mahal Pernah Diklaim Sebagai Kuil Warisan Hindu
Era keemasan arsitektur di India ada di era Dinasti Mughal terutama di bawah kepimpinan tiga generasi yakni Akbar (1542-1605 Masehi), Jahangir (1605-1627 Masehi), dan Shah Jahan (1628-1658 Masehi).
Ketiga raja tersebut mendorong pendirian bangunan-bangunan indah dan berhasil mengelola stabilitas keamanan di era masing-masing.
Di masa kepemimpinan Shah Jahan, kreativitas seni menemukan momen dan puncaknya adalah pembangunan Taj Mahal yang menjadi lambang arsitektur adikarya Dinasti Mughal.
Taj Mahal dibangun Shah Jahan bagi istri kesayangaanya, Mumtaz Mahal yang meninggal muda pada 1631 M.
Kabarnya saat Mumtaz Mahal wafat, mata sang raja bengkak karena tak berhenti menangis dan rambutnyamemutih dalam beberapa hari yang diliputi kesedihan.
Untuk menenangkan hati raja, para penasihat menyarankan agar membangun musoleum bagi mendiang istrinya. Shah Jahan setuju.
Lalu, dikerahkanlah para arsitek dan seniman terbaik dari berbagai penjuru dunia Islam kala itu untuk membangun Taj Mahal. Setelah 16 tahun dengan mempekerjakan lebih dari 20 ribu orang,kompleks Taj Mahal selesai pada 1648.
Pemilihan nama bangunan sendiri tak kalah mengesankan, Taj Mahal sendiri berarti Istana Mahkota. Nama ini mencerminkan kespektakuleran arsitektur bangunansebagai salah satu bangunan terindah yang menjadi mahkota sang permaisuri, Mumtaz.
Kendati demikian, Taj Mahal pernah beberapa kali diklaim sebagai kuil Hindu. Namun mempertimbangkan pendapat ahli arkeologi, Pengadilan di India menetapkan Taj Mahal sebagai bangunan peninggalan Islam pada 2017 lalu. Ini sekaligus menghentikan klaim Taj Mahal sebagai kuil Hindu.
Ahli dari lembaga Archaeological Survey of India (ASI) dimintai pandangan soal klaim enam pengacara yang menyebut situs warisan dunia Unesco itu merupakan kuil Siwa bernama Tejo Mahalaya. Petisi ini meminta agar umat Hindu bisa beribadah di dalamnya. Sejauh ini, hanya Muslim yang boleh beribadah di bangunan yang terletak di Agra itu.
Peneliti utama ASI Bhuvan Vikrama menolak klaim dan meminta pengadilan juga membatalkan petisi itu meski Vikrama menyerahkan keputusan akhir kepada hakim, demikian dilansir The Guardian beberapa waktu lalu.
Klaim bahwa Taj Mahal merupakan kuil Hindu bukan sekali ini saja terjadi. Kejadian ini bahkan berulan secara periodik setelah pada 1989 sebuah buku berjudul Taj Mahal: the True Story karya PN Oak terbit. Buku itu menyatakan Taj Mahal adalah kuil Hindu yang kemudian direbut Dinasti Mughal dan menjadikannya Masjid.
Oak yang wafat pada 2007 membawa klaim ini hingga Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian menolak klaim itu.
Salah satu pengacara yang mengajukan petisi ke Pengadilan Agra tersebut, Hari Shankar Jain, menyatakan masih akan berusaha memenangkan klaimnya agar umat Hindu bisa beribadah dalam Taj Mahal.
Soal apakah ia akan memindahkan jenazah istri raja Mughal, Mumtaz Mahal, bila klaimnya berhasil, Jain mengatakan tidak akan melakukan itu karena tak ada jenazah dalam Taj Mahal.
Seorang penulis dan kolumnis, Parsa Venkateshwar Rao menjelaskan, sejarah menunjukkan penaklukan di seluruh dunia mengubah bangunan yang ada menjadi milik mereka sesuai pandangan mereka.
Namun, Rao menilai klaim atas Taj Mahal merupakan hal absurd. Menurut Rao, kubah dan minaret tidak ditemukan di periode sebelum era Mughal. Konyol bahkan bila petisi itu dikabulkan
No comments:
Post a Comment