Kesan Ibnu Batutah Setelah Bertemu Raja Samudera Pasai (2)
Setelah 15 hari di Samudera Pasai, Ibnu Batutah meminta izin ke Sultan untuk melanjutkan perjalanannya. Karena, pada saat itu adalah waktu yang tepat untuk berlayar.
"Sultan memberikan kapal untuk kami, membekali kami, dan memberi hadiah-hadiah mahal, semoga Tuhan membalas kebaikannya," tulis Ibnu Batutah.
Prof DR Hamka (Buya Hamka), dalam bukunya yang berjudul Sejarah Umat Islam, menuliskan bahwa Sultan yang ditemui oleh Ibnu Batutah adalah Sultan Al Malikus Zahir II. Dia hidup pada 1326-1348.
Dalam tulisan Ibnu Batutah lainnya, Buya Hamka menyebut Sultan sangat teguh memegang agamanya dan baginda bermazhab Syafii. Mazhab itu diketahuinya dengan mendalam dan sanggup baginda bertukar pikiran dengan para ulama ketika membicarakan masalah-masalah agama dalam mazhab Syafii.
"Sampai ketika Ibnu Batutah telah kembali ke negerinya di Afrika Utara, disebutnya kenangan-kenangan kepada raja-raja yang pernah diziarahinya, bawah keistimewaan Raja Pasai itu adalah karena sangat alimnya," tulis Hamka.
Hamka menulis, kealiman Sultan itu dan kemajuan mazhab Syafii dalam negerinya rupanya telah menjadi daya tarik bagi kedatangan ulama-ulama Islam dari negeri lain. Terutama, yang bermazhab Syafii, seperti Makkah, Mesir, Madinah, Yaman, Hadramaut, dan Malabar sehingga selain menjadi sebuah kota pelabuhan yang besar dalam perdagangan, Pasai pun menjadi pusat bagi pendidikan Islam.
Sehingga, meskipun dari segi politik, Pasai telah mundur, namun dia tetap menjadi pusat pendidikan agama Islam dan mazhab Syafii. Sehingga, tersebutlah dalam sejarah Melayu bahwa ulama-ulama di Malaka, di kala Malaka jaya, kalau ada persoalan agama yang sulit, maka mereka akan mengirim utusan untuk menyampaikan masalah ini ke Pasai untuk sebuah solusi.
No comments:
Post a Comment