Kisah Heroik Sultan Abdul Hamid II Menghadapi Konspirasi Barat
Sultan Abdul Hamid II dalam serial film Payitaht. Foto/ilustrasi/Ist |
Miftah H. Yusufpati
INGGRIS kian intensif menjalin hubungan dan kontak dengan beberapa Syaikh seperti Syarif Makkah, Syaikh Hamiduddin di Yaman, Syaikh Asir dan beberapa Syaikh untuk mendorong mereka melakukan pemberontakan dan pembangkangan pada pemerintahan Ustmani, serta memisahkan diri dari khilafah Utsmaniyah.
Hal itu disadari betul oleh Sultan Abdul Hamid II. Itu sebabnya Sultan berjuang untuk menggagalkan semua rencana dan konspirasi Inggris yang jahat itu. Salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan politik kasih sayang dan merangkul setiap orang yang memiliki pengaruh di tengah-tengah masyarakat, yang tersebar di berbagai pelosok.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah mengungkapkan bahwa Sultan menampakkan rasa hormat dan penghargaannya pada kalangan berilmu dan ulama. Ia membentuk majelis yang terdiri dari kalangan Syaikh dan ulama.
Sultan juga mengatur gaji dan bayaran terhadap anggota-anggotanya. Sultan memiliki hubungan yang sangat baik dengan para mursyid di kalangan ulama. Dalam pandangannya, para ulama memiliki kedudukan yang demikian tinggi.
Pada saat yang sama, Sultan melakukan politik merangkul orang-orang penting yang mendukung dan mendorong pemikiran Pan-Islamisme, seperti Mushtafa Kamil Pasya di Mesir. Dia akan memberikan ampunan atas kesalahan orang-orang yang terkenal, jika mereka memiliki itikad baik terhadapnya sepanjang mereka mendukung pemikiran Pan-Islamisme.
Sultan memilih sebagian siswa dari sekolah Keluarga Arab dari anak-anak kalangan terpandang dan memiliki pengaruh, serta nama yang baik dari kalangan pemimpin Arab.
Sekolah ini belakangan meluas cakupannya dengan memasukkan anak-anak keturunan Kurdi dan anak-anak yang berasal dari keturunan Libanon.
Sultan juga selalu menjalin kontak dengan para pemimpin, pemuka dan pemimpin kabilah Arab melalui surat atau utusan yang Sultan kirim dengan tujuan untuk menguatkan ikatan cinta dan persaudaraan Islam.
Di sisi lain, Sultan menarik orang-orang yang diragukan loyalitasnya terhadap pemerintahan Utsmani dan mewajibkan mereka untuk tinggal di Istanbul di bawah pengawasan pemerintah, dengan memberi mereka kedudukan tertentu. Sehingga pemerintahan Utsmani merasa aman dari konspirasi mereka.
Hal ini misalnya dilakukan atas Syarif Makkah. Tokoh ini diangkat untuk menjadi anggota Majelis Syura pemerintahan Utsmani di Istanbul sehingga dia tidak bisa kembali ke Makkah.
Rencana Musuh
Sejak perempat pertama abad ke-19, Inggris telah berusaha mendorong orang-orang Kurdi melakukan pemberontakan kepada pemerintahan Utsmani. Tatkala Kompeni Inggris-India berdiri, maka perhatian Inggris terhadap Irak semakin bertambah.
Inggris bekerja keras untuk melahirkan gerakan nasionalis di antara para pemimpin di Irak. Para delegasi Inggris melakukan perjalanan keliling di antara keluarga-keluarga Kurdi di Irak dalam rangka menyatukan keluarga Kurdi, melawan pemerintahan Utsmani.
Pada saat yang sama, mata-mata Utsmani selalu mengikuti perkembangan keadaan dengan seksama dan sangat detail. Untuk menghadapi rencana busuk orang-orang Inggris ini, Sultan melakukan counter-aksi dengan cara:
Pertama, pemerintahan Utsmani memberi perlindungan pada penduduk Kurdi dari serangan berdarah orang-orang Armenia.
Kedua, mengirim delegasi yang terdiri dari para ulama pada para pemuka Kurdi untuk menasehati dan menyeru mereka untuk berada di bawah Pan-Islamisme. Delegasi ini berhasil menyadarkan orang-orang Kurdi tentang ambisi jahat orang-orang Barat.
Ketiga, Sultan mengambil langkah-langkah yang menjamin hubungan antara pemimpin Kurdi dengannya dan dengan pemerintah Utsmani.
Keempat, Sultan membangun unit militer Al-Hamidiyah di Timur Anatolia yang terdiri dari orang-orang Kurdi untuk membendung ancaman orang-orang Armenia.
Kelima, posisi pemerintahan Utsmani demikian kuat dalam menghadapi ambisi orang-orang Armenia dan usaha-usaha membangun sebuah pemerintahan yang terpisah dari negerinya. Oleh sebab itulah orang-orang Kurdi yang berdomisili di tempat itu merasa aman.
Keenam, pemerintah berusaha membongkar semua rencana lnggris yang bertujuan untuk mencabik-cabik pemerintahan Utsmani atas nama kemerdekaah bangsa-bangsa, sehingga akan memungkinkan setiap bangsa membangun negara sendiri.
Menurut Ash-Shalabi, Sultan Abdul Hamid berhasil memperkecil pengaruh lnggris di Yaman dan berhasil memenangkan pertarungannya dengan lnggris di kawasan tersebut. Itu ditandai dengan dibentuknya kelompok miiter di Yaman yang terdiri dari 8.000 personil tentara. Maksud dibentuknya pasukan ini adalah, untuk mengembalikan Yaman ke dalam pangkuan pemerintahan Utsmani.
Perhatian Sultan ini ditandai pula dengan dikirimnya para perwira perangnya yang sangat terkenal untuk memimpin pasukan ini, seperti Ahmad Mukhtar Pasya, Ahmad Fauzi Pasya, Husein Hilmi Pasya dan Taufik Pasya serta penasehat militernya Utsman Pasya dan Ismail Haqi Pasya.
lnggris berusaha menyalakan api pemberontakan di Yaman untuk melawan pemerintahan Utsmani. Namun politik yang sangat bijak yang dilakukan Sultan Abdul Hamid telah mengantarkannya sukses di Yaman.
Pemerintahan Utsmani memikirkan dan berusaha keras untuk memanjangkan rel kereta dari Hijaz ke Yaman. Inilah yang bisa didapatkan dalam dokumen-dokumen yang menunjukkan adanya rencana dan studi yang mendalam tentang proyek besar ini.
Ambisi ltalia di Libya
Italia membayangkan Afrika Utara menjadi bagian dari negerinya. Sebab dalam pandangannya, ia adalah warisan Italia. Demikian yang dikatakan dengan jelas oleh Perdana Menterinya Martini.
Hanya saja, Prancis telah berhasil lebih dulu menduduki Tunisia, sedangkan lnggris menduduki Mesir. Kini tak ada yang tersisa untuk Italia, kecuali Libya.
Dalam melakukan politiknya di Libya, Italia melakukannya melalui tiga tahap: Pertama, pendudukan dengan cara damai. Ini dilakukan dengan cara mendirikan sekolah-sekolah, bank-bank, dan lembaga-lembaga sosial yang lain. Kedua, melakukan usaha agar negara-negara lain mengakui cita-cita Italia dalam melakukan pendudukan di Libya, melalui cara-cara diplomatik. Ketiga, mengumumkan perang terhadap pemerintahan Utsmani dan melakukan pendudukan resmi.
Kebijakan ini tidak mendatangkan reaksi keras. Hal ini berbeda dengan Kebijakan Inggris dan atau Prancis kala itu. Orang-orang Italia itu bergerak dengan penuh “hikmah” dan dengan cara “tenang” tanpa menimbulkan reaksi dari pemerintahan Utsmani.
Sultan Abdul Hamid sangat menyadari ambisi Italia ini dan dia meminta keterangan dari berbagai sumber yang berbeda tentang aktivitas orang-orang Italia di Libya dan apa sebenarnya tujuan aktivitas mereka.
Beberapa keterangan yang sampai padanya menyebutkan: “Sesungguhnya Italia dengan sekolah-sekolah yang didirikannya, dan bank-bank yang dibangunnya serta lembaga-lembaga sosial yang dibangunnya di wilayah-wilayah pemerintahan Utsmani, baik di Libya ataupun di Albania pada ujungnya bertujuan untuk merealisasikan ambisinya untuk menguasai,: (1). Tripoli Barat, