Kebijakan Umar bin Khatab pada Umatnya Saat Menghadapi Wabah


Dari pengalaman Umar bin Khattab menghadapi wabah Tha’un ‘Amwas tersebut, ada banyak pelajaran yang dapat diambil untuk menghadapi wabah corona ini,
HAMPIR seluruh umat Islam dari yang kecil sampai besar pasti mengenali Khalifah yang kedua, yaitu Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razakh bin Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyiy Al ‘Adawiy. Nasab Sayyidina Umar bertemu dengan nasab Nabi Muhammad ﷺ di Ka’ab bin Lu’ay. Beliau adalah salah satu bangsawan dan pemuka Quraisy, sebelum Islam bangsa Arab memilihnya sebagai penerang tatkala terjadi konflik. Atau perang sesama mereka atau dengan orang lain (baca: Tarikh wa Sirah wa Manaqib Amir al-Mukminin al-Faruq, karya Muhammad Ridha, hal.10)

Kemudian setelah cahaya Islam menerangi hatinya dan menjadi salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang terdepan. Ketika itu, pandangan dan sikapnya sering kali menjadi acuan Rasul ﷺ  dalam menentukan beberapa kebijakan.

Imam al-Suyuthi dalam karyanya yang berjudul Tarikh al-Khulafa’ menulis satu bab yang berjudul Fi Muwafiqat Umar, menerangkan tentang pendapat-pendapat Umar yang disepakati oleh kalamullah.

Adapun pandangan dan sikap Umar yang diakui sebagai salah satu sebab turunnya beberapa ayat dalam Al-Qur’an, di antaranya.

Pertama, menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Saat itu Umar berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ  untuk menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Kemudian turunlah Surat al-Baqarah ayat 125  yang memerintahkan agar maqam ibrahim dijadikan sebagai tempat sholat sebagaimana usulan Umar bin Khattab.

Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar berkata kepada Nabi ﷺ : “Wahai Rasulullah ﷺ  ada hal yang baik dan tidak bagus menimpa istri-istrimu. Mungkin, alangkah baiknya engkau memerintahkan mereka untuk berhijab.”  Sejak itu turunlah Surat an-Nur ayat 31 yang menjelaskan agar istri-istri Nabi Muhammad ﷺ  berhijab.

Ketiga, ketika turun Surat al-Mukminun ayat  12: wa laqad khalaqnal-insāna min sulālatim min ṭīn (Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah). Pada saat itu umar mengucapkan  “fa tabarakallahu ahsanal khaliqin”. Kemudian turunlah akhir Surat al-Mu’minun ayat 19 sebagaimana diucapkan Umar: “fa tabarakallahu ahsanal khaliqin” (Maka Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik). Sikap dan pandangan Umar yang disepakai oleh al-Qur’an lebih dari 20 peristiwa. (lihat Tarikh al-Khulafa’ karya Imam al-Suyuthi, hal. 99-101).

Kebijakan Umar Menghadapi Wabah

Banyak sekali sisi menarik yang bisa diulas dari sosok Amir al-Mukminin Umar bin Khattab. Salah satu contohnya adalah kebijakan beliau tatkala terjadi wabah Tha’un di masa kepemimpinannya pada tahun 17 atau 18 H (baca Badzl al-Ma’un karya Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, hal.241-249). Sebagai pemimpin negara saat itu, beliau mengadakan perjalanan dari Madinah menuju Syam bersama para Sahabat-sahabat Nabi Muhammad ﷺ.

Dengan maksud untuk menguatkan pasukan Muslimin di sana dan membagi harta warisan para shahabat, setiba di Sargh, sebuah perkampungan ke arah Syam di penghujung wilayah Hijaz, Umar berjumpa dengan rombongan Abu Ubaidah al-Jarrah. Ketika itu, Abu Ubaidah menyampaikan kabar perihal wabah Tha’un telah menyebar luas di Kota Syam.

Seketika itu pula Umar mengadakan musyawarah dengan para pemuka Muhajirin dan meminta pendapat mereka perihal melanjutkan perjalanan menuju Syam atau kembali ke Madinah.

Di antara para Sahabat ada yang mengusulkan  agar tetap melanjutkan perjalanan ke Syam. Akan tetapi ada juga Sahabat yang mengusulkan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Syam dan kembali lagi ke Madinah.

Berikutnya Umar mengumpulkan para pemuka Anshar, menyampaikan masalah pandemi ini dan meminta pendapat. Tak berbeda dengan para Muhajirin, mereka pun terbagi menjadi dua kelompok antara melanjutkan ke Syam atau  kembali ke Madinah.

Belum kuat keyakinan Umar tentang pengambilan keputusan antara memasuki kawasan wabah, beliau menemui masyarakat di sana atau kembali ke Madinah.  Beliau kembali bermusyawarah denga para Sahabat senior yang mereka itu terlibat saat pembebasan kota Makkah.

Akhirnya kelompok ketiga ini sepakat, agar Umar  beserta rombongan tidak memasuki Syam dan agar kembali ke Madinah. Maka Umar berdiri dan berseru, “Besok pagi aku akan kembali (ke Madinah). Maka harap dimaklumi keputusan ini.”

Mendengar sikap dan kebijakan Umar, Abu Ubaidah yang menjadi pemimpin pasukan di Syam, menyampaikan keberatan, seraya berkata, “Apakah (dengan keputusanmu itu) engkau hendak lari dari ketentuan (qadha) Allah?” Umar langsung menyambut, “Andaikan yang bicara seperti itu bukan engkau wahai Abu Ubaidah, tentu aku….” Umar tidak melanjutkan. Mungkin Umar menghargai Abu Ubaidah sebagai pemimpin Syam ketika itu, Umar melanjutkan jawabannya:

نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ، إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ، وَالأُخْرَى جَدْبَةٌ، أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ، وَإِنْ رَعَيْتَ الجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ؟

“Benar, kita lari dari takdir Allah, kepada takdir Allah yang lain. Apa pendapatmu andaikan engkau mempunyai sekumpulan onta yang memasuki dua jenis lembah, yang satu lembahnya subur dan satunya lagi tandus. Andaikan engkau menggembalakannya di lembah yang subur, maka sebenarnya itu atas takdir Allah, dan andaikan engkau menggembalakannya di lembah yang tandus, maka sebenarnya itu atas takdir Allah pula?.”

Artinya, Umar ingin menjelaskan bahwa menyelamatkan diri dari penyakit dan kembali ke Madinah serta menutup jalan menuju ke kawasan wabah (lock down) juga merupakan takdir Allah SWT.

Pada saat Umar dan Abu Ubaidah bermusyawarah, tiba-tiba muncul Abdurrahman bin Auf, yang baru datang karena ada urusan. Ia menjelaskan, “Aku pernah mendengar Nabi ﷺ  bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ

“Jika kamu sekalian mendengar ada pandemi berjangkit di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya, dan jika pandemi berjangkit di suatu daerah dan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar dari sana karena melarikan diri darinya.”

Mendengar hadis Nabi Muhammad ﷺ  dari Abdurrahman bin ‘Auf, Umar langsung mengucapkan alhamdulillah, dan pada akhirnya Umar bersama rombongannya memilih untuk kembali ke Madinah. Sementara Abu Ubaidah dan rombongannya kembali pula ke Syam.

Lalu apa yang terjadi setalah Umar ke Madinah dan Abu Ubaidah pergi ke Syam?

Ternyata, wabah semakin hari semakin luas dan memakan korban yang sangat banyak, begitu sulit ujian yang ditanggung oleh umat Islam di Syam pada saat itu. Peristiwa yang mencekam di Syam akhirnya sampai juga kepada Amir al-Mukminin Umar bin Khattab dan ia menulis surat kepada Abu Ubaidah agar menemuinya di Madinah. Artinya Umar ingin Abu Ubaidah mencari tempat perlindungan dan menyelamatkan hidupnya. Namun Abu Ubaidah tetap ingin bersama dengan pasukan dan umat Islam di Syam. Abu Ubaidah membalas surat Umar.

يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنِّي قَدْ عَرَفْتُ حَاجَتَكَ إِلَيَّ، وَإِنِّي فِي جُنْدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ لَا أَجِدُ بِنَفْسَيْ رَغْبَةً عَنْهُمْ، فَلَسْتُ أُرِيدُ فِرَاقَهُمْ حَتَّى يَقْضِيَ اللَّهُ فِيَّ وَفِيهِمْ أَمْرَهُ وَقَضَاءَهُ، فَخَلِّنِي من عزمتك يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، وَدَعْنِي فِي جُنْدِي.

“Wahai Amirul-Mukminin, sesungguhnya aku sudah tahu maksud yang engkau inginkan terhadap diriku. Aku selama ini sudah membersamai pasukan-pasukan kaum Muslimin. Saya sangat mencintai mereka. Sedikit pun aku tidak berniat meninggalkan mereka hingga Allah membuat keputusan terhadap diriku dan mereka. Karena itu perkenankan aku kali ini untuk tidak mengikuti perintahmu wahai Amirul-Mukminin dan biarkan aku bersama pasukanku.”

Tatkala kondisi wabah semakin parah, penyebaran virus tak terkendalikan, dalam kondisi yang lemah karena sakit, Abu Ubaidah berdiri di hadapan kaum Muslimin di Syam dan berkhutbah.

“Wahai semua manusia, penyakit ini merupakan rahmat bagi kalian, ini adalah doa Nabi kalian. Ini adalah kematian orang-orang shalih sebelum kalian. Sesungguhnya Abu Ubaidah memohon kepada Allah agar diberikan bagian yang seperti itu.”

Tak terbayangkan kesetiaan dan kecintaan seorang pemimpin kepada masyarakatnya, yaitu kecintaan dan rasa tanggung jawab yang tulus dari Sahabat Nabi yang bernama Abu Ubaidah kepada pasukan-pasukannya, padahal ia bisa saja lari dan keluar dari kawasan wabah.

Beberapa pertimbangan seperti ingin membersamai pasukan-pasukannya dan kemungkinan ia tidak ingin menyebarkan virus di daerah yang tidak tersentuh wabah, sebab ia keluar dari daerah yang terjangkit virus.

Sahabat Berguguran

Allah menakdirkan Tha’un ‘Amwas ini menelan korban lebih kurang 25 atau 30  ribu pasukan kaum muslimin. Adapun para Sahabat Nabi yang meninggal, disebabkan Tha’un ‘Amwas, di antaranya: Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, Mu’adz bin Jabal, Syurahbil bin Hasanah, al-Fadhl bin ‘Abbas anak pamannya Nabi ﷺ , Abu Malik al-Asy’ary, Yazid bin Abi Sufyan saudaranya Mu’awiyah, al-Harits bin Hisyam saudaranya Abu Jahal, Abu Jandal, Suhail bin ‘Amar ayahnya Abu Jandal. (baca: al-Isya’ah li al-Asyrat al-Sa’ah ditulis oleh al-‘Allamah al-Muhaqqiq Muhammad bin Rasul al-Husani, hal.121).

Setelah meninggalnya beberapa Sahabat, seperti Abu Ubaidah, Mu’az bin Jabal, pada saat itu Amru bin Al-‘Ash melaksanakan keputusan social distancing (pembatasan social), seperti naik ke bukit, meninggalkan Kota Syam yang sudah terpapar virus, tinggal di perkebunanm dan tidak berkumpul dan menyebar ke bukit-bukit atau padang pasir.

Dalam hal ini Amru bin ‘Ash berbeda pandangan dengan pendahulunya, ketika ia menjadi pemimpin dan berkhutbah:

أيها الناس.. إن هذا الوجع إذا وقع فإنما يشتعل اشتعال النار فتحصّنوا منه في الجبال

 “Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung.”

Ternyata kebijakan Amru bin ‘Ash untuk diberlakukan social distancing disetujui oleh Umar bin Khattab, dan akhirnya langkah Amru bin ‘Ash ini dengan izin Allah SWT benar-benar efektif memangkas penyebaran virus ‘Amwas dari satu orang ke lain orang. Ketika keadaan sudah kondusif Umar pun berangkat ke Syam dan Ali bin Abi Thalib mewakalinya untuk pengurusan di Madinah. Setelah sampai ke Syam Umar membantu pembagian waris bagi keluarga korban wabah, mengatur penempatan pasukan, membantu para korban berupa harta, makanan dan beberapa hal lainnya.

Empat Kebijakan Umar Hadapi Wabah

Selama wabah ‘Amwas, setidaknya ada 4 kebijakan Umar bin Khattab dalam menghadapi wabah Tha’un.

Pertama, Umar bin Khattab lebih mengedepankan musyawarah dengan pemimpin-pemimpin Syam terkait menghadapi pandemi, dan tegas dalam mengambil kebijakan yang ia yakini itu adalah benar dan bisa menyelamatkan umat. Sekalipun berbeda pandangan dengan Abu Ubaidah, ia tetap memberikan arahan dan masukan bergizi, tanpa merendahkan Abu Ubaidah.

Kedua, Sayyidina Umar mengambil kebijakan untuk tidak memasuki daerah yang terjangkit wabah dan kembali ke Madinah. Artinya kebijakan ini sangat sesuai sekali dengan yang disebut dengan sistem lockdown atau isolasi atau karantina wilayah karena pandemi virus.

Ketiga, Amir al-Mukminin Umar menerima keputusan bawahannya Amru bin ‘Ash tatkala waktu-waktu mendesak. Artinya bahwa Umar menerima segala kebijakan selama itu bermanfaat untuk manusia, tanpa ada kepentingan sepihak.

Keempat, al-Faruq berangkat dari Madinah menuju ke Syam untuk melihat keadaan wilayahnya dan membersamai keluarga-keluarga korban, serta memberikan bantuan, membagikan harta warisan yang selama wabah dan setelah pandemi tentu terjadi kemerosotan ekonomi, dan tentu juga memberikan motivasi ruhani.

Dari pengalaman Umar bin Khattab menghadapi wabah Tha’un ‘Amwas tersebut, ada banyak pelajaran yang dapat diambil untuk menghadapi wabah corona ini, sebelum wabah Covid-19 semakin tidak bisa dikendalikan, karena jika suatu wabah telah tersebar luas, bisa dipastikan ekonomi di daerah tersebut akan merosot bahkan bisa anjlok, tentu saja itu akan meresahkan masyarakat. Maka selagi skala penyebarannya masih bisa dianggap kecil, kebijakan-kebijakan Amir al-Mukminin Umar insya Allah bisa dijadikan sebagai acuan dan pelajaran bagi kita semua.  Wallahu Alam Bishawab.*

Tim Asatidz Tafaqquh Study Club  

No comments: