Perempuan Skotlandia Yang Meng-Islamkan Keluarga dan 30 Temannya
Aisha seringkali melihat Mohammad melaksanakan sholat. Ia mengenang bahwa, ‘ada kepuasan dan kedamaian pada apa yang Mohammad lakukan’. Maka setelah itu, ia menanyakan tentang hal tersebut. Mohammad menjawab, ia adalah seorang Muslim. Aisyah pun berkata, “Apa itu Muslim?”.
DEBBIE Rogers, yang kini dipanggil Aisha, berasal dari keluarga Kristen yang taat dan ketat. Ia menghadiri pertemuan Salvation Army (Bala Keselamatan, salah satu denominasi Gereja Protestan yang terkenal dengan pelayanan sosialnya) secara rutin. Di saat gadis-gadis Britania lainnya menciumi poster Goerge Michael sebelum tidur, Rogers memiliki gambar Yesus di dinding kamarnya. Meski begitu, ia mendapati apa yang dianutnya tidaklah cukup, banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Ia merasakan ketidakpuasan terhadap kekurangan pada struktur disiplin kepercayaanya. Aisha berkata, “Seharusnya ada hal yang lebih, dibanding sekedar berdo’a saat menginginkanya saja”.
Aisha pertama kali berjumpa dengan suaminya di masa mendatang, Mohammad, saat ia berumur 10 tahun. Ia adalah pelanggan tetap toko yang dijalankan oleh keluarga Mohammad. Aisha seringkali melihat Mohammad melaksanakan sholat. Ia mengenang bahwa, ‘ada kepuasan dan kedamaian pada apa yang Mohammad lakukan’. Maka setelah itu, ia menanyakan tentang hal tersebut. Mohammad menjawab, ia adalah seorang Muslim. Aisyah pun berkata, “Apa itu Muslim?”. Semenjak itu, dengan bantuan Mohammad, ia mulai mengenal lebih dalam mengenai Islam.
Aisha akhirnya memutuskan memeluk Islam saat berumur 16 tahun. Kemudian ia menyelesaikan bacaan Al-Qur’an dalam bahasa Arab di umur 17 tahun. Bagaimanapun, walau telah menjadi seorang Muslimah, orangtua Mohammad menentang pernikahan keduanya. Mereka mengatakan bahwa perempuan barat akan menuntun anak sulungnya pada kesesatan. Biarpun demikian, mereka tetap dapat melangsungkan pernikahan di sebuah Masjid lokal. Aisha mengenakan gaun jahitan tangan yang dibuat oleh ibu mertuanya. Ibu mertua dan saudari-saudari iparnya diam-diam menghadiri pernikahan mereka menentang keinginan ayah mertuanya yang menolak hadir.
Orangtua Aisha, Michael dan Marjory Roberts, yang meskipun menghadiri pernikahan tersebut, mengkhawatirkan pakaian yang mulai saat itu dikenakan Aisha dan apa yang akan dipikirkan tetangga-tetangga mereka. Enam tahun kemudian, Aisha memulai sebuah misi untuk membawa keluarganya pada Islam. Ia dan suaminya senantiasa berusaha membicarakan tentang Islam kepada ayah dan ibunya. Kedua orangtuanya pun telah melihat perubahan baik pada diri Aisha, seperti ia yang tak pernah lagi bersikap tak hormat dan membantah perkataan keduanya.
Ibunya mengikuti langkahnya dengan segera. Marjory Rogers merubah namanya menjadi Sumayyah, dan menjadi seorang Muslimah yang taat. Ia mengenakan hijab dan melaksanakan shalat tepat waktu. Tak ada lagi kini, yang lebih penting baginya selain hubunganya dengan Allah SWT. Sedang ayah Aisha lebih sulit untuk menerima Islam. Maka ia pun meminta tolong ibunya yang baru saja menjadi Muslimah, untuk ikut membantunya berbicara kepada ayahnya. Ia dan ibunya menjadi terbiasa membicarakan Islam dengan ayahnya tersebut. Hingga suatu hari saat mereka sedang duduk-duduk di dapur, ayahnya tiba-tiba berkata: “Apa kata-kata yang kamu ucapkan untuk menjadi seorang Muslim?”.
Mereka dipenuhi dengan kebahagiaan saat ayahnya akhirnya memeluk Islam. Tiga tahun kemudian, saudara Aisha turut memeluk Islam diikuti oleh istri dan anak-anaknya, dan diikuti pula oleh keponakan laki-laki dari istrinya. Hal ini tak berhenti di situ. Setelah keluarganya menjadi Muslim, Aisha menujukan perhatiannya pada tetangga-tetangganya. Setiap hari minggu selama 13 tahun belakangan, Aisha mengadakan kelas khusus pengajaran Islam untuk perempuan-perempuan Skotlandia. Sejauh ini, ia telah membantu 30 perempuan lebih menjadi Muslimah.
Mereka berasal dari berbagai latar yang berbeda. Salah satunya Trudy, seorang dosen di Universitas Glasgow dan merupakan bekas penganut Katolik. Pada saat itu, ia menghadiri kelas Aisha murni karena dibayar untuk melakukan beberapa penelitian. Tapi setelah 6 bulan mengikuti kelas, ia akhirnya memutuskan menjadi Muslimah, sebab ia mendapati agamanya sebelumnya penuh dengan kebingungan dari logika yang tak konsisten.
Suami Aisha, Mohammad, tak begitu getol untuk membawa teman-teman Skotlandianya menjadi saudara-saudara Muslim. Ia bekerja membantu di restoran keluarga. Tapi tujuan utama hidupnya adalah memastikan lima anak mereka tumbuh menjadi Muslim yang baik. “Aku dapat yakin mengatakan bahwa aku tak pernah menyesalinya”, Aisha berkata mengenai ke-Islamannya. Ia pun menutup dengan sebuah perkataan tentang pernikahnnya;
“Setiap pernikahan memiliki pasang-surutnya, dan terkadang kau memerlukan sesuatu untuk menarik diri dari kesulitan. Tetapi Rasulullah SAW mengatakan, ‘Setiap kesulitan akan diikuti dengan kemudahan’. Maka saat kamu sedang melewati tahapan yang sulit, berusahalah untuk kemudahan yang akan mendatangi.”
Mohammad lebih romantis: “Aku merasa kita telah saling mengenal selama ribuan tahun dan tak akan pernah terpisah satu sama lain. Menurut Islam, kamu bukan sekedar pendamping di kehidupan, tapi juga dapat menjadi pendamping di surga, ini adalah sesuatu yang indah.”*Fida’ Ahmad Syuhada’
No comments:
Post a Comment