Ulama-ulama Terkemuka ini Menjadi Yatim Sejak Kecil
Ilustrasi sekeluarga mengaji.
Akan tetapi, adapula ulama-ulama yang tumbuh dan berkembang menjadi seorang ahli agama tanpa bimbingan ayahnya lantaran sang ayah telah wafat sejak ia masih kecil atau saat dalam kandungan. Ada beberapa ulama terkemuka yang tumbuh sebagai anak yatim, seperti dikutip dari berbagai sumber:
A. Imam Hanbali
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abdullah al-Shaybani terlahir di Merv, Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal tahun 164 H. Ada pula yang menyebut Sang Imam lahir di Baghdad, Irak.
Sejak masih bayi, Imam Hanbali sudah menjadi anak yatim. Ia dibesarkan ibunya seorang diri. Sejak kecil, ia dikenal sebagai anak yang alim, bersih, dan senang menyendiri. Kecintaan dan rasa takut untuk berbuat dosa kepada Allah SWT telah terpatri dalam hati nuraninya sejak dini.
Ilmu yang pertama kali ia kuasai adalah Alquran. Bahkan, ia mampu menghafalnya pada usia 15 tahun. Di awal usia 15 tahun, Imam Hambali mulai belajar ilmu hadis. Untuk belajar hadis, ia sampai merantau ke Syam (Suriah), Hijaz (Arab Saudi), Yaman, dan negara-negara lainnya. Di negara-negara itu, ia berguru kepada banyak ulama, termasuk Imam Syafi'i. Karena kecerdasannya, ia mampu menghafal sebanyak 12 kitab dan hingga sejuta hadis.
B. Imam Asy-Syafi'i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasyi lahir di Gaza, Palestina, pada 150 Hijriyah atau 767 Masehi. Ayah Imam Syafi'i meninggal setelah dua tahun kelahirannya. Saat itu, ibunya membawanya ke Makkah dan ia tumbuh di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil, Imam Syafi'i cepat menghafal syair, pandai berbahasa Arab dan sastra. Ia merupakan orang yang pertama kali mengenalkan ilmu ushul al-Fiqh melalui kitabnya ar-Risalah.
Dalam perjalanannya mencari ilmu, Imam Syafi'i belajar ilmu fikih pada para ulama di Makkah, seperti Muslim bin Khalid Az-Zanji dan ulama lainnya. Selanjutnya, ia pergi belajar ke Madinah dan berguru fikih kepada Imam Malik bin Anas.
Karena kecerdasannya, ia mengaji kitab al-Muwattha kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam sembilan malam. Ia juga berguru kepada Imam Sufyan bin Uyainah dan ulama-ulama lainnya di Madinah. Selain itu, Imam Syafi'i juga sempat mendatangi sejumlah ulama di Yaman, Baghdad dan Mesir. Di Mesir itu, ia wafat pada akhi Rajab 204 H.
C. Imam Ibnu Katsir
Isma'il bin Umar bin Katsir adalah ulama besar Mazhab Syafi’I dan ahli di berbagai bidang ilmu keislaman. Ibnu Katsir lahir pada 1301 M di Busra, Suriah. Ia telah ditinggal wafat ayahnya ketika beliau masih berusia dua tahun.
Dalam perjalanannya menjadi seorang ulama, Ibnu Katsir berguru pertama kepada Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut Mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim.
Ia juga mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang kemudian menjadi mertuanya. Selain itu, Ibnu Katsir sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hijaz serta memperoleh ijazah dari al-Wani.
Pada 1366, ia diangkat menjadi guru besar di Masjid Umayyah Damaskus oleh Gubernur Mankali BUgha. Ibnu Katsir wafat tidak lama setelah ia menyusun kitab al-Ijtihad fi Thalab al-Jihad (Ijtihad dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taymiyyah.
Ilustrasi membaca buku.
D. Imam al-Bukhari
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibn Ibrahim ibn Al-Mughirah ibnu Bardizbah. Ketika ia masih kecil ia diberi cobaan dengan ditinggal wafat ayahnya dan pernah mengalami kebutaan.
Imam Bukhari lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H. Ia merupakan ahli hadis yang terpopuler di antara para ahli hadis seperti Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah.
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama bermazhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih.
Bukhari pernah berguru kepada ulama ahli hadis yang termasyhur di Bukhara, Syekh Ad-Dakhili. Pada usia 16 tahun, ia dan keluarganya mengunjungi kota Makkah dan Madinah. Di sanalah, ia mengikuti kajian para guru besar hadis.
Bukhari memiliki daya hafal yang tinggi. Pada usia 18 tahun, ia menerbitkan kitab pertama Khazaya Shahabah wa Tabi'in dan juga hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak dan Waki’ bin Jarrah bin Malik. Ia juga menghimpun hadis-hadis sahih dalam satu kitab bersama gurunya Syekh Ishaq setelah menyaring dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80 ribu perawi sumber menjadi 7.275 hadis.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis sahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadis, mengumpulkan, dan menyeleksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat.
Demikian beberapa ulama yang tercatat sudah menjadi anak yatim saat masih kecil. Selain para ulama itu, utusan Allah yang terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW sebenarnya telah menjadi anak yatim sejak kecil.
Nabi Muhammad SAW lahir dari ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim al-Quraisyo dan ibunya Aminah binti Wahab. Rasulullah SAW lahir pada Senin, 12 Rabiul Awwal atau disebut Tahun Gajah.
Sementara itu, ayah Nabi SAW meninggal dunia saat beliau masih ada dalam kandungan ibunya. Saat usia 6 tahun, ibunda Rasulullah SAW menyusul wafat dalam perjalanan pulang ke Makkah dari Yastrib. Saat itu, Rasulullah yang ditemani Ummu Aiman menyaksikan sendiri kepergian sang ibunda.
No comments:
Post a Comment