Kontribusi Dokter Muslim dan Keperawatan untuk Dunia (2)

Botol medis dapat dilihat dalam manuskrip Utsmaniyah ini tentang pasar Islam, obat-obatan dan farmasi
Ide brilian Rufaidah yang direkam sejarah adalah tentang pembagian shift para perawat untuk menangani pasien

DI MASA kelam beberapa sejarah, perempuan pernah menjadi pihak yang diabaikan dan dikucilkan bahkan disamakan dengan benda mati. Zaman pra-Islam menuturkan seperti apa nasib mereka. Dianggap seperti properti yang bisa diwariskan, tak ada hak ekonomi, yang laki-laki bisa menikahi mereka tanpa batas jumlahnya. Bahkan ada kebiasaan buruk yang dikenal dengan wa’du al-banât yaitu membunuh anak perempuan dengan dikubur hidup-hidup karena dianggap aib memiliki anak perempuan. Maka Allah pun mengecam perilaku jahiliyah ini (lihat: QS. An-Nahl: 58, Az-Zukhruf: 17 dan At-Takwir: 8).

Penghormatan Islam terhadap Islam terlihat jelas dan mencolok melalui Surat An-Nisa’. Perempuan bukan sekedar diselamatkan dari kezhaliman, tapi ia diberi hak ekonomi dan berperan di tengah masyarakat. Karena itulah, kita mengenal nama-nama shahabiyah yang memiliki peran penting dalam sejarah dan peradaban Islam. Di antara nama-nama tersebut adalah Rufaidah al-Aslamiyah. Inspirator ilmu keperawatan dan kesehatan masyarakat.

Hari-hari ini, perawat adalah di antara orang-orang yang berada di garis paling depan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Mereka membersamai pasien lebih lama. Dengan berbagai macam tipe pasien dan jumlah yang sangat banyak, tentunya hal itu memerlukan ekstra kesabaran dan sekaligus stamina fisik dan mental yang kuat.

Rufaidah terlahir dari klan Bani Sa’d. Terlahir dari keluarga kaya, memiliki hobi menulis dan membaca. Beliau termasuk di antara orang-orang yang pertama yang masuk Islam dari kalangan Anshar di Madinah.  Kemahiran merawat dan mengobati orang didapatinya dari ayahnya yang juga seorang dokter, Sa’d al-Aslamiy.

Ia mampu mengoordinir para muslimah untuk bisa membantunya menjadi perawat yang baik. Mereka dilatih untuk berhadapan dengan kondisi pasien dalam kondisi yang paling buruk sekalipun. Kemahiran beliau terlihat menonjol pada saat peperangan Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandak serta Perang Khaibar.

Para sahabat yang terluka mendapatkan perawatan yang cukup memadai dan baik. Beliau meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk menggalang para muslimah agar bisa berada di barisan belakang untuk mengantisipasi para sahabat yang terluka dan memerlukan bantuan medis. Seusai perang pun beliau mendirikan tenda di sekitar Masjid Nabawi untuk menangani para korban perang yang memerlukan perawatan lanjutan dan intensif.

Ide briliannya yang direkam sejarah adalah tentang pembagian shift para perawat untuk menangani pasien. Ide inilah yang saat ini berlaku di berbagai rumah sakit, yaitu adanya shifting (kerja). Di antara sahabat yang pernah dirawat Rufaidah hingga sembuh adalah Sa’at bin Mu’ad, yang terluka akibat serangan panah di Perang Khandaq.

Sepenggal kisah ini bisa dibaca di dalam Al-Ishâbah fi Tamyîz ash-Shahâbah karya Ibnu Hajar al-‘Asqalaniy ketika menuturkan biografi singkat Rufaidah. Rasulullah ﷺ memerintahkan, “Bawalah ia ke khaimah (tenda) Rufaidah yang di Masjid, aku akan menjenguknya dalam waktu dekat.” Dan Rasulullah ﷺ pun memantau terus perkembangan kesehatan Sa’d. Karena jasanya ini maka beliau memberikan ghanimah kepada Rufaidah sama seperti bagian laki-laki yang ikut berperang.

Kisah heroik Nusaibah binti Ka’b di Perang Uhud pun bermula dari para medis, perawat-perawat yang ada di barisan belakang. Mereka, juga dibelaki pengetahuan membela diri dan menangani kondisi-kondisi berat, termasuk menghalau mereka yang hendak melarikan diri dari medan pertempuran.

Pengabdian Rufaidah dalam dunia kesehatan tidak hanya dilakukan dalam kondisi perang. Di luar musim perang, ia juga membuka semacam klinik gratis bagi siapa saja yang memerlukan pengobatan. Dari gagasan beliau inilah saat ini kita bisa mengenal unit perawatan intensif.

Dunia keperawatan hari ini sudah sangat maju. Bahkan sudah menjadi disiplin ilmu sampai jenjang yang paling tinggi, di perguruan tinggi, sejak jenjang S1 hingga program doktoral (S3).

Namun, tetaplah kebersamaan dan kolektifitas semua unsur para medis serta masyarakat dan tentunya pemerintah sangat diperlukan untuk menghadapi pandemi global saat ini. Paling tidak kisah Rufaidah memberi wawasan pentingnya kontribusi sesuai kemampuan dan kemahiran bisa sangat berarti. Karena manusia yang terbaik adalah mereka yang paling bermanfaat untuk sesamanya.

Para dokter muslim sebenarnya memiliki misi penting yaitu memerangi perdukunan dan hal-hal yang berbau klenik di zaman awal Islam. Kekosongan spiritual ini menjadi misi penting kenabian Muhammad ﷺ agar mengagantungkan segala hal kepada Allah. Namun demikian, beliau sangat menganjurkan pengobatan jika dalam menghadapi penyakit. Tawakkal yang dibarengi dengan usaha dan ikhtiyar maksimal. Dalam sabdanya beliau menyampaikan pesan tersebut.

تَدَاوَوْا؛ فَإِنَّ اللهَ  لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاِّ وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ: الـْهَرَمُ

“Berobatlah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali dijadikan baginya obat. Kecuali satu peyakit, yaitu penyakit tua.” (HR. Abu Dawud dan Imam Ahmad)

Suatu saat Abi Rimtsah hendak melakuka pengobatan kepada Rasulullah ﷺ.

عَنْ أَبِي رِمْثَةَ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَبِي فَرَأَى الَّتِي بِظَهْرِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أُعَالِجُهَا لَكَ فَإِنِّي طَبِيبٌ قَالَ أَنْتَ رَفِيقٌ وَاللَّهُ الطَّبِيبُ

Dari Abu Rimtsah ia berkata, “Saya menemui Rasulullah ﷺ bersama bapakku, lalu bapakku melihat sesuatu yang ada di punggung beliau, maka ia pun bertanya, “Wahai Rasulullah, maukah tuan aku obati, sesungguhnya saya adalah seorang tabib?” beliau bersabda: “Kamu ini hanya perantara -saja- dan Allah-lah yang -sesungguhnya- menjadi tabib.” (HR. Ahmad bin Hanbal no. 16843, Abu Dawud no.3674)

Itulah sepenggal kisah para dokter muslim dan perawat yang telah mendermakan diri dan ilmu yang dipelajarinya untuk kemanusiaan. Berharap di masa mendatang para dokter muslim kembali menjadi rujukan penting dalam dunia kedokteran dan kesehatan. Bersama untuk membimbing umat ini agar tetap sehat lahir batin, serta bermanfaat untuk membangun peradaban manusia yang beradab dan bermartabat.

Maka, saat ini kita bantu mereka untuk menjaga kesehatan agar tidak membebani mereka yang sedang berhadapan langsung dengan wabah yang mengglobal saat ini.

Terima kasih kepada para dokter dan perawat yang membersamai para pasien dan penuh kesabaran. Yang rela mengorbankan waktunya dan kesempatan berkumpul dengan keluarga, demi melawan wabah penyakit dan menginginkan sebanyak mungkin orang kembali ke rumahnya dalam keadaan baik-baik.

Jaga pola hidup sehat, istirahat yang baik, makan dari yang halal dan thayyib, berbahagia dan bahagiakan orang lain. Stay home and save lives.*

Penulis doktor bidang Tafris Al-Quran dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir

No comments: