KH. Mas Mansur: Ulama dan ‘Pejuang Pena’

Buku-buku karya KH Mas Mansur

Kiai Mansur termasuk orang yang gemar menulis. Beliau memang bukan wartawan, tetapi beliau seringkali menulis di berbagai surat kabar pada zaman Hindia BelandaTOKOH  legendaris Muhammadiyah ini (1896-1946) dikenal piawai bukan saja dalam mengurusi organisasi, atau berpidato melalui dakwah-dakwahnya yang santun dan sejuk, tapi juga dalam dunia karang-mengarang, suka buku dan perpustakaan.

Berbeda dengan KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansur amat perhatian dengan dunia tulisan. Berikut ini secara kronologis dan singkat akan dikemukakan keterlibatan beliau dalam dunia kertas dan tinta ini.

Awalnya pernah menerbiatkan majalah sederhana bernama Suara Santeri, Djinem (dalam bahasa Jawa dengan huruf Arab Jawi). Penerbitan majalah ini dibantu oleh H.M. Isa dan H.A. Zakariya. Meksi kecil-kecilan beliau sudah merintis pengelolaan majalah.

Dalam dunia ini beliau juga pernah menjadi anggota redaksi majalah “Kawan Kita yang Tulus” di Kota Surabaya. Beliau juga aktif menulis di berbagai media surat kabat dan majalah. Sosoknya pada waktu itu sudah dikenal masyarakat melalui pemberitaan media yang memuat fotonya.

Menurut keterangan orang yang memperhatikan karangan beliau, gaya tulisannya biasanya tidak panjang bertele-tele tapi pendek, padat dan berisi. Selain itu, dalam menulis beliau juga bijaksana, tidak suka menyakiti hati orang dengan tulisan-tulisannya. Beliau juga mencari kata-kata yang halus dan komunikatif.

Menurut catatan Sutrisno Kutoyo, “Kiai Mansur termasuk orang yang gemar menulis. Beliau memang bukan wartawan, tetapi beliau seringkali menulis di berbagai surat kabar pada zaman Hindia Belanda. Dengan tulisan-tulisannya itu Kiai Haji Mas Mansur berusaha membangkitkan umat Islam yang sedang tidur.” (1982: 148)

Berbagai majalah yang pernah memuat tulisan beliau seperti: Siaran dan Kentongan (Surabaya), Suara Muslimin Indonesia (Zaman Jepang), Penganjur, Siaran Al-Lisan, Al-Manah Muhammadiyah, Indonesia Merdeka, Islam Bergerak (Yogyakarta), Panji Islam, Pedoman Masyarakat (Medan), Adil (Surakarta), Dunia Dagang dan lain-lain.

Bisa dikatakan dalam dunia tulis-menulis beliau cukup produktif. Bahkan ketika beliau semakin disibukkan dengan organisasi, tetap menulis dengan cara bertutur yang kemudian ditulis oleh murid-muridnya. Di antara murid dan sahabat beliau yang sering menuliskan adalah: Anwar Rasyid (putra Buya Sutan Mansur, M. Arsyad Al-Donggalawy, Abdul Mu’in Ampany, A. Karim D.P., Amjad, Farid Ma’ruf, Ibrahim As-Sausy, Wondosudirdjo, Hamka dan lain-lain.

Di antara buku yang pernah ditulis beliau misalnya: Adabul Bahtsi wal Munadlarah, Masa’il Khamsah, Hadits Nabawiyah (ditulis dalam berbahasa Arab), Syarat Syahnya Nikah dan Rangkaian Mutu Manikam dari Kiai Hadji Mas Mansur. Pernah juga menulis kata pengantar dalam buku “Rumah Tangga Rasulullah” karya A.R. Baswedan.

Terkhusus Mutu Manikam ini, merupakan kumpulan tulisan beliau yang terserak diberbagai media, disusun oleh Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto yang diterbitkan oleh Penerbit Penyebar Ilmu Surabaya (1968). Buku ini disusun pasca anjuran musyawarah tabligh Muhammadiyah di Surabaya tahun 1964 setelah ditetapkannya beliau menjadi Pahlawan Nasional. Tulisan ini disusun untuk mengenang jasa beliau.

Tulisan ini memuat 40 judul. 15 judul masuk kategori agama dan filsafat. Sedangkan 25 judul yang lain masuk kategori pembinaan umat dan bangsa. Fakta menariknya, ternyata masih banyak tulisan beliau yang belum dimasukkan dalam buku ini, dan ada rencana untuk menerbitkannya di kemudian hari.

Di antara yang membantu kelancaran Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto adalah : Saleh Ibrahim, keluarga H. Mas Mansur, Muqaddas dan Salichien (dari Perpustakaan Islam Yogyakarta), Saleh Umar Bayasut (Surabaya), Kiai A. Yazid (Pare), Dahlan Al-Munghony (Yogyakarta), Kiai Bedjo Daemaleksono (Malang), Mohamad Ramelan (Singosari), Ustadz Abdul Qadir Hassan (Bangil), Usman Muttaqien pimpinan Muhammadiyah Jatim dan lain-lain.

Sebagai penutup, penulis akan mengetengahkan sedikit dari tulisan beliau. Salah satu buah pena beliau adalah “Sebab-sebab Kemunduran Umat Islam” yang dimuat di majalah Adil tanggal 25 September 1941.

Menurut pengamatan beliau, ada empat penyakit yang menyebabkan kemunduran umat Islam : (1) Iman dalam hati sudah terlalu tipis (2) Umat Islam Indonesia tiada mempunya kecerdasan, banyak yang masih bodoh (3) Pemimpin Indonesia hanya pandai bergembor-gembor. (4) Syir Islam di Indonesia terlampau kurang.

Dari empat penyakit itu, beliau menulis, “Empat penjakit inilah jang menjebabkan djalannja agama kita terlalu pintjang. Keempat-empatnja perlu kita lenjapkan sampai keakar-akarnja. Maka kelenjapannja tergantung atas keinsjafan ummat kita sendiri. Agama Islam itu agama Tuhan. Agama Tuhan perlu kita pelihara, baharulah kemuliaan dapat kita tjapai. Memelihara agama Tuhan ialah hendaknja segala penjakit-penjakitnja kita hilangkan. Terserah.” (Rangkaian Mutu Manikam, 1968: 94-95).*/Mahmud Budi Setiawan

No comments: