Cara Syariat Islam Hapuskan Perbudakan


Salah satunya, bahwasanya syariat sendiri mendorong para pengamalnya agar membebaskan, budak, dan hal itu dilakukan secara sukarela

SEJAK datangnya Islam, perbudakaan sudah ada di muka bumi ini, di Yunani, Romawi, India, China dan lainnya. Saat itu, budak mendapatkan perlakuan amat buruk, sampai Plato menyatakan bahwasannya Tuhan menciptakan para raja dengan mencampur emas ke dalam tanah liat sebagai asal penciptaannya, sedangkan Ia menciptakan para pembantunya dengan perak yang dicampur dengan tanah liat. Adapun budak diciptakan dari tanah yang dicampur dengan tembaga. (Syarh Al Yaqut An Nafis, hal. 927)

Islam Hanya Akui Satu Sebab Perbudakan

Sebelumnya, penyebab perbudakan amat banyak, yakni peperangan, dimana para tawanan dijadikan sebagai budak. Selain karena peperangan, kemiskinan juga dijadikan sarana praktik perbudakan, dimana mereka yang tidak mampu membayar hutang akan dipaksa menjadi budak. Selain itu juga, para pelaku pembunuhan dan pencurian pun dijadikan sebagai budak. Bekerja dan tinggal di ladang tuan tanah pun menjadi sarana praktik perbudaan. Korban penculikan pun bisa dijadikan budak. Serta ada pula ajaran yang menggolongkan manusia berdasarkan kasta, dimana hal ini menjadi pintu masuk perbudakan. (Nidzam Ar Riq fi Al Islam, hal. 11, 12)

Dari sekian penyebab praktik perbudakan, hanya satu yang diakui oleh Islam, perbudakan dikarenakan peperangan. (Syarh Al Yaqut An Nafis, hal. 927).

Islam Haramkan Kedzaliman terhadap Budak

Islam juga memerintahkan para pemeluknya agar tidak berlaku dzalim kepada para budak, dari Abu Dzar Radhiyallahu’anhu, bahwasannya Rasulullah ﷺbersabda, ”Barang siapa saudaranya berada dalam tanggungannya, maka hendaklah ia memberi makan untuknya apa yang ia makan, memberinya pakaian seperti yang ia pakai. Dam janganlah kalian membebani apa yang tidak ia mampu. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.” (Riwayat Al Bukhari)

Islam Memotivasi untuk Bebaskan Budak Secara Sukarela

Meski syariat memerintahkan untuk memuliakan budak, namun amat banyak dari ajaran Syariat, yang berperan dalam pembebasan budak. Salah satunya, bahwasanya syariat sendiri mendorong para pengamalnya agar membebaskan, budak, dan hal itu dilakukan secara sukarela. Dari Barra` bin `Azib, bahwasannya suatu saat datanglah seorang badui kepada Rasulullah ﷺ dan bertanya, ”Wahai Rasulullah, sampaikan kabar kapadaku mengenai amalan yang memasukkanku ke surga. Maka Rasulullah ﷺ menjawab,”Bebaskan jiwa, merdekakan budak.” (Riwayat Ibnu Huzaimah dalam Ash Shahih).

Pembebasan Budak Melalui Kafarat:

Di samping pembebasan secara sukarela, ada pula ajaran syari’at yang memerintahkan pembebasan budak dalam beberapa kondisi, yang biasa disebut kafarat.

Kafarat Pembunuhan

Mengenai kafarat untuk pembunuhan, Allah telah berfirman, yang artinya:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا۟ ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَٰقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara bertaubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS: An Nisa [4]: 92).

Kafarat Sumpah yang Dilanggar

Allah Ta’ala berfirman,

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ

Yang artinya: ”Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.” (QS: Al Maidah [5]: 98).

Kafarat Dzihar

Dzihar, adalah penyerupaan seorang suami atas istrinya dalam keharaman dengan mahram si suami. Seperti pernyataan seorang suami kepada istrinya,”Engkau begiku seperti punggung ibuku. ”Dan jika sang suami menyatakan demikian, dan tidak diikuti dengan talaq, dan menarik apa yang telah diucapkan maka ia harus menunaikan kafarat yakni memerdekakan budak mukmin, namun jika ia tidak memperolehnya ia harus berpuasa dua bulan secara berurutan, dan kalau ia tidak mampu maka ia harus memberi makan 60 orang miskin.” (Syarh Yaqut An Nafis, hal. 638, 643).

Kafarat Jima’ di Siang Hari di Bulan Ramadhan

Demikian juga bagi siapa yang secara sengaja berjima’ di siang hari di bulan Ramadhan maka kafarahnya adalah memerdekakan budak, jika tidak memperolehnya maka berpuasa dua bulan berturut-turut, namun jika tidak mampu, ia harus member makan 60 orang miskin. (Syarh Yaqut An Nafis, hal. 309).

Proses Pemerdekakan Budak dalam Syariat:

At Tadbir

Selain pembebasan budak karena kafaratm syari’at sendiri menyediakan beberapa fasilitas dalam proses pembebasan budak, diantaranya adalah at tadbir. At Tadbir adalah, ketika seorang tuan menggantungkan kemerdekaan hambanya dengan kematiannya. Semisal, tuan si budak berkata kepada budaknya,”Jika aku mati, maka engkau merdeka.” (Syarh Yaqut An Nafis, hal. 919)

Al Kitabah

Selain at tadbir, ada al kitabah, yakni akad pembebasan dengan lafadznya dengan imbalan dalam dua waktu atau lebih. Hal ini seperti seorang tuan berkata kepada hambanya, ”Aku bebaskan kamu dengan al kitabah atas dua dinar yang engkau tunaikan untukku dalam dua bulan, tiap bulannya satu dinar. Jika engkau menunaikannya untukku, maka engkau bebas.” (Syarh Yaqut An Nafis, hal. 919).

Umm Al Walad (Budak yang Melahirkan Anak Tuannya)

Demikian juga syariat, telah menetapkan, bahwasannya seorang budak perempuan jika ia digauli oleh tuannya dan melahirkan anak dari tuannya itu maka ia dan anaknya otomatis merdeka ketika tuannya wafat. (Syarh Yaqut An Nafis, hal. 920).

Demikianlah, bagaimana Islam memperlakukan budak serta mengikis perbudakan melalui syari’at yang diajarkan. Wallahu Ta’ala A’lam bishawab…*

No comments: