Fatimah bint Yahya, Ahli Fiqih yang Berfatwa di Balik Tirai
Kali ini kisah menarik berasal dari seorang Muslimah ahli fiqih bernama Fatimah binti Yahya. Kisah ini diceritakan Bintus Sabil dalam bukunya yang berjudul Wanita Muslimah yang Mengajari Suaminya.
Fatimah binti Yahya adalah seorang mujtahidah pada ke 9. Mujtahidah (bentuk feminin dari mujtahid) adalah seorang ulama yang cakap yang dapat membuat deduksi (menarik kesimpulan) dari sumber-sumber hukum Islam.
Pada gilirannya, mereka menggunakan kesimpulan ini untuk memberikan hukum sesuai dengan keadaan dan kebutuhan seseorang dari masyarakat. Bagi orang yang diberi gelar mujtahidah harus memiliki ilmu ijma para sahabat dan yang menyelisihinya, para pengikut mereka (tabi’in dan tabi’ut tabi’in) dan ulama-ulama fiqih dan mujtahid yang terkemuka.
Karenanya untuk menjadi seorang mujtahidah bukan perkara yang mudah, namun Fatimah binti Yahya pantas mendapatkannya. Sedemikian ilmunya, sehingga ayahnya,seorang ulama yang juga memiliki banyak murid, ditanyai Fatimah berkenaan dengan beberapa perkara fiqih.
Ulama besar asy- Syaukani berkata mengenai dirinya: “Dia sangat dikenal karena ilmunya. Dia telah mendebat ayahnya dalam beberapa perkara fiqih.”
Ayahnya, sang imam, membenarkan bahwa Fatimah melakukan ijtihad dalam menarik kesimpulan hukum. Ini menunjukkan akan kelebihan ilmunya, kaena sang imam tidak akan berkata demikian kecuali bagi orang yang pantas mendapatkannya.” (asy-Syaukani, al-Badr at-Tali, II, 24.)
Ayahnya menikahkannya dengan seorang ulama al-Mutahar ibn Muhammad Sulaiman ibn Muhammad (wafat tahun 879 H). Al-Mutahar sangat beruntung karena kapanpun dia bimbang dalam suatu perkara, dia akan merujuk kepada istrinya untuk menilai perkara fiqih yang sulit.
Bahkan di tengah-tengah para muridnya, ketika dia terbentur pada sebuah perkara yang rumit, dia akan bangkit lalu menuju ke balik tirai, dimana Sang Mujtahidah duduk di baliknya.
Ketika dia kembali dengan jawaban, murid-muridnya berkata: “Ini bukan darimu, melainkan dari orang yang berada di balik tirai.” (Al-Hibasyi, Mu’jam an-Nisa al-Yamaniyah, 149)
No comments:
Post a Comment