Kontribusi Dokter Muslim dan Keperawatan untuk Dunia (1)
Botol medis dapat dilihat dalam manuskrip Utsmaniyah ini tentang pasar Islam, obat-obatan dan farmasi |
Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum
SAYA berdecak kagum membaca Al-Qanun fi ath-Thib, karya Ibnu Sina (w. 1037 M – 428 H), terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, 1999 M – 1420 H. Saya berterima kasih kepada Muhammad Amin adh-Dhanawiy yang menyiapkan naskah ini sehingga menjadi enak dibaca. Sebuah naskah, karya monumental seorang ilmuan muslim bernama al-Husain yang wafat hampir seribu tahun yang lalu.
Filsuf yang juga dokter ini menulisnya dari berbagai pendekatan, karena manusia adalah subyek peradaban maka meneliti kesehatan tidak bisa dipisahkan dari prinsip i’tidal (keseimbangan) dalam berbagai hal, sebelum melihatnya dari sisi materi atau fisik. Ia juga mengupas dengan detail otak manusia dan beberapa penyakit kepala, sampai kesehatan dan kedokteran gigi juga ada di buku ini.
Sebenarnya, ketertarikan saya pada tema ini muncul di tengah keprihatinan meningkatnya korban Covid-19 di kalangan para medis; dokter dan perawat yang gugur saat menjalankan tugasnya sebagai mujahid berhadapan langsung melawan virus ini. Betapa mulianya profesi mereka. Di saat semua orang diminta menjauh dan saling berjauhan, mereka mendekat karena tugas dan tanggungjawab. Maka, sisihkan dan sempatkan berdoa untuk mereka agar dikuatkan Allah dan yang gugur dimuliakan-Nya seperti halnya para syuhada.
Dokter-dokter Muslim
Ibnu Sina (w. 1037 M /428 H) bukan hanya dikenal sebagai sang maestro kedokteran melalui karyanya Al-Qanun fi ath-Thib, tapi beliau memiliki warisan penting di dunia kedokteran yaitu anesthesia, yaitu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan. Saya menemukan warisan-warisan keilmuan penting para dokter muslim lainnya, seperti Abu Bakar ar-Razi (w. 925 M/313 H) seorang dokter yang muncul dari fenomena banyaknya “dokter” palsu dan adanya tuduhan kepada dokter yang benar-benar dokter tapi disalahkan oleh pasien atau kerajaan karena tidak bisa menyembuhkan suatu penyakit.
Beliau kemudian meneliti dan membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Buku kedokteran fenomenal beliau Al-Hâwi fi ath-Thibb menjadi warisan kedokteran yang sangat bernilai. Penelitiannya kemudian disempurnakan oleh Ibnu Sina. Mereka berdua adalah peletak dasar ilmu bakteriologi, sebuah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan dan klasifikasi bakteri. Mereka berdua juga telah menggunakan psikoterapi dalam mengobati pasien untuk mengatasi gangguan mental dan kejiwaan.
Ada pula nama Abu Al-Qasim az-Zahrawiy (w. 1013M/400 H), dokter muslim pertama yang melakukan pembedahan. Karena itu beliau dikenal dalam dunia kedokteran sebagai mahaguru dokter bedah. Buku fenomenalnya yang sangat tebal at-Tasrif (30 jilid) merupakan kumpulan praktik kedokteran yang dilakukan olehnya. Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika.
Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini adalah turunan dari penelitiannya.
Ada juga nama Al-Hasan Ibnu al-Haitsam (w. 1040 M/430 H) adalah orang yang berjasa dan punya kontribusi penting dalam opthamology, yaitu cabang kedokteran yang berkaitan dengan penyakit dan bedah syaraf mata, otak dan pendengaran. Pakar optik dan peneliti mumpuni tentang cahaya ini mengilhami banyak ilmuan dan para penemu mikroskop dan teleskop serta pengembangan tentang lensa.
Saya berpikir siapakah yang mengorbitkan nama dokter-dokter dan dunia kedokteran secara akademik ini?
Akhirnya saya menemukan sebuah buku berjudul Kitâb ‘Uyûnu al-Anbâ’ fî Thabaqât al-Athibba’ karya seorag dokter muslim Abu al-Abbas, Ibnu Abi Ushaibi’ah (w. 668 H).
Buku ini awalnya berupa manuskrip yang dimiliki oleh Musthafa Bahgat (seorang Jaksa Mesir) lebih dari 200 tahun yang lalu dan dikoleksi oleh Bibliotheca Alexandrina di Mesir, dan kemudian dicetak dan diterbitkan oleh Dar al-Maarif di Kairo pada tahun 1996. Buku setebal 424 halaman ini menjelaskan tentang kedokteran dan dokter-dokter dari sejak zaman pra-Islam. Dr. Amir an-Najjar (Guru Besar Filsafat Universitas Asyuth) memberikan prolog penting tentang dunia kedokteran, termasuk profil Abu Bakar ar-Razi dan Ibnu Sina.
Meski tak semua nama dokter muslim termaktub dalam buku ini, namun banyak maklumat penting tentang dunia kedokteran sejak zaman Yunani kuno yang disebutkan di dalam buku ini.
Ibnu Abi Ushaibi’ah juga menukil beberapa sumber yang ada dalam karya lain sejenis yang sudah ada sebelumnya, Tarikh al-Athibba wa al-Falâsifah karya Ishaq bin Hunain (w. 298 H) dan Thabaqât al-Athibbâ’ wa al-Hukamâ’ karya Abu Dawud Sulaiman Ibnu Juljul yang diselesai ditulis pada 377 H. Keduanya diterbitkan dalam satu buku oleh Muassasah ar-Risalah di Beirut, pada tahun 1985.
Zaman Nabi
Sebenarnya jauh sebelum terkenalnya Ibnu Sina, terdapat banyak tokoh muslim yang dokter. Di antara yang perlu diketahui adalah tokoh dokter di zaman risalah kenabian, yaitu Ibnu Abi Rimtsah at-Tamimiy. Beliau adalah Sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang juga seorang dokter. Ada juga tokoh antagonis dari Kabilah Quraisy yang berprofesi sebagai dokter seperti al-Harits bin Kaladah, dan An-Nadhar bin Harits yang sangat memusuhi Nabi Muhammad ﷺ.* (BERSAMBUNG…)
Penulis doktor bidang Tafris Al-Quran dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir
No comments:
Post a Comment