Kematian Tunangan Yang Menuntun Pada Islam



Karena ia sadar, pasti ada suatu hal yang lebih dari sekedar kematian. Pastinya ada sebuah alasan untuk setiap peristiwa.
NAMANYA Maria. Ia baru saja memeluk Islam setahun yang lalu. Ia berasal dari Boulder, Colorado, lahir di sana, dan menghabiskan seluruh masa sekolahnya di sana sepanjang hidupnya. Kedua orangtuanya berasal dari Afrika Selatan, kemudian berimgrasi ke tempatnya sekarang. Tidak seorangpun dari mereka yang dekat dengan agama. Kedua orangtuanya adalah ateis, dan jelas tidak beriman terhadap tuhan. Maria memiliki seorang saudara laki-laki yang belajar musik di University of Colorado. Saudara laki-lakinya adalah penganut Katolik, jadi ia juga bukanlah seorang Muslim.

Sebelum menjadi Muslim, Maria juga tidak percaya dengan Tuhan. Ia tidak beragama, dan tidak memiliki keimanan. Tampaknya hal itu turun dari cara kedua orangtuanya membesarkanya. Ia tak percaya dengan kebenaran agama manapun sama sekali. Jika ia dan kedua orangtuanya membicarakan tentang agama, mereka pasti akan membicarakan nya dengan pandangan negatif. Saat itu, ia benar-benar tidak melihat agama sebagai hal yang baik. Ia memikirkan agama sebagai sumber masalah yang menyebabkan perang dan perpecahan di dunia.

Maria mulai berkenalan dengan Islam dua atau tiga tahun yang lalu. Waktu itu ia berkencan dengan seorang pria Pakistan. (Saat ini, setelah mengenal lebih dalam tentang Islam, ia tidak menganjurkan untuk terlibat dalam hubungan dengan lawan jenis sebelum menikah sebagaimana Islam mengajarkan.) Dan hal itu adalah kali pertama ia mulai terbuka untuk mengenal Islam. Ia sedikit demi sedikit mulai belajar tentang Islam dan untuk tidak berpikiran negatif tentangnya. Sebelumnya, ia benar-benar tidak tahu apapun mengenai Islam. Maka setelah berbicara dengan pria Pakistan itu dan beberapa orang lain, ia mulai mengumpulkan berbagai fakta mengenai agama ini. Ia membeli terjemah Al-Qur’an berbahasa Inggris, dan mulai membacanya.

Saat bersama dengan pria Pakistan yang kemudian menjadi tunangannya, mereka tidak pernah benar-benar berbicara tentang Islam. Saat itu, ia tidak melihat tunangan nya sebagai pribadi seorang Muslim maupun seseorang yang religius. Ia hanya melihatnya sebagai sosok yang baik dan terhormat. Tunangan nya tersebut sangatlah sopan dan baik terhadap siapapun. Ia tak pernah membuat orang lain tersinggung, bahkan terhadap orang yang tidak disukainya, tunangan nya tetap berusaha bersikap baik. Mulanya, ia memutuskan untuk memercayai Islam karena pertunangan nya dengan pria Pakistan ini yang berlangsung untuk waktu yang lama.

Hingga suatu waktu, tunangan nya pergi mengunjunginya, yang waktu itu sedang belajar di Arizona. Tunangan nya mengemudikan mobil sendirian dari Boulder ke Arizona. Di perjalanan, ia terlibat dalam sebuah kecelakaan dan meninggal seketika. Itu adalah pengalaman pertama Maria bersinggungan dengan kematian. Dan hal itulah yang menuntunya untuk mempelajari Islam lebih dalam. Karena ia sadar, pasti ada suatu hal yang lebih dari sekedar kematian. Pastinya ada sebuah alasan untuk setiap peristiwa. Dan semakin ia memikirkanya, ia merasa sudah seharusnya ada peran Yang Maha Kuasa di setiap kejadian apapun yang menimpa manusia.

Maka ia mulai kembali membaca Al-Qur’an, membaca banyak buku, dan berbicara dengan banyak orang. Dan pada satu saat tertentu, ketika ia sedang membaca Al-Qur’an, sekitar dua bulan setelah kematian tunangan nya, ia merasa tiba-tiba semua menjadi terang benderang baginya. Pada momen itu, ia merasa segalanya, kematian tunangan nya, situasi yang ia hadapi, semuanya memiliki arti. Saat itulah ia benar-benar merasa bahwa inilah kebenaran. Saat itu juga, ia bersyahadah dengan sendirian.

Di kemudian hari, ia membicarakan tentang keputusanya itu dengan beberapa orang teman Muslimnya. Teman-temanya menyarankan agar ia pergi ke Denver. Sebab ada seorang Syeikh yang tingga di sana. Ia berbicara dengan sang Syeikh, dan beliau meminta Maria untuk meyakinkan kembali dirinya sendiri terhadap pilihanya. Sang Syeikh menginginkan agar Maria yakin bahwa keputusanya bukan sebab orang lain, bahwa ia melakukanya bukan untuk tunangan nya. Mereka berbicara tentang hal ini, dan Maria mengatakan kepada sang Syeikh, “Ya, ini untuk diriku sendiri.”

Ia kemudian kembali mengucapkan syahadat di depan sang Syaikh, dan didampingi dua orang sahabatnya sebagai saksi. Kini, Maria mengakui, jika ia tidak bertemu dengan tunangan nya, mungkin ia tidak akan mempelajari banyak hal tentang Islam sedini itu. Dan ia mengakui, ia mungkin tidak akan segera memeluk Islam sebagaimana yang ia lakukan sekarang. Tapi jika ia berkaca ke belakang, pada semua yang sudah ia lalui. Maria yakin bahwa ia akan tetap memeluk Islam begitu telah benar-benar mengenalnya.* Fida’ Ahmad S

No comments: