Hagia Sophia dan Jejak Para Ulama Besar
Ketika gerakan keilmuan dihidupkan, banyak ulama dunia melakukan perjalanan ke Istanbul. Al Muhaddits Asy Syihab Ahmad Ali Al Ghazi Asy Syafi’i (Mesir), bahkan mengajar Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim di Hagia Sophia
BANYAK dari kalangan umat Islam bergembira, gegap-gempita menyambut pembukaan masjid Hagia SophiaIstanbul. Di mana sebelumnya fungsinya sebagai masjid dihapus oleh pemerintahan sekuler Musthafa Kamal Ataturk dan ia difungsikan sebagai museum. Setelah kegembiraan itu, lalu muncul pertanyaan, kalau Hagia Sophia difungsikan kembali untuk masjid, lalu apa pengaruhnya terhadap umat?
Hagia SophiaPusat Gerakan Keilmuan bagi Daulah Utsmaniyah
Ketika bercermin terhadap sejarah yang telah berlaku, pasca fungsi Ayasofya berubah menjadi tempat ibadah umat Islam, saat itu juga ia merupakan pusat penyebaran keilmuan bagi Daulah Utsmaniyah. Setelah Sultan Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel dan merubah fungsi Ayasofya menjadi masjid, Sultan Muhammad langsung menunjuk Al Allamah Khasru bin Muhammad Al Hanafi sebagai pengajar di masjid itu sekaligus mengangkatnya sebagai qadhi Istanbul. (Syadzarat Adz Dzahab, 9/512, 513).
Para ulama besar lainnya, juga ditunjuk sebagai pengajar di Hagia Sophia seperti Alauddin Al Qawusyji (879 H) seorang fuqaha Madzhab Al Hanafi. (Mu’jam al Mufassirin, 1/383).
Yang juga mengajar di masjid Hagia Sophia adalah Syeikh Muhyiddin Muhammad An Niksari Al Hanafi (901 H), yang mana di samping ia mengajar di madrasah Sultan Muhammad Al Fatih ia juga menyampaikan peringatan kepada jama’ah di masjid Ayasofya setiap hari Jumat. Beliau juga mengajarkan tafsir Al Baidhawi di masjid yang cukup megah itu. Di mana saat menghatamkannya, Syeikh Muhyiddin menyampaikan, ”Wahai manusia, aku memohon kepada Allah agar Ia memberiku kesempatan hingga aku menghatamkan Al Qur`an yang agung ini. Semoga Allah menutup usiaku dengan kebaikan dan keimanan.” Para hadirin pun mengaminkan doanya. Lalu ia pun pulang ke rumahnya lalu sakit, lantas wafat. (Syadzart Adz Dzahab, 10/15).
Demikian seterusnya, para pengajar di Hagia Sophia adalah para ulama besar, sebagaimana berlaku di masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni berkuasa, ulama yang juga mangajar di masjid itu Abdul Karim (956 H), yang memiliki gelar “Mufti Syeikh”. Beliau mengajar tashawuf di masjid tersebut dan Sultan Sulamian pun menunjukknya sebagai mufti. (Al Kawakib As Sa’irah, 2/177).
Madrasah Al Hadits di Ayasofya
Di samping ada majelis tafsir Al Qur`an, majelis peringatan, juga majelis ilmu tashawuf, dalam Hagia Sophia juga terdapat dar Al Hadits, yakni madrasah khusus mempelajari hadits dan ilmu-ilmunya. Sebagaimana disebutkan bahwasannya Syeikh Muhammad bin Sinan yang masyhur dengan sebutan Syeikh Zadah, mengajar di Dar Al Hadits di Hagia Sophia setelah mengajar di Madrasah As Sulaimaniyah. (Khulashah Al Atsar, 3/474).
Dengan demikian, diketahui bahwasannya banyak ulama besar yang mengajar di Ayasofya, juga banyak pula disiplin ilmu yang diajarkan di masjid itu.
Hagia SophiaTujuan Para Ulama dan Para Penuntut Ilmu
Ketika gerakan keilmuan dihidupkan di Hagia Sophia, akhirnya banyak juga ulama dunia Islam melakukan perjalanan ke Istanbul dan mengajar di masjid bersejarah itu. Sebagaimana yang dilakukan oleh Al Muhaddits Asy Syihab Ahmad Ali Al Ghazi Asy Syafi’i yang berasal dari Mesir, beliau melakukan perjalanan hingga Istanbul, lantas pada waktunya ia mengajar Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim di Hagia Sophia dan memberikan ijazah periwayatan kepada mereka yang hadir. (Hilyah Al Basyar, hal. 1027).
Demikain pula Ahmad bin Abdul Qadi Ad Dimasyqi Al Hanafi (998H), yang berasal dari Damaskus. Beliau melakukan perjalanan menuju Istanbul, dan akhirnya menjadi imam di masjid Hagia Sophia. (Mu’jam Al Mufassirin, 1/45).
Sedangkan Alauddin Al Qawusyji (879 H) seorang fuqaha Madzhab Al Hanafi yang mengajar di Hagia Sophia, asal mulanya berasal dari Samarakand. (Mu’jam al Mufassirin, 1/383).
Karena para ulama besar yang mengajar di Hagia Sophia, maka para penuntut ilmu dari penjuru dunia Islam pun berbondong-bondong melakukan perjalanan ke Istanbul dalam rangka menuntut ilmu di masjid tersebut. Hal inilah yang juga dilakukan oleh Syeikh Abdul Lathif bin Musthafa Al Halabi, ulama kurun 12 H. Beliau merantau dari Halab (Suriah) menuju Istanbul dalam rangka mengambil periwayatan Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim di Masjid Hagia Sophia. (dalam Hilyah Al Basyar, hal. 1027).
Madrasah-madrasah Besar di Sekitar Hagia Sophia
Keberadaan Hagia Sophiadi Istanbul yang menjadi poros kegiatan keilmuan di wilayah itu, menjadikan wilayah sekitarnya terwarnai, sehingga dibangun madrasah-madrasah lainnya di sampingnya. Di antaranya adalah Zawiyah Al Khalwatiyah, yang mana Syeikh Abdullah Al-Quraimi menjadi guru di madrasah. (dalam Mu’jam Al Mufassirin, hal. 1/16).
Selain Zawiyah Al Khalwatiyah, dibangun pula Madrasah As Sulaimaniyah di dekat Hagia Sophia. (Lihat, Mu’jam Al Muallifin, 11/148).
Madrasah As Sulaimaniyah yang dibangun oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni inilah yang bakal menjadi induk dari madrasah-Madrasah Sulaimaniyah yang dibangun di beberbagai wilayah Islam, baik Damaskus, Kairo maupun Makkah.
Dengan demikian, pembukaan Hagia Sophia sebagai masjid, tentunya tidak berhenti hanya pemanfaatan masjid hanya sebagai tempat untuk melaksanakan shalat berjama’ah saja.
Dibukanya Masjid Agung Hagia Sophia atau Ayasofya bermakna terbitnya “matahari”, yang menerangi dengan ilmu pengetahuan dan hidayah. Bukan hanya bagi negeri di mana ia dibangun, namun bagi seluruh dunia Islam. Dengan demikian, ia memiliki peran besar dalam menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.*
No comments:
Post a Comment