Sejarah Wabah dalam Dunia Islam


Dari rentang sejarah yang panjang menganai wabah, umat Islam bisa meneliti, mempelajari pengalaman-pengalaman dari mereka.

Dalam catatan sejarah Islam, banyak diungkap terjadinya wabah. Ibnu Hajar Al-‘Asqalany dalam “Badzlu al-Maa’un fii Fadhli ath-Thaa’un” (361-370) mengemukakan secara ringkas hasil penelitiannya terkait wabah tha’un.

Menyitir perkataan Abu Hasan Al-Mada`iny, Ibnu Hajar menulis bahwa pada masa Islam, ada lima wabah tha’un paling besar: Pertama, tha’un Syirawaih. Wabah ini terjadi di Mada`in (wilayah Persia) saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup.

Kedua, tha’un ‘Amwas. Ini terjadi pada masa Umar bin Khattab (18 H). Lokasi kejadiannya di Syam. Pada saat itu yang meninggal sekitar 25 ribu orang. Itu baru yang meninggal. Bisa dibayangkan betapa banyaknya korban kala itu.

Ketiga, tha’un Jarif. Ini terjadi pada tahun 69 H. Keempat, tha’un al-Fatayaat tahun 87 H. Dinamakan demikian karena pada waktu itu yang banyak meninggal adalah dari kalangan wanita. Kelima, tha’un di Kufah zaman Abu Musa al-Asy’ary tahun 50 H.

Setelah menjelaskan 5 besar wabah tha’un yang terjadi pada masa Islam, beliau kemudian menjelaskan beberapa tha’un yang juga terjadi di negeri-negeri Islam. Di Mesir pada tahun 66 H, menyebar wabah tha’un. Bahkan pada saat wafatnya Abdul Aziz bin Marwan tahun 85 H, juga terjadi wabah ini. Menurut Al-Mada` ini ketika wabah tha’un mengjangkiti Mesir, Abdul Aziz bin Marwan mencoba untuk lari ke desanya. Dan akhirnya meninggal di desa itu.

Wabah tha’un lain yang terekam dalam catatan sejarah adalah tha’un al-Asyraf, tha’un Addi bin Artha’ah pada tahun 100 Hijriah. Disusul kemudian pada tahun 107 Hijriah yang keduanya sama-sama di Syam.

Tha’un yang lain adalah Ghurab yang terjadi pada tahun 127 H. Lalu tha’un Salam bin Qutaibah (131 H) terjadi di Bashrah pada bulan Rajab dan semakin parah pada bulan Ramadhan. Dan mulai berkurang pada bulan Syawal. Pada waktu itu setiap hari yang mati mencapai seribu orang. Semua ini terjadi pada masa Daulah Umawiyah.

Pada masa Daulah Abbasiyah juga terjadi tha’un. Misalnya pada tahun 134 yang menjangkiti wilayah Ray. Kemudian tahun 146 di Baghdad. Pada tahun 221 di Bashrah. Dalam kitab “al-Muntadham” disebutkan bahwa pada waktu itu banyak sekali yang meninggal. Sampai ada kejadian pilu di mana ada orang yang memiliki 7 anak yang mati sekaligus dalam sehari.

Kemudian pada tahun 249 H, terjadi tha’un di Irak. Di susul kemudian tahun 301 H. Berikutnya terjadi tha’un di Ashbahan pada tahun 324 H. Sedangkan pada tahun 340 juga terjadi lagi wabah ini.

Pada saat itu banyak yang mati mendadak. Sampai seorang qadhi (hakim) saat dinas ada terjangkit tha’un dan meninggal dalam kondisi masi berpakaian dinas.

Kemudian pada tahun 406 terjadi lagi tha’un di Bashrah. Pada tahun 420  H terjadi juga tha’un yang besar di India. Kemudian merambat ke Khurasan, Jurjan, Ray, Ashbahan dan di penjuru gunung Helwan sampai Maushil.

Menurut catatan sejarah, pada waktu itu, di Ashbahan saja korbannya mencapai 40 ribu. Kemudian menyebar ke wilayah Bahgdad.

Pada tahun 425 juga terjadi wabah tha’un di Syairaz. Hingga banyak orang yang terkubur dalam rumah karena sedikit sekalit tenaga yang bisa memakamkannya.

Setelah itu meluas ke Wasith, Ahwaz dan Bashrah kemudian Baghdad. Dalam sehari begitu banyak yang mati. Bahkan, dalam jangka waktu yang tidak lama yang meninggal mencapai 70 ribu.

Sedangkan pada tahun 439 H terjadi juga wabah tha’un di Maushil, Al-Jazirah dan Baghdad. Pernah sampai dalam satu kali shalat jenazah, mayat yang dishalatkan mencapai 300 ribu orang.

Tha’un berikutnya terjadi pada tahun 452 Hijriah di Hijaz dan Yaman. Pada waktu itu banyak perkampungan yang hancur dan tak dipulihkan lagi. Bahkan, orang yang memasuki wilayah yang terdampak wabah akan mati seketika.

Pada tahun 455 di Mesir juga terjadi lagi wabah tha’un. Banyak sekali yang meninggal sepanjang 10 bulan. Dalam catatan sejarah, dalam sehari bisa mencapai 1000 jiwa.

Menurut catata Sabth bin Al-Jauzi pada tahun 449 terjadi wabah tha’un. Jumlah yang meninggal cukup mencengangkan. Ribuan bahkan jutaan menurut hitungan saat ini. Kemudian di Azarbaijan, Ahwaz kemudian Bashrah.

Kemudian terjadi di Samarkand. Dalam sehari ada 6 ribu bahkan lebih orang yang meninggal. Masyarakat siang dan malam sibuk memandikan, mengkafani dan memakamkan jenazah. Pada waktu itu rumah yang dikarantina leih dari 2000.

Akhirnya banyak orang taubat, sedekah, mendiami masjid, membaca al-Qur`an dan menumpahkan minuman keras bahkan menghancurkan banyak peralatan.

Saat itu di Samarkand saja yang meninggal 236 ribu. Tha’un ini awalnya dimulai dari Turkistan kemudian ke Kasygar (Sekarang : Xinjiang) dan Farghanah lalu Samarkand.

Pada saat terjadi wabah tha’un di Mesir tahun 445, sultan Mesir saat itu sampai 80 ribu jiwa. Pada tahun 455, di Mesir juga, yang meninggal tiap harinya seribu jiwa.

Selanjutnya di Damaskus pada tahun 469. Penduduknya pada waktu itu berjumlah sekitar 105 ribu orang. Akibat wabah ini, yang tersisa 3.105. Pada tahun 478 wabah tha’un terjadi di Irak kemudian meluas ke seluruh dunia.

Dan masih banyak sekali yang dicatat oleh Ibnu Hajar. Hingga akhirnya catatannya pada tahun 841 terjadi wabah tha’un di Mesir. Dimulai pada bulan Ramadhan. Seusai Ramadhan meningkat menjadi 100, pada bulan Muharram menjadi 1000 kemudian bertambah lagi pada bulan Shafar.

Itulah data singkat mengenai wabah tha’un pada masa Islam. Ini belum catatan tentang wabah pasca zaman Ibnu Hajar, pastinya akan banyak catatan lain yang menunjukkan banyaknya wabah ini.

Dari rentang sejarah yang panjang menganai wabah, umat Islam bisa meneliti, mempelajari pengalaman-pengalaman dari mereka. Sebab sejarah bisanya kembali terulang. Yang beda adalah bentuk dan macam wabahnya. Adapun wabah terus menerus berulang. Bagi muslim itu bisa menjadi rahmat dan kesyahidan, adapun bagi yang lain bisa menjadi azab. Wallahu a’lam.*

No comments: