Kenapa Corona Datang Menjelang Ramadhan
Diantara takdir Allah yang harus diyakini bahwa kemunculan virus corona jelang bulan suci Ramadhan bukanlah sebuah kebetulan semata.
“Karena sering sholat dirumah, akhirnya saya tahu kalau anak sulung saya yang kelas VI belum sempurna cara wudhunya”.
“Meski terpaksa, saya harus menjadi imam sholat dirumah. Padahal saya bukan ustadz. Tapi hasilnya, hapalan dan bacaan Qur’an saya semakin baik”.
Kalimat diatas hanyalah penggalan dari testimoni lainnya tentang sensasi ‘lockdown’ dirumah seiring merebaknya virus corona di Indonesia. Meski bukanlah keinginan kita masing-masing, berdiam diri dirumah sebagai bagian dari social distancing juga tidak dapat dihindari.
Hingga tulisan ini dibuat, setidaknya ada 2.738 pasien positif Covid-19 di Tanah Air dengan 221 orang diantaranya meninggal dunia. Mungkin ada yang berkata bahwa angka ini bukanlah angka yang besar untuk Indonesia yang –berdasarkan proyeksi- berpenduduk 271.066.000 jiwa di tahun ini.
Namun perlu diingat, wabah pandemi seperti ini cenderung berperilaku ‘gunung es’, menutupi angka yang sebenarnya dengan grafik yang berpotensi untuk meningkat hingga beberapa waktu kedepan, na’udzu billaahi min dzalik.
Bagi orang beriman, keadaan yang berlaku saat ini akan dikembalikan kepada dua muara utama; bukti kekuasaan Allah dan kelemahan manusia. Mata hati orang beriman akan memunculkan penegasan Allah sebagai cover pertama respon dirinya.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِياماً وَقُعُوداً وَعَلى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنا مَا خَلَقْتَ هَذَا باطِلاً سُبْحانَكَ فَقِنا عَذابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali Imran:191).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberikan pengakuannya:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ.
“Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, karena seluruh perkaranya memberikan kebaikan baginya dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang mukmin. Jika diberi sesuatu yang menggembirakan, ia bersyukur, maka hal itu merupakan kebaikan baginya, dan apabila ia ditimpa suatu keburukan (musibah) ia bersabar, maka hal itu juga baik baginya”
Karakter ini bukan berarti meremehkan daya serang virus yang bermula dari negeri tirai bambu, China. Tapi orang beriman juga tidak akan tersandera lalu bersikap pasif, skeptis dan akhirnya menyerah.
Allah telah memberikan imun spesial yang hanya ada pada diri orang beriman, yaitu kemampuan untuk menikmati setiap takdir sehingga tidak merusak keharmonisan hubungannya dengan Allah Ta’ala.
Secara eco-sosial, kebijakan ‘lockdown’ membuat kita menahan diri untuk keluar rumah. Berarti ada potensi penghematan pengeluaran dari biaya makan di restoran, berbelanja di mall, hingga penggunaan bahan bakar.
Pertamina, dalam sebuah keterangan resminya menjelaskan bahwa komsumsi BBM masyarakat mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir, terutama saat physical distancing digalakkan. Sementara kita menyadari bahwa –saat ini- Indonesia juga sedang berjibaku dengan keterbatasan sumber daya energi seperti BBM tersebut.
Bahkan, bagi masyarakat DKI Jakarta, berkurangnya aktifitas ditempat umum ‘memberi berkah’ tersendiri yaitu berkurangnya polusi, tingkat kebisingan kendaraan menurun hingga langit Jakarta yang semakin cerah dan biru. Sebuah pemandangan yang tidak semua mata dapat menyaksikannya.
Dan yang lebih prinsip, meski ‘serangan mendadak’ Corona ini membuat kita ‘terpaksa’ untuk banyak beribadah kepada Allah, tapi iman kita berkata bahwa mungkin ini cara Allah untuk menawarkan kenikmatan berdoa, bersujud dan berserah diri kepada-Nya, yang selama ini tersisihkan oleh kesibukan atau aktifitas harian kita.
Sholat yang selama ini ditunaikan hanya untuk menggugurkan kewajiban, doa yang dipanjatkan tidak dengan sepenuh hati, tawakkal yang setengah-setengah karena merasa punya kemampuan untuk tetap survive, hingga pada skala makro, daerah dan negara yang tidak diproyeksikan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, ter-evaluasi secara automatically dengan hantaman makhluk ‘2019-nCoV’ tersebut.
Kasih Sayang Allah
Disisi lain, orang beriman juga meyakini bahwa suasana tak nyaman ini tidak menafikan keagungan kasih sayang Allah Ta’ala. Dalam hadits Qudsi, Allah memberikan kepastian-Nya “Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku….” (HR. Muslim).
Bahkan, suasana ini juga adalah refleksi kasih sayang Allah dengan menetapkan takdir yang dapat meningkatkan kualitas iman serta mengurangi kadar dosa yang telah dilakukan. Rasulullah bersabda:
إذا أحب الله قوما ابتلاهم
“Jika Allah telah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani).
Meski kita juga tetap patut mewaspadainya sebagai teguran atas kekhilafan yang terjadi diantara kita. Allah Ta’ala berfirman:
واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة
“Dan jagalah dirimu dari siksaan yant tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja diantara kalian…” (QS. Al Anfal:25)
Menggali Hikmah
Diantara takdir Allah yang harus diyakini bahwa kemunculan virus corona jelang bulan suci Ramadhan bukanlah sebuah kebetulan semata. Dalam arti kata, ada pesan langit yang harus kita ungkap agar ‘ketok palu’ Allah membumi secara tepat.
Setidaknya, membuat hati kita semakin berharap kepada-Nya, kesombongan diri menjadi hilang, tangan-tangan menengadah tanpa bosan, lisan meminta tiada henti, ibadah terasa lebih nikmat, dan kalau kita dapat larut dalam kesyahduan munajat seperti ini, pertanda bahwa kita telah menjadi pemenang dari bulan suci Ramadhan.
Dan mungkin dengan hasil inilah tanda bahwa kita menikmati kehadiran tamu ‘corona’ ini dengan sajian ‘Ramadhan’ yang mungkin telah lama kita tidak menikmati sensasinya. Allahu a’lam bish-shawab.*
Pengasuh Program Kuliah Da’i Mandiri-Balikpapan
No comments:
Post a Comment