Jejak Kehadiran Islam di Kerajaan Majapahit (3)

Foto: Hiasan resmi kerajaan Majapahit, Surya Majapahit(ForumBudaya)

Sebagaimana diketahui Kerajaan Majapahit adalah kerajaan pra modern. Di zaman tersebut anggota keluarga kerajaan dan kerabat adalah lambang yang sangat dinilai. Keluarga dan kerabat kerajaan adalah identitas budaya dan sosial. Di samping itu, bagaimana dengan bukti makam-makam yang menunjukan adanya anggota keluarga kerajaan yang memeluk agama Islam.

Seseorang bisa mengatakan dengan sangat yakin bahwa ada orang Jawa di lingkungan istana kerajaan yang memeluk agama Islam. Orang-orang dari kalangan bangsawan ini tidak mempermasalahkan dirinya menjadi orang Jawa dan Muslim pada masa itu.

Mereka mengumumkan dirinya sebagai orang Jawa melalui sistem penanggalan Saka dan lambang Matahari Majapahit pada nisan mereka. Mereka juga mengumumkan keyakinan mereka dengan mengutip ayat Alquran dan menggunakan tulisan Arab pada batu nisan mereka.

Tapi yang patut diperhatikan adalah syair Nagarakretagama yang dengan susah payah menggambarkan peran serta kontribusi Hindu dan Buddha di Kerajaan Majapahit. Syair karya Empu Prapanca ini tidak mengandung informasi tentang keberadaan Muslim di lingkungan Istana Majapahit.

Jika dalam naskah yang ditulis Empu Prapanca diceritakan adanya Muslim Jawa yang dimakamkan di ibu kota Kerajaan Majapahit, tentu akan sangat mudah meyakini keberadaan Muslim Jawa pada masa itu. Sebab Empu Prapanca tidak mungkin tidak tahu adanya Muslim dari kalangan bangsawan di Kerajaan Majapahit.

Jadi ada kemungkinan Empu Prapanca menghilangkan cerita tentang kehadiran Islam dan keberadaan Muslim di Kerajaan Majapahit. Nampaknya tujuan utama dia menulis syair Nagarakretagama untuk memuliakan rajanya sebagai raja Jawa, perwujudan dari semua kebijaksanaan dan ketuhanan, serta tokoh utama bagi semua rakyatnya yang memeluk berbagai agama.

Mungkin ada juga orang yang menduga bahwa Empu Prapanca tidak menulis tentang Muslim dalam syair Nagarakretagama. Sebab dia mempertimbangkan beberapa hal sehingga cerita tentang Muslim tidak ditulis dalam syairnya.

Dalam bukunya Ricklefs menjelaskan, Syahadat artinya 'saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah'. Kalimat ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa Muslim Jawa tidak mengakui bahwa seorang raja adalah perwujudan dewa. Alasan ini sudah cukup bagi Empu Prapanca untuk tidak memasukkan tentang Islam pada syairnya. 

Kemungkinan cara umat Islam beribadah, berdoa, melaksanakan sunat, dan prosesi penguburan telah menempatkan mereka di luar batas kebiasaan masyarakat Jawa pada umumnya yang memeluk agama Hindu dan Buddha. Sehingga Empu Prapanca memandang mereka tidak sesuai dengan masyarakat Jawa yang ideal. Ini juga bisa menjadi alasan mengapa Empu Prapanca tidak menyisipkan tentang Muslim dalam Nagarakretagama.

Ricklefs menegaskan batu-batu nisan di Trowulan dan Tralaya menggambarkan bahwa tidak ada konflik antara identitas Jawa dan Islam pada masa itu. Tapi tidak perlu berusaha untuk mendamaikan pertentangan antara bukti-bukti yang ada. Sebab dari bukti yang ada menunjukan bahwa ada bangsawan Jawa memeluk agama Islam. Tapi seorang penulis dan pengikut ajaran Buddha di Kerajaan Majapahit menolak untuk mengakui Muslim masuk dalam gambaran masyarakat Jawa yang ideal. Ini adalah langkah pertama perjalanan panjang masyarakat Jawa menuju persepsi baru tentang jati dirinya.

No comments: