Aisyah, Kekasih Rasulullah
Para wanita akhir zaman, hendaknya tidak hanya mengenali ‘Aisyah dari sisi romantisnya saja, akan tetapi juga mentauladani dan memahami siapa 'Aisyah
TIDAK ada yang mampu mengungkapkan kecintahidaan Nabi Muhammad ﷺ kepada ‘Aisyah, kecuali dari lisan Rasululloh ﷺ:
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ : عَائِشَةُ، فَقُلْتُ : مِنَ الرِّجَالِ؟ فَقَالَ : أَبُوهَا، قُلْتُ : ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ, فَعَدَّ رِجَالًا
“Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya, ‘(Maksudku) dari kaum laki-laki?’ Beliaupun menjawab, ‘Ayahnya (yaitu Abu Bakar)’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Umar bin Khattab.’ Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan beberapa orang yang dicintainya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Oleh sebab itu para wanita akhir zaman, hendaknya tidak hanya mengenali ‘Aisyah dari sisi romantisnya saja, akan tetapi juga mentauladani dan memahami siapa ‘Aisyah ummu al-mukminin, sehingga dipilih oleh Allah SWT sebagai istri Nabi Muhammad ﷺ di dunia dan akhirat. Berikut sejarah ringkas tentang ‘Aisyah.
Nasab ‘Aisyah Ummu al-Mukminin:
Ummu al-Mukminin ‘Aisyah lahir tujuh tahun sebelum hijrah ke Madinah al-Munawwaroh, ayahnya bernama Abu Bakar. Sebelum masuk Islam nama ayahnya adalah Abdul Ka’bah, kemudian Nabi Muhammad ﷺ menggantinya menjadi Abdullah.
Jadi, nasab ummu al-Mukminin adalah ‘Aisya binti Abdullah bin Abi Quhafah Utsman bin ‘Amir bin ‘Amar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Marroh. Nasab ‘Aisyah bertemu dengan nasab Nabi Muhammad ﷺ di kakeknya yang ke tujuh, yaitu Marroh.
Adapun nama ibundanya Sayyidah ‘Aisyah adalah Zainab, namun lebih dikenal dengan Ummu Ruman. Memiliki nasab yang mulia dan dipilih oleh Allah SWT sebagai istri Nabi Muhammad ﷺ, tidak menjadikannya congkak dan sombong, tidak membuatnya lalai untuk selalu beribadah. Berikut gambaran amal ibadanya ‘Aisyah:
‘Aisyah dan Ibadahnya:
Sayyidah ‘Aisyah adalah perempuan yang sangat zuhud. Ia hanya bertemu dengan orang yang ingin belajar dan bertanya perkara hukum, halal dan haram. Sebelum wafat, ‘Aisyah semakin dan terus memperbanyak ibadah-ibadah sunnah pada malam hari maupun siang. Ia selalu melaksanakan sholat berjama’ah mengikuti imam yang sholat di masjid Nabawi, karena rumahnya berdampingan dengan Masjid. Namun kalau ia sedang bersama dengan para wanita Madinah, maka ‘Aisyah pun bertindak menjadi imam untuk mereka.
Di dalam kitab ‘Aisyah Ummu al-Mukminin yang ditulis oleh Syekh Ramadhan al-Buthi diterangkan bahwa ibunda kita ‘Aisyah selalu rutin berpuasa, tak pernah meninggalkan sholat malam, menunddukkan hatinya (tadhorru’) ketika melaksanakan sholat, apabilah ia membaca ayat-ayat peringatan (Khouf atau Wa’id) ia mengulang-ulangi ayat tersebut, kemudian berdoa kepada Allah SWT.
