Bung Hatta: Pancasila Jangan Sebagai “Lip Service” Saja


Karena itulah, menurut Bung Hatta, bangsa Indonesia perlu belajar dari pengalaman sejarah beberapa penyelewengan terhadap Pancasila, seperti yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

 EMPAT bulan setelah pemberontakan PKI tahun 1965, Proklamator Kemerdekaan Indonesia Mohammad Hatta menerbitkan sebuah buku kecil (hanya 16 halaman), berjudul “Pancasila Jalan Lurus” (Bandung: Angkasa, 1966, Ejaan disesuaikan dengan EBI). 

Dalam bukunya itu, Mohammad Hatta (Bung Hatta) mengajak bangsa Indonesia agar jangan mempermainkan Pancasila, dan hanya menggunakan Pancasila sebagai “lip service” saja. Lip service itu dalam bahasa Inggris diartikan sebagai satu bentuk kemunafikan (hypocrisy): “an expression of agreement that is not supported by real conviction.” Yakni, satu bentuk persetujuan di mulut saja, tanpa diikuti dengan keyakinan.

Bagi Bung Hatta, komitmen terhadap Pancasila haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Hal semacam ini sudah melekat pada diri Bung Hatta. Beliau dikenal sangat disiplin dan taat dalam melaksanakan sesuatu. Bung Hatta pernah bersumpah tidak akan menikah sampai Indonesia meraih kemerdekaan. Itu beliau buktikan. Bung Hatta menikah pada umur 43 tahun, bulan November 1945.

Maka, dalam kaitan dengan Pancasila itu pun, Bung Hatta mengajak bangsa Indonesia untuk berkomitmen dengan sungguh-sungguh. Khususnya terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa!

Begini kata beliau. “Pengakuan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam artinya, tidak dapat dipermain-mainkan. Tidak saja berdosa, sebagai manusia kita menjadi makhluk yang hina, apabila kita mengakui dengan mulut, dasar yang begitu tinggi dan suci, tetapi di hati tidak dan diingkari dengan perbuatan.”

Menurut Bung Hatta, Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi hanya hormat menghormati agama masing-masing, melainkan menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.

“Dengan dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan dalam kesatuan Pancasila, pemerintahan negara pada hekekatnya tidak boleh menyimpang dari jalan yang lurus untuk mencapai kebahagiaan rakyat dan keselamatan masyarakat, perdamaian dunia yang abadi serta persaudaraan bangsa-bangsa,” demikian tegas Bung Hatta.

Selanjutnya dijelaskan Bung Hatta, bahwa pengakuan kepada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, mewajibkan manusia untuk berlaku suci dalam hidupnya, menentang segala yang kotor, dalam keadaan maupun perbuatan. Pengakuan itu pun mewajibkan manusia untuk melenyapkan segala yang buruk dan membangun segala yang baik untuk menyempurnakan bumi Allah sebagai tempat kediaman manusia sementara dalam perjalanan ke alam baka.

Bahaya PKI

Buku kecil Bung Hatta itu memang ditujukan untuk mengingatkan bangsa Indonesia akan bahaya mempermainkan Pancasila, seperti yang dilakukan oleh PKI.  Bung Hatta membuka tulisannya dengan ungkapan: “Sejak percobaan merebut kekuasaan negara oleh Gestapu/PKI gagal dan ABRI bersama-sama dengan ormas-ormas golongan agama dan nasional bertindak bahu-membahu untuk mengikis gerakan PKI sampai ke akar-akarnya, banyak terdengar suara yang menyatakan kekuatirannya bahwa “Revolusi akan menyeleweng ke kanan.”

“Benarkah pendapat itu?” Bung Hatta bertanya, dan menjawab sendiri pertanyaanya: “Revolusi Indonesia yang dicetuskan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, yang disemangati oleh Pancasila, tidak mengenal jalan kanan dan jalan kiri, hanya mengenal jalan lurus yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa.”

Menurut Bung Hatta, tujuan Revolusi Indonesia itu ialah memerdekakan Indonesia dari genggaman imperialisme dan kolonialisme segala macam, baik politik dan ekonomi maupun ideologi, dan membangun Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.  Tujuan itu diakui oleh Bung Hatta merupakan tugas yang teramat berat. Untuk itulah, tulis Sang Proklamator, “… bangsa kita memerlukan bimbingan dari Yang Maha Kuasa. Itulah sebabnya maka negara kita berdasarkan Pancasila.”

Bung Hatta mengingatkan kembali akan komitmen para pemimpin rakyat Indonesia yang dengan ikhlas mengakui: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Karena itulah, menurut Bung Hatta, bangsa Indonesia perlu belajar dari pengalaman sejarah beberapa penyelewengan terhadap Pancasila, seperti yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Ketika itu, PKI memanfaatkan Pancasila dan menyalahgunakan konsep Nasakom-nya Bung Karno, untuk memperkuat kedudukannya.

Berikut penjelasan Bung Hatta tentang tindakan PKI dalam menyalahgunakan Pancasila dan memanfaatkan kedudukan Bung Karno:

“Nasakom bagi PKI hanya dipergunakan sebagai batu loncatan untuk merebut kekuasaan, seperti dilakukannya dengan gerakan 30 September 1965. Kaum komunis bukan komunis dan leninis, apabila tujuannya lain dari merebut kekuasaan selekas-lekasnya untuk mengkomuniskan seluruh dunia. Pancasila tidak pernah diakuinya dan tidak dapat diakuinya karena bertentangan dengan filsafat sosialnya: materialisme, anti-Tuhan. Tetapi sebagai taktik, PKI mengakui bahwa Republik Indonesia – bukan mereka – berdasarkan Pancasila. Mereka menggoncengi pemerintahan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila itu hanya sebagai jalan untuk merebut kekuasaan. Apabila mereka sudah berkuasa, dasar Pancasila itu mereka hapuskan, diganti dengan dasar komunisme dan materialisme dialektik. Tetapi dalam hal ini hukum dialektik itu berlaku pula terhadap PKI sendiri. Dengan tindakannya yang biadab dalam percobaan merebut kekuasaan yang dapat dipatahkan oleh ABRI atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, ia menghidupkan lawannya yang lebih besar. Pendukung-pendukung negara Pancasila berjangkit seperti orang yang tersentak dari tidurnya. Semangat Pancasila bergelora kembali.”

Demikianlah peringatan Bung Hatta atas pihak-pihak yang menjadikan Pancasila hanya sebagai lip service (hiasan bibir saja), yang tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan ajaran-ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Semoga menjadi bahan renungan bagi bangsa kita semua. Aamin.*



Guru Pesantren Attaqwa College Depok

No comments: