As Sirafi Sudah Berlayar ke Indonesia Abad 2 H, Inilah yang Ia Saksikan!
SULAIMAN As Sirafi adalah pengembara Muslim pertama yang mencatat perjalanannya ke Indonesia pada tahun 227 H, yakni di masa kekuasaan Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.
Sulaiman sendiri berasal dari Siraf. Siraf tidak lain adalah kota pelabuhan yang terletak teluk Persia, yang jaraknya dengan Bashrah 7 hari pelayaran jika cuaca baik. Kebutuhan para penduduknya, baik sandang maupun pangan didatangkan dari berbagai negeri. (Mu’jam Al Buldan, 5/193)
Pelayaran Siraf-Canton (Guangzhou)
Sulaiman As Sirafi atau Sulaiman At Tajir telah mencatat kisah pelayarannya dalam sebuah kitab. Dalam Al Munjid di bagian biografi disebutkan,”Serial Sejarah, adalah kitab yang di dalamnya terdapat gambaran perjalanan laut yang ditempuh, baik oleh orang Arab maupun orang `ajam (non Arab) dari keganasan laut Arab menuju negeri-negeri India dan China, yang ditulis oleh Sulaiman At Tajir dan Abu Zaid Hasan.” (Al Munjid, hal. 258)
Sulaiman As Sirafi telah menempuh perjalanan laut dari Siraf menuju Canton. Di mana di awal tulisannya ia menyampaikan,” Kitab ini terkandung di dalamnya serial sejarah, negeri-negeri, lautan, macam-macam ikan. Di dalamnya juga terkandung ilmu falak, keajaiban-keajaiban dunia, jarak negeri-negeri baik yang berpenghuni maupun yang tidak…” (Rihlah As Sirafi, hal. 37)
Kepulauan Mentawai dan Komuditi Kapur
Sulaiman As Sirafi telah menyebut dalam bukunya mengenai negeri-negeri dan perairan yang ia lewati, ia menyebutkan,” Dan di laut ini (Harkand atau Teluk Bengal dan sekitarnya) jika berlayar menuju Sarandib (Srilanka) ada pulau-pulau, meski tidak banyak jumlahnya, namun luasnya tidak terukur. Di antaranya adalah pulau yang disebut Ar Ramini. Di dalamnya ada beberapa raja dan luasnya disebut-sebut 800 atau 900 farsakh, di dalamnya ada barang tambang emas juga bahan-bahan yang disebut fanshur, di mana kapur bagus berasal darinya.” (Rihlah As Sirafi, hal. 39)
Ar Ramini yang disebutkan oleh Sulaiman As Sirafi mengarah pada salah satu pulau di kepulauan Mentawai.
Adat Pernikahan di Pulau Nias
Setelah berbicara mengenai pulai Ar Ramini, Sulaiman As Sirafi menyampaikan,”Bagi pulai ini, ada pulau selanjutnya, yakni An Niyan (Nias). Mereka memiliki banyak emas, dan penduduknya mengkonsumsi buah kelapa, dengannya mereka menjadikan lauk-pauk dan minyak. Jika salah satu dari mereka ingin menikah, maka ia tidak akan menikah kecuali dengan batok kepala laki-laki dari musuh-musuh mereka. Jika ia telah membunuh dua musuh, maka ia menikahi dua wanita.” As Sirafi menyatakan, bahwa hal itu dilakukan karena banyaknya musuh mereka. Maka barang siapa berhasil membunuh musuh terbanyak, maka ketertarikan terhadap mereka lebih besar. (Rihlah As Sirafi, hal. 39)
Sulaiman As Sirafi juga menyebutkan bahwa di pulau An Niyan terdapat banyak gajah, juga penghasil bunga merak serta bambu. Dan dari pulau itu, sudah dekat jaraknya, baik dengan Harkand, maupun Salahith (Selat Malaka). (Rihlah As Sirafi, hal. 40)
Gelombang Besar Selat Malaka
Sulaiman As Sirafi setelah berkisah mengenai gelombang besar di laut sekitar kepulauan Andaman, ia berbicara mengenai Selat Malaka,”Adapun gelombang di laut Harkand (di selat Malaka), ia memiliki angin tidak seperti perairan lain, baik dari Maghrib hingga Banat Na’sy. Air laut bergolak bagaikan air mendidih di dalam kuali, sampai melemparkan banyak anbar (bahan padat yang keluar dari perut paus, yang berguna sebagai bahan minyak wangi). Semakin dalam dasar laut maka anbar yang dihasilkan semakin baik. Dan laut ini, jika gelombangnya tinggi, maka ia seperti api yang menyala-nyala.” (Rihlah As Sirafi, hal. 40)
Sulaiman As Sirafi juga menyampaikan bahwa perjalanan dari Masqat (Muscat) Oman ke Kualam Mali (Selat Malaka) ditempuh dalam waktu satu bulan pelayaran dengan kecepatan angin sedang. Kualam Mali sendiri merupakan tempat untuk memperbaiki kapal-kapal dan untuk mengisi persediaan air tawar. Air tawar untuk kapal-kapal China, Kualam Mali mengenakan tarif 1000 dirham, sedangkan untuk kepal-kapal lain antara 10 dinar sampai satu dinar saja. (Rihlah As Sirafi, hal. 43)
Gunung Api dekat Jawa
Sulaiman As Sirafi dalam catatannya juga menyinggung wilayah Az Zayij (Jawa). Dalam kitabnya ia menyatakan,”Disebutkan bahwa di sekitar Zayij terdapat gunung api yang tidak bisa didekati, di mana kalau siang tampak asap tebal, namun kalau malam tampak kobaran api. Keluar dari kaki gunung itu dua mata air, mata air dingin dan mata air yang panas.” (Rihlah As Sirafi, hal. 43)
Penerapan Syari`at Islam di Canton
Setelah melalui selat Malaka, Sulaiman As Sirafi berlayar menuju Tiwamah selama sepuluh hari perjalanan. Di tempat itu, air tawar bisa diperolah. Dari Tiwamah pelayaran dilanjutkan menuju Kundrang dalam sepuluh hari, kemudian pelayaran dilanjutkan ke Shinf (Campa) juga selama sepuluh hari. Dari Shanf pelayaran berlanjut menuju Shundur Fulat, lalu ke Gerbang China, yakni gugusan gunung-gunung di laut, di mana kapal-kapal berlayar melalui sela-selanya. Sulamain As Sirafi berkata,”Jika Allah memberikan keselamatan sampai Shundur Fulat, maka perjalanan ke Canton mencapai satu bulan.” (Rihlah As Sirafi, 44, 45)
Canton, merupakan kota pelabuhan China yang ramai dengan para pedagang Arab. As Sirafi menyampaikan bahwasannya di Canton ada seorang Muslim yang diangkat oleh pemerintahan China untuk menyelesaikan perkara para pedagang Arab. Di mana jika hari raya umat Islam tiba, ia memimpin shalat `ied bersama umat Islam, dan berkhutbah serta mendoakan penguasa Muslim. Sedangkan para pedagang Iraq tidak menentang keputusan hukum yang ia tetapkan yang bersandar dari Al Qur`an dan syari`at Islam. (Rihlah As Sirafi, hal. 40)
No comments:
Post a Comment