Ketika Sayyidah ‘Aisyah sedang berpuasa, ia dikirim oleh Ibn al-Munkadir harta sebanyak 100 dirham, lebih kurang 6 Milyar. Namun ‘Aisyah tidak terpesona dengan harta tersebut, ia tetap melakukan kebiasaannya sebagaimana dulu ketika Nabi ﷺ masih hidup. ‘Aisyah tatkala menerima uang 6 Milyar tersebut di waktu pagi, ia langsung menyedekahi seluruh uang tersebut. Sehingga pada waktu sore, uang itu tidak ada lagi di tangan Ummu al-Mukminin.
Bahkan untuk sekedar membeli sedikit makanan pun, yang akan ia santap tatkala berbuka puasa, tidak ia sisakan sama sekali. ‘Aisyah tidak akan membawa harta ke dalam rumahnya kecuali ia sudah mensedekahkan seluruhnya.
Begitulah Sayyidah ‘Aisyah memberikan tauladan kepada wanita di zamannya hingga pada saat ini. Semoga ibunda kita ‘Aisyah ditauladani oleh para wanita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga mengingatkan umat untuk peduli dengan saudara sesama Muslim untuk berbagi, terutama keluarga terdekat.
Sayyidah ‘Aisyah bukanlah wanita yang mengidolakan yang tak layak diidolakan, tidak melakukan dan tidak akan melihat hal yang tak layak dilihat. Sehingga ia menjadi seorang guru para ahli hadits dan fiqh. Berikut murid-murid ‘Aisyah ummu al-Mukminin.
‘Aisyah dan Murid-muridnya
Ummu Al-Mukminin ‘Aisyah merupakan guru besar bidang hadits dan fiqih, sehingga ia memiliki murid yang sangat banyak, di antara muridnya adalah para tabi’in. Mereka yang ingin belajar atau talaqqi dengan ‘Aisyah harus duduk dibelakang pembatas, sedangkan ‘Aisyah mengajarkan mereka dari Raudha.
Adapun di antara murid yang sangat dekat dengan ‘Aisyah dan mendapatkan perhatian yang lebih, sehingga bisa langsung duduk dengan ‘Aisyah adalah mahram-mahram nya, seperti Abdullah bin Zubair, ‘Urwah bin Zubair, Qosim bin Muhammad, Abdullah ibn Abi ‘Athiq, ‘Ubad bin Abdullah bin Zubair, Khobib bib Abdullah bin Zubair, ‘Ubad bib Hamzah bin Abdullah bin Zubair, dan Abu Salamah bin Abdurrahman. Semua mereka mengambil riwayat hadits dari ‘Aisyah, dan yang paling banyak mengambil riwayat dari ‘Aisyah adalah ‘Urwah, sehingga ‘Urwah pun menjadi salah saatu ulama besar di Madinah.
Begitulah khidmat Sayyidah ‘Aisyah dalam bidang keilmuan, semoga umat juga semakin semangat dalam mendalami ilmu-ilmu hadits dan fiqih dan tidak terlena dengan hal-hal yang kurang bermanfaat.
Wafatnya ‘Aisyah
Sayyidah ‘Aisyah meninggal ketika umurnya 67 tahun pada malam selasa di bulan Ramadhan tahun 58 H, ia berwasiat untuk dimakamkan di Baqi’ pada malam hari. Ia pun disholatkan oleh Abu Huroiroh bersama kaum Muslimin lainnya setelah melaksanakan sholat witir. Dan ketika pemakaman yang turun untuk menyambut ‘Aisyah ada lima orang di antaranya adalah Adullah bin Zubair dan Urwah bin Zubair, anak dari saudari kandungnya Asma’ binti Abi Bakar.
Sungguh Ummu al-Mukminin ‘Aisyah selalu membawa keberkahan dan kebaikan untuk seluruh manusia,bahkan ketika meninggal sekalipun tetap memberikan pelajaran untuk manusia. beginilah hasil dari Madrasah al-Nubuwat. Semoga kaum Muslimin terutama wanita, menjadikannya contoh dalam segi apapun, terutama dalam hal menuntut ilmu, akhlak dan ibadah.*
Penulis adalah Asatidz Tafaqquh Study Club
No comments:
Post a Comment