Kenali Ciri Wanita Nusyuz yang Diancam Masuk Neraka
Widaningsih
Agama Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam. Artinya, Islam datang membawa ajaran atau syariatyang sempurna bagi penganutnya. Syariat Islam membimbing manusia agar selalu dalam rahmat Allah Ta'ala, baik dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, hingga kehidupan bermasyarakat. Khusus dalam kehidupan rumah tangga, Islam mengatur akhlak para penghuni rumah tangga secara detil, yakni mengatur tanggung jawabdan akhlak suami, istri, hingga anak-anak.
Dalam kehidupan rumah tangga, terkadang, ditemukan ketidakharmonisan suami dan istri. Hal itu bisa terjadi karena kurangnya paham agama di antara keduanya atau sebagai ujian dari Allah. Sebab, kita mengetahui bahwa kehidupan adalah ladang ujian, sedangkan akhirat merupakan saat memetik hasilnya. Terkadang di dalam rumah tangga, seorang laki-laki diuji dengan kedurhakaan istri. Di dalam istilah agama disebut dengan nusyuz.
Wanita nusyûz kepada suami artinya membangkang dan bersikap buruk (kitab Mu’jamul Wasith). Para ulama bahkan memberikan definisi bahwa nusyûz adalah keluarnya istri dari ketaatan yang wajib kepada suami (istri tidak menjalankan kewajiban taat kepada suami-red). Dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, disebutkan perbuatan nusyûz (dalam artian bersikap tidak baik), sebenarnya bisa bersumber dari suami kepada istri atau sebaliknya, tetapi yang terkenal adalah sikap buruk yang bersumber dari istri kepada suami.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sikap istri yang tidak bersyukur kepada suami merupakan sebab banyaknya wanita masuk neraka.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu , dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Neraka telah diperlihatkan kepadaku, ternyata mayoritas penghuninya adalah wanita, mereka kufur (mengingkari)”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apakah mereka kufur (mengingkari) Allâh?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka mengingkari suami dan mengingkari perbuatan kebaikan. Jika engkau telah berbuat kebaikan kepada seorang wanita (istri) dalam waktu lama, kemudian dia melihat sesuatu (yang menyakitkannya-red) darimu, dia berkata, “Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu!”. (HR. Al-Bukhâri dan Muslim)
Neraka, seburuk-buruk tempat kembali di yaumil akhir, kebanyakan penghuninya adalah wanita. Mengapa wanita yang paling banyak? Renungkan hadis berikut ini.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: ((يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَارَ ، فَإِنِّـيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَـةٌ : وَمَا لَنَا ، يَا رَسُوْلَ اللهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ؟ قَالَ : تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ،وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَغْلَبَ لِذِيْ لُبٍّ مِنْكُنَّ. قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّيْنِ؟ قَالَ: أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ، فَهٰذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي مَا تُصَلِّي وَتُفْطِرُ فِيْ رَمَضَانَ فَهٰذَا نُقْصَانُ الدِّيْنِ)).
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar (mohon ampun kepada Allah) karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang paling banyak.” Berkatalah seorang wanita yang cerdas di antara mereka, ‘Mengapa kami sebagai penghuni neraka yang paling banyak, wahai Rasulullah?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan sering mengingkari kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih mampu mengalahkan laki-laki yang berakal dibandingkan kalian.’Wanita tersebut berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, apa (yang dimaksud dengan) kurang akal dan agama?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kurang akal karena persaksian dua orang wanita setara dengan persaksian satu orang laki-laki, inilah makna kekurangan akal. Dan seorang wanita berdiam diri selama beberapa malam dengan tidak shalat dan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (karena haid), inilah makna kekurangan dalam agama.’” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, at-Thahawy, dan al-Baihaqi)
Dari hadis tersebut, di antara penyebab wanita banyak menghuni neraka, yaitu :
1. Sering melaknat dan mencela.
2. Kufur terhadap suami, artinya tidak memenuhi kewajiban suami, tidak bersyukur terhadap pemberian suami, dan mengingkari kewajiban suami yang mana hal ini merupakan dosa besar.
3. Akal wanita kurang apabila dibandingkan laki-laki, termasuk dalam ketepatan dan daya hafal. Wanita memiliki kepekaan emosional yang sangat tinggi. Oleh karena itu, biasanya dia lebih banyak menggunakan perasaan daripada akalnya.
4. Amal wanita lebih sedikit dibandingkan laki-laki karena mengalami haid yang menyebabkan mereka tidak dapat salat dan berpuasa.
Wahai muslimah, meskipun sangat rentan bagi kita untuk jatuh ke dalam panasnya api neraka yang siksa paling ringannya dapat mendidihkan otak, namun seharusnya tidak lantas menjadikan kita berputus asa dari rahmat Allah. Adanya ancaman tersebut semestinya meningkatkan khauf terhadap Allah sehingga kita berusaha agar tidak menerjang syariat-Nya. Lalu, menambah raja’, yakni mengharap surga-Nya dengan melakukan amalan-amalan yang dapat menjauhkan diri dari neraka. Kemudian, memperbesar mahabbah kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang memberikan nikmat dengan menciptakan diri kita sebagai wanita, makhluk yang mulia, dengan segala hikmah penciptaan oleh-Nya.
Rahmat Allah Ta’ala begitu luas, maka wahai para muslimah, berusahalah melakukan amalan-amalan yang dapat menjauhkan diri kita dari neraka. Amalan-amalan tersebut di antaranya adalah :
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari kesyirikan
Tauhid merupakan syarat diterimanya suatu amalan di samping amalan tersebut juga harus sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ مُعَاذٍ قَالَ أَنَا رَدِيفُ النَّبِيِّ فَقَالَ: يَا مُعَاذُ. قُلْتُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. ثُمَّ قَالَ مِثْلَهُ ثَلَاثًا: هَلْ تَدْرِي مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ قُلْتُ: لَا. قَالَ حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا. ثُمَّ سَارَ سَاعَةً فَقَالَ: يَا مُعَاذُ. قُلْتُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. قَالَ: هَلْ تَدْرِي مَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى ا إِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ؟ أَنْ لَا يُعَذِّبَهُمْ
Dari Muadz bin Jabal, beliau berkata, “Suatu saat saya dibonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas keledai. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Muadz.’ Saya menjawab, ‘Aku selalu menyambutmu.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal itu tiga kali (dan saya jawab tiga kali juga). Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Tahukah engkau apa hak Allah Subhanahu wata’ala atas para hamba?’ Saya menjawab, ‘Tidak.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Hak Allah Subhanahu wa ta’ala atas para hamba adalah mereka mengibadahi-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.’ Kemudian beliau berjalan beberapa saat, dan berkata, ‘Wahai Mu’adz.’ Dijawab, ‘Aku selalu menyambutmu.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Tahukah kamu, apa hak mereka atas Allah Subhanahu wata’ala apabila mereka melakukannya? Allah Subhanahu wata’ala tidak akan mengazab mereka’.” (HR. al-Bukhari)
2. Bersedekah dan bertutur kata yang baik
Seperti yang dijelaskan pada hadis di awal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan wanita untuk bersedekah agar terhindar dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اتقوا النارَ ولو بشقِّ تمرةٍ ، فمَن لم يَجِدْ فبكلمةٍ طَيِّبَةٍ
“Lindungilah diri kalian dari neraka meskipun dengan (menyedekahkan) sebutir kurma. Jika tidak ada maka dengan kata-kata yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Memperbanyak istighfar
Istighfar adalah kalimat untuk memohon ampun yang ringan diucapkan. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah, ‘Wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.’ ” (QS. Az-Zumar:53)
4. Bersabar dan mendidik dengan baik apabila dikaruniai anak perempuan
Memiliki anak perempuan bukanlah suatu kehinaan seperti pada masa jahiliyah, namun merupakan karunia dari Allah sebagaimana anak laki-laki. Anak perempuan semestinya diperlakukan dengan baik sebagaimana anak laki-laki. Wanita berperan besar dalam melahirkan generasi Islam yang hebat, maka hendaknya wanita menaruh perhatian besar pula dalam hal mendidik anak ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ، فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَأَطْعَمَهُنَّ وَسَقَاهُنَّ وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنْ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa memiliki tiga anak perempuan, kemudian dia bersabar atas mereka, memberikan makan, minum, dan pakaian untuk mereka dari usahanya, sungguh mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dari hadits ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
5. Menjaga salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan, dan taat pada suami
Walaupun ditetapkan bahwasanya wanita banyak sebagai penghuni neraka, Allah juga bukakan pintu surga selebar-lebarnya bagi wanita. Bahkan, dari 8 pintu surga yang ada, wanita shalihah bebas memilih pintu surga yang ia suka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Hadis-hadis tersebut seakan mengingatkan pentingnya berbuat baik dan saling menjaga akhlak di antara suami dan istri. Saling menjaga akhlak karena Alla Ta'ala. Pernikahan akan berjalan dengan baik, jika pasangan suami istri memahami kewajibannya yang menjadi hak pasangannya, kemudian melaksanakan kewajiban itu dengan baik.
Suami berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya dengan baik dan menjaga mereka dari siksa api neraka. Sedangkan istri berkewajiban mentaati suaminya dalam perkara yang ma’ruf sesuai dengan kemampuannya.
Jika istri melakukan kewajibannya kepada suami dengan sebaik-baiknya, setelah mentaati Allâh, maka ia akan meraih surga-Nya.
Suami yang Tidak Layak Ditaati
Meski wanita yang tidak taat pada suami (nusyuz) diancam neraka, namun, sejatinya, para istri atau wanita muslimah tidak boleh tunduk pada suami yang memerintah kepada kemaksiatan meskipun hati begitu cinta dan sayangnya kepada suami. Jika kewajiban patuh pada suami sangatlah besar, maka apalagi kewajiban mematuhi Allah, tentu lebih besar lagi.
Istri tidak boleh taat pada suami yang durhaka kepada Allah. Suami yang mengajak atau menyuruh pada kemusyrikan tidak boleh ditaati. Istri juga tidak boleh taat pada suami yang mengajak pada ritual-ritual bid'ah, menyuruh istri melepas jilbab atau membuka aurat, dan tidak wajib taat pada suami yang mengajak hubungan intim saat istri haid atau melalui dubur. Hal ini senada dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menjima’ istrinya yang sedang dalam keadaan haid atau menjima’ duburnya, maka sesungguhnya ia telah kufur kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Namun perlu diketahui, bukan berarti wanita harus marah-marah dan bersikap keras kepada suami jika suami memerintahkan suatu kemaksiatan. Tetapi cobalah seorang istri untuk menasehatinya dan berbicara dengan lemah lembut, siapa tahu suami tidak sadar akan kesalahannya atau sedang perlu dinasehati, karena perkataan yang baik adalah sedekah.
Wallahu'Alam
(wid)
No comments:
Post a Comment