Salah satu aspek kesinambungan dalam tata cara pemakaman di Jawa adalah penggunaan bukit atau gunung sebagai tempat makam yang dianggap suci. Tradisi yang dipercaya berasal dari masa pra-Islam ini kemudian diwariskan secara turun-temurun dan berlanjut hingga sekarang.
Di Barus, Sumatra Utara dan Aceh, bentuk-bentuk hiasan makamnya sangat didominasi gaya lokal. Seperti bentuk-bentuk antropormofik di Barus. Sedangkan di Kabupaten Solok, Sumatra Barat, bentuk-bentuk makam Islam yang ditemukan di sana nampak menonjol menampilkan anasir-anasir megalitis dan hinduistis.
Sedangkan di Sulawesi, makam-makam kuno Islam yang berada di sana bercorak lokal. Dihiasi dengan hiasan floralistik, antropomorfis, dan beberapa di antaranya menyerap unsur-unsur megalitis layaknya yang berada di Kabupaten Solok.
Kehadiran makam-makam Islam di Jawa dan Asia Tenggara berhubungan erat dengan perkembangan serta sosialisasi Islam di kawasan tersebut. Dari penemuan makam-makam Islam ini setidaknya diketahu bahwa Muslim dari India, Arab, dan Persia telah mengadakan kontak dengan komunitas Jawa dan Nusantara pada abad 7-8 Masehi.
Dalam buku Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia karya Hasan Muarif Ambary dijelaskan, tanda kedatangan Islam di Jawa nampak jelas dari adanya makam-makam yang berada di wilayah Leran, Gresik, atau sebelah barat Surabaya. Salah satu nisan makam dalam komplek tersebut berangka tahun 475 Hijriah atau sekitar 1082 Masehi.
Makam tersebut atas nama Fatimah binti Maemun bin Hibatallah. Makam serupa juga ditemui di Padurangga (Phanrang), Vietnam. Kesamaan kedua makan di wilayah yang berbeda ini yakni dihiasi dengan pahatan kata dengan huruf Arab bergaya kufi.
No comments:
Post a Comment