Kopi, Minuman Para Ulama dan Ahli Ibadah
KOPI dalam bahasa Arab disebut qahwah, sedangkan qahwah merupakan nama lain dari khamr. Khamr dinamai qahwah, karena ia mencegah dari makan. (At Talkhis fi Ma’rifati Al Asma`, hal. 312)
Sedangkan mengenaia qahwah yang dimaksud adalah sebutan untuk minuman yang biasa diminum dari biji kopi yang disangrai kemudian dihancurkan, kemudian direbus dengan air, sebagaimana dinyatakan Al Qasimi. (Risalah fi Asy Syai wa Al Qahwah wa Ad Dukhan, hal. 14)
Asal Mula dan Penyebaran Kopi
Ulama Hadits dari Damaskus itu juga menjelaskan mengenai asal dari biji kopi ini, dimana ia berasal dari tumbuhan yang biasa hidup di wilayah yang panas. Di Jazirah Arab, kopi banyak tumbuh di Yaman , di pesisir Laut Merah. Sedangkan jenis-jenis kopi mencapai 30 jenisnya. Dan kopi pertama kali popular di Arab, terutama Yaman, kemudian menyebar ke India, selanjutnya ke Eropa lantas Amerika Selatan. Sedangkan asal mula tumbuhan ini dari Habasyah atau Ethiopia. Banyaknya tumbuhan ini di Yaman dan perhatian dengan baik terhadapnya, maka kopi Yaman adalah kopi terbaik di dunia. Sultan Salim sendiri membawa kopi ke Istanbul pada tahun 922 H, dan minuman kopi mulai marak dikonsumsi di sana tahun 960 H. (Risalah fi Asy Syai wa Al Qahwah wa Ad Dukhan, hal. 15)
Penemu Kopi dari Kalangan Sufi
Para fuqaha dan ulama sejarah Islam menyatakan bahwasannya orang yang pertama mengkonsumsi biji kopi (bunn) sebagai minuman adalah seorang ulama sufi yang bernama Abu Bakr bin Abdillah Asy Syadzili, diaman ketika ia melakukan siyahah (perjalanan spiritual), ia melewati sebuah pohon kopi, ia pun mengkonsumsinya. Ia mendapati bahwa kopi menenangkan pikiran dan membuat tetap terjaga dari tidur. Setelah itu, Abu Bakr pun menasihati kepada para pengikutnya untuk mengkonsumsinya. (Hasiyah Ibnu Abidin, 6/ 461)
Kalangan sufi juga memiliki andil besar mempopulerkan minuman kopi, dimana disebutkan oleh Abdul Hayyi Ad Dimasyqi, bahwa Muhyiddin Abdul Qadir Al Bakrawi, ulama sufi kurun 9 yang juga mensyarah Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim ini mempopulerkan meminum kopi di Damaskus, hingga di kota itu banyak berdiri kedai kopi. (Syadzrat Adz Dzahab, 8/330)
Hukum Mengkonsumsi Kopi
Pada kurun ke 9 dan 10 hijriah, para ulama berselisih mengenai hukum meminum kopi. Ada pihak ulama yang mengharamkan, diantaranya adalah Quthb bin Sulthan Al Hanafi dari Syam, Ahmad bin Ahmad As Sinbathi dari Mesir, karena melihat ada bahaya yang ditimbulkan ketika seseorang mengonsumsinya. Sedangkan kebanyakan ulama’ menyatakan mubah. Namun kemudian ada kesepatan seluruh ulama bahwasannya mengkonsumsi kopi hukumnya mubah. (Hasiyah Ibnu Abidin, 6/ 461)
Sebagaiman juga saat itus ebagian ulama madzhab Maliki mengeluarkan fatwa bahwa kopi haram dikonsumsi. Kabar mengenai hal itu pun cepat menyebar di Mesir. Pada saat itu Syeikh Al Islam Zakariya Al Anshari, ulama mujaddid dari Mesir pun diminta pendapatnya mengenai perkara itu. Akhirnya Syeikh Zakariya Al Anshari pun meminta beberapa orang untuk mengkonsumsi kopi, untuk melihat dampak darinya. Syeikh Zakariya tidak mendapati adanya perubahan pada diri mereka, kecuali meningkatnya semangat. Kemudian Syeikh Al Islam menambahkan untuk mereka minuman itu, namun tetap tidak ada perubahan negatif pada diri mereka. Akhirnya Syeikh Zakariya Al Anshari pun menghukumi halal mengkonsumnya. (An Nur As Safir, hal. 217)
Minum Kopi Sarana Mendekatkan Diri kepada Allah
Syeikh Ahmad bin Umar Al Yamani, penulis kitab Al Ubbab dalam madzhab Asy Syafi’i menyampaikan bahwasannya minum menyebabkan hilangannya ngantuk dan kemalasan. Dengan meminum kopi seorang bisa semangat dalam melakukan berbagai perbuatan, baik yang berkenaan dengan perkara dunia maupun akhirat. Jika seorang meminum kopi dengan tujuan sebagai pembantu dalam melakukan perkara yang mendekatkan diri kepada Allah, seperti memperkuat malakukan qiyam, menela’ah ilmu-ilmu bermanfaat, atau bermudzakarah maka ia termasuk perkara yang mendekatkan kepada Allah. Jika meminum kopi dilakukan dengan tujuan untuk membantu perkara-perkara mubah, maka hukumnya juga mubah. Jika ia dilakukan untuk membantu perbuatan makruh, maka ia pun makruh. Demikian pula jika bertujuan untuk mambantu perbuatan haram, maka termasuk haram. (Mathalib Ulinnuha, 6/216)
Kopi Kuatkan Ibadah Para Sufi
Para ulama sufi sendiri banyak mengkonsumsi kopi, hal ini tidak lain karena membantu mereka dalam melakukan ibadah. Sebagaimana yang terjadi pada Abu Abdilllah Muhammad bin Ali Al Yamani, seorang ulama yang biasa berfatwa yang juga seorang tokoh besar sufi, dimana Al Idrusi berkata,”Ia selalu meminum kopi malam dan siangnya.” (Nur As Safir, hal. 143)
Demikian juga yang terjadi kepada para pengikut Syeikh Ikhlas Al Khalwati, dimana Al Muhibbi berkata mengenai mereka,”Setiap tahunnya di musim dingin ia memiliki perkumpulan dimana para muridnya berpuasa tiga hari, dan mereka berbuka ketika matahari terbenam dengan harirah (gandung yang dimasak dengan susu) dan roti dari gandum lebih dari dari auqiyah (119 gram) dan tidak meminum air tawar, namun meminum kopi, dan mereka melanjutkan ibadah dan dzikir di malam hari dan siang hari…” (Khulashah Al Atsar, 1/244)
“Warkop” Sarana Dakwah
Karena bagi para ahli ibadah, kopi merupakan sarana untuk menguatkan ibadah, maka mereka juga membangun kedai kopi. Hal ini dilakukan oleh seorang ulama besar sufi, Syeikh Muhammad bin Abi Bakr Ash Shufi yang dikenal sebagai Syeikh Al Yatim dari Damaskus. Al Muhibbi berkata mengenai Syeikh Yatim,”Di awal mulanya ia mencari nafkah sebagai penjual kopi dengan suwiqah (roti gandum) yang dibakar, dan kedai kopinya merupakan tempat berkumpulnya orang-orang shalih…” Al Muhibbi juga menyatakan bahwasannya Syeikh Al Yatim menyewa tempat di samping kedai kopinya untuk dijadikan tempat shalat berjama’ah. Jika adzan berkumandang, maka Syeikh Al Yatim mengajak para pembeli untuk melaksanakan shalat berjama’ah. (Khulashah Al Atsar, 2/316)
Kopi Minuman Para Cendekia
Bukan hanya dikenal dikonsumsi para ulama dari kaum sufi, kopi juga banyak dikonsumsi oleh para ulama pemikir. Al Qasimi berkata mengenai kopi,”Ia minuman para penulis, para guru, para penela’ah kitab, para pengajar ilmu-ilmu sastra dan ilmu-ilmu profesi serta para penyair…”(Risalah fi Asy Syai wa Al Qahwah wa Ad Dukhan, hal. 17)
Dengan demikian, tradisi mengkonsumsi kopi dalam khazanah peradaban Islam bukanlah hanya sebagai bagian dari gaya hidup saja, namun lebih dari itu, ia merupakan sarana bagi kemajuan, baik untuk perkara yang berkenaan dengan dunia, maupun akhirat.
No comments:
Post a Comment