Sejarah Singkat Keperawatan Islam



Keperawatan merupakan manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan profesional kesehatan. Diskursus keperawatan Islam setidaknya dapat dilacak dan didalami di dalam Alquran meski tidak dijabarkan secara detail.

Sebagaimana fungsinya sebagai pemberi penjelasan (tibyan) terhadap segala sesuatu, secara implisit Alquran mengungkapkan tentang aspek keperawatan. Misalnya dapat dilihat pada zaman Nabi Adam, hal itu termaktub dalam Alquran Surah Al-Maidah ayat 31 berbunyi: “Fa ba’asallahu ghuraban yabhasu fil-ardhi liyuriyahu kaifa yuwariy sauata akhihi. Qala ya waylata a’ajaztu an akuna misla hadzal-ghurabi fa-uwariya sauata akhiiy, fa ashbaha mina-nadimin."

Yang artinya: “Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia harusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata: Oh celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini? Sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini. Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal.”

Berdasarkan buku Pedoman Standar Pelayanan Keperawatan RS Syariah karya kumpulan ahli medis dari Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (Mukisi) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), kisah mengenai keperawatan juga pernah diceritakan pada masa Nabi Ayub. Kesabaran Nabi Ayub yang tertimpa penyakit menahun tak membuatnya bergeser menjadi hamba yang durja.

Dalam sakitnya itu, Nabi Ayub dirawat oleh istrinya, Siti Rahmah dengan sabar. Beliau bahkan rela menjual gulungan rambutnya demi bisa membeli roti dan asupan nutrisi kepada Nabi Ayub.

Alquran kemudian menjabarkan kisah keperawatan dari zaman Nabi Isa. Sebelum akhirnya seiring berjalannya waktu, seorang perawat modern yang hidup di zaman Rasulullah bernama Rufaidah Al-Islamiya mempelajari ilmu keperawatan saat ia bekerja membantu ayahnya.

Saat terjadi peperangan di Madinah, Rufaidah membangun tenda di luar Masjid Nabawi untuk merawat kaum Muslimin yang sakit. Saat perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Khaibar, beliau menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang.

Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat. Dan ketika perang Khaibar, dia meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk ikut di garis belakang pertempuran untuk merawat para mujahid yang terluka. Tugas ini digambarkan mulia oleh Rufaidah dan merupakan pengakuan awal untuk pekerjaannya di bidang keperawatan dan medis.

Teknik perawatan ala Rufaidah

Dalam kitab Al-Ishbatu fi Tamyizi karya Imam Ibnu Hajar dijelaskan, ketika Rufaidah melihat panah tertancap di dada Saad karena Abu Usamah dalam Perang Khandaq, ia berupaya menghentikan aliran darahnya terlebih dahulu. Ia membiarkan panah itu tertancap di dada Saad guna membiarkan darah agar terus mengalir.

Sebab jika panah itu segera dicabut, darah akan mengucur dan tak bisa dihentikan. Yang mana hal itu hanya akan mengancam nyawa Saad sendiri.

Inilah teknik cerdas yang dilakukan Rufaidah tentang keperawatan yang baik dan tenang meski dalam suasana genting perang yang tak kondusif. Ketangkasan Rufaidah dalam bidang keperawatan membuat Rasulullah SAW mempercayainya menjadi perawat para sahabat yang terluka dalam perang.

Tak hanya itu, Rufaidah juga aktif dalam kegiatan sosial dan mendermakan hartanya untuk membantu anak yatim, kaum difabel, dan orang miskin. Tak hanya dalam teknik keperawatan, Rufaidah juga kemungkinan menjadi Muslimah pertama yang membentuk sistem keperawatan.

Dia mengatur tugas perawat menjadi dua shift, yakni siang dan malam. Rufaidah jugalah yang mengelola keuangan dengan sistem pengelolaan rumah sakit yang kita kenal hingga hari ini.

No comments: