Belajar dari Khalifah Umar bin Khattab ketika Menghadapi Masa Sulit

WABAH virus corona (COVID-19) tak hanya berdampak ke kesehatan masyarakat, tapi juga memukul sendi-sendi perekonomian. Ada yang terkena Pemutusan Hubungan Pekerjaaan (PHK), ada yang tidak bisa berniaga karena usahanya terpaksa ditutup, bahkan ada yang hampir jadi fakir miskin karena ketiadaan pekerjaan.
Dalam kondisi begini, pemerintah beserta pejabat, orang kaya, dan seluruh elemen masyarakat dianjurkan untuk mencontoh khalifah Umar bin Khattab dalam menghadapi masa-masa sulit.
Dalam kitab Al–Bidayah Wa Al-Nihayah karya Ibnu Katsir, dikisahkan Umar Bin Khattab pernah menghadapi musim kemarau yang sangat panjang, sering disebut juga tahun Ramadah.

Kekeringan tersebut berlangsung hingga sembilan bulan lebih dan menyebabkan banyak orang kelaparan. Masyarakat pedalaman banyak yang mengungsi ke Madinah. Hingga kota tersebut menjadi padat dan berisiko mengalami kekurangan pangan.
Khalifah Umar bin Khattab tidak tinggal diam, ia menggunakan dana Baitul Maal untuk membantu rakyatnya yang terkena musibah ini. Bahkan Umar mengurangi konsumsi kebutuhan hidupnya, mulai dari roti, susu dan makanan enak lainnya serta lebih memilih gajinya diserahkan kepada rakyat.
Kondisi fisik Umar pun berubah, kulitnya bertambah hitam akibat selalu blusukan dan badannya bertambah kurus karena mengurangi konsumsi makanan untuk dirinya. Para sahabat yang lain merasa sedih melihat kondisi yang dialami Umar, mereka khawatir Umar akan jatuh sakit karena bertindak seperti itu.
Khalifah Umar juga mengerahkan seluruh pejabat di daerah lain untuk mengirim bantuan dan menyumbangkan sebagian harta mereka kepada rakyat yang mengalami musibah. Mulai dari sahabat Abu Musa yang berada di Bashrah, lalu sahabat Abu Ubaidah yang menyumbangkan makanan dengan dibawa oleh 4.000 tunggangan serta sahabat-sahabat lainnya yang saling bahu membahu untuk bertahan dalam musibah tersebut.
Saat ini kisah tersebut sangat relevan dengan wabah virus corona (COVID-19). Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dan rakyat pada masa kekhalifahan Umar itu tidak ada salahnya bila diterapkan sekarang. Seluruh elemen, baik pimpinan, pejabat, ulama dan seluruh warganya saling bahu membahu untuk menolong sesama.
Lihat bagaimana masyarakat Madinah hatinya sangat terbuka lebar untuk mau menerima warga-warga dari daerah lain, meskipun pada akhirnya mengancam stabilitas ekonomi mereka. Para pemimpinnya pun, seperti Khalifah Umar Bin Khattab sangat perhatian kepada rakyatnya dan berusaha sekuat mungkin untuk bisa membantu mereka bertahan dalam musibah tersebut.
Para pejabat dan sahabat yang lain pun tidak ketinggalan untuk mendermakan harta dan tenaga kepada rakyat. Persatuan untuk bertahan dari musibah sangat kuat dan tidak membeda-bedakan suku maupun agama.
Semua manusia yang terkena musibah dibantu dan ditolong tanpa memandang embel-embel di belakangnya, karena itu adalah fitrah sebagai manusia untuk saling menolong.
Nah masyarakat Indonesia semestinya saling tolong-menolong untuk bertahan dari musibah corona. Musibah yang telah berdampak pada segala aspek, baik ekonomi, sosial dan budaya dihadapi bersama oleh seluruh rakyat.
Orang yang memiliki kekayaan berlebih masih membantu saudaranya yang membutuhkan. Orang-orang saling mengingatkan untuk kuat dan sabar serta melakukan upaya preventif seperti membagikan masker, mensosialisasikan cuci tangan dan menganjurkan untuk di rumah saja.
Tidak ketinggalan pemerintah pun turut serta membantu meringankan kebutuhan rakyatnya. Bahkan beberapa pejabat dipotong haknya untuk dialokasikan membantu warga yang membutuhkan. Tentu hal seperti ini terjadi karena fitrah manusia untuk mau saling membantu saat yang lain kesusahan.
Rasa kemanusiaan di atas perbedaan, baik agama, suku, ekonomi dan lain-lain, yang sering menyelimuti kehidupan. Tentu ini harus disuburkan agar hidup manusia lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Bahkan Islam pun menghendaki kebaikan bagi seluruh manusia. Jika tidak, mana mungkin Khalifah Umar dan para sahabat lainnya mau bersusah-payah untuk menolong sesamanya, meskipun berbeda agama dan suku. Karena pemahaman keislaman sudah sangat mendalam maka sikap tidak membedakan itulah mucul dalam perilaku di kehidupan dunia.

Sikap berbuat baik kepada siapa pun mencerminkan ajaran Islam yang penuh kasih sayang sehingga menghadirkan rahmat bagi seluruh alam.
Demikian dilansir dari laman Suaramuhammadiyah
Oleh Royyan Mahmuda Daulay, jebolan Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

No comments: