Benarkan Imam Mahdi Diutus Umur 40 Tahun?


Terkait riwayat-riwayat di atas, perlu ditinjau sanad dan matannya terlebih dahulu

 BERBICARA tentang Imam Mahdi adalah berbicara perkara ghaib. Sebab kemunculannya di akhir zaman.  Di antara hadits-hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan tentang umur berapa al-Mahdi dibai’at terdapat dalam beberapa riwayat.

Riwayat Pertama

حدثنا عبد الله بن مروان عن الهيثم بن عبد الرحمن عمن حدثه عن علي بن أبي طالب قال: يبعث وهو ما بين الثلاثين والأربعين.

“Abdullah bin Marwan menceritakan dari al-Haistam bin Abdurrahman dari orang yang menceritakan kepadanya dari Ali bin Abi Thalib berkata: Dia (al-Mahdi diutus antara (umur) 30 sampai 40 tahun.”

Riwayat Kedua

حدثنا الوليد عن سعيد عن قتادة عن عبد الله بن الحارث قال : يخرج المهدي وهو ابن أربعين سنة

“Al-Walid menceritakan dari Sa’id dari Qotadah dari Abdullah bin al-Harits berkata: al-Mahdi akan keluar (diutus) pada umur 40 tahun tahun.”

Riwayat ketiga

عن سميط عن كعب قال : المهدي ابن أحد أو اثنتين وخمسين سنة

“Dari Samith dari Ka’ab berkata: al-Mahdi (diutus) pada umur 51 atau 52 tahun.“

Riwayat Keempat

عن جراح عن أرطأة قال : المهدي ابن ستين سنة


“Dari Jarah dari Arthaah berkata: al-Mahdi (diutus) pada umur 60 tahun.“

Keempat riwayat di atas dapat dilihat dalam karya an-Nu’aim pada kitab Al-Fitan bab Sifatul Mahdi hal 226-227.

Riwayat-riwayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa umur dibai’atnya al-Mahdi ada empat versi yaitu: 1) antara umur 30-40 tahun, 2) umur 40 tahun, 3) umur 51/52 tahun dan, 4) umur 60 tahun.

Jalur sanadnya pun berbeda-beda. Al-Mahdi dibai’at antara umur 30-40 bersumber dari Ali bin Abi Thalib. Dibai’atnya pada umur 40 tahun bersumber dari al-Harist, sedangkan dibai’at umur 51/52 tahun bersumber dari Samith, sementara dibai’at pada umur 60 tahun bersumber dari Arthaah.

Bila berbicara sebuah hadits, maka ia tak dapat dilepaskan dari ‘Ulumul Hadits (ilmu-ilmu hadits). Karena dengan memahami ilmu-ilmu hadits tersebut, kita bisa membedakan mana hadits shohih, hasan, dhoif, dan palsu. Sehingga kita bisa memfilter mana hadits-hadits yang bisa dikemukakan dalam sebuah hukum dan mana hadits-hadits harus dieliminasi. Sebab tidak semua hadits bisa digunakan dalam berdalil. Maka disini lah peran ilmu hadits tersebut.

Terkait riwayat-riwayat di atas, perlu ditinjau sanad dan matannya terlebih dahulu.  Untuk itu, di bawah ini akan dipaparkan pendapat ulama mu’tabar mengenai hadits hadits di atas.

Komentar Riwayat Pertama

Syekh al-Bastawi dalam al-Mausu’ah fi Ahadits al-Mahdi ad-Dhaif wa al-Maudu’ menyebutkan riwayat dibai’at pada umur  antara 30-40 adalah dhoif, dan jika dilihat dari matan (isi) hadits maka hadits ini tak diragukan kemaudu’an atas Ali bin Abi Thalib. Hal 143. Maknanya, riwayat tentang Imam Mahdi dibai’at antara umur 30 sampai 40 adalah lemah.

Komentar Riwayat Kedua

Imam al-Sayuthi dalam al-‘Arfu al-Wardi fi Ahbaar al-Mahdi menyebutkan hadits dibai’atnya Mahdi umur 40 tahun adalah dhoif (lemah). Karena terdapat dua perawinya al-Walid bin Muslim dan Qotadah yang Mudallis. Mudallis adalah perawi yang menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkan realitas seperti baik. Hal 104.

Lebih jauh beliau menyebutkan, salah seorang rawinya terduduh pendusta (muttaham bil kazdib). Hal 80. Status tertuduh berdusta ini satu tingkatan di atas hadits maudu’ (palsu). Hal 80.  Ini bermakna status rawi yang tertuduh dusta haditsnya tidak dapat diterima atau haditsnya harus ditolak.

Syekh al-Bastawi dalam al-Mausu’ah fi Ahadits al-Mahdi ad-Dhaif wa al-Maudu’ menambahkan bahwa Qotadah tidak bertemu langsung dengan Abdullah bin al-Harits, Ahmad berkata: Qotadah tidak mendengar hadits ini dari Abdullah bin al-Harist. Hal 166. Berarti hadits ini disebut juga dengan hadits munqati’ (terputus sanad). Hadits munqati’ termasuk hadits dhaif dari segi sanad. Urusan dhaif sanad ialah hadits mu’allaq, mursal, mu’dhal, munqati’ dan mudallas.

Selain ulama-ulama di atas, Syekh Muhib bin Shaleh peneliti ‘Aqdu ad-Durori fi Akhbar al-Muntazhar karya Yusuf bin Yahya al-Maqdisi menyebutkan salah seorang rawinya yang bernama ‘Anbasah bin Abi Shaghir adalah dhoif.  (Hal 102).

Jadi, dapat disimpulkan sanad hadits Imam Mahdi dibai’at pada umur 40 tahun adalah dhaif (lemah), tadlis dalam hadits dan juga tertuduh dusta. Bila demikian pendapat para ulama hadits terkait sanad hadits ini, maka seharusnya tidak dipakai dalam berhujjah terutama masalah-masalah ‘itiqadiyah (aqidah).

Komentar Riwayat Ketiga

Syekh al-Bastawi dalam al-Mausu’ah fi Ahadits al-Mahdi ad-Dhaif wa al-Maudu’ mengomentari  bahwa sanadnya lemah disebabkan bersumber dari Nu’aim. (Hal 187).

Komentar Riwayat Keempat

Syekh al-Bastawi dalam al-Mausu’ah fi Ahadits al-Mahdi ad-Dhaif wa al-Maudu’ mengomentari  sanadnya dengan dhoif. (Hal 196).

Dari komentar-komentar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa umur dibai’atnya Imam al-Mahdi semuanya dhoif (lemah), bahkan ada yang tertuduh pendusta. Ulama-hadits hadits membuat sebuah kaedah yang berbunyi  tidak boleh berhujjah dengan hadits Ahad dalam perkara ‘akidah.

Maknanya, hadits Ahad saja harus diabaikan berhujjah dalam perkara akidah, apatah lagi berhujjah dengan hadits dhaif.*

Penulis asatidz Tafaqquh Study Club. Alumni Univesitas Al-Azhar Kairo

No comments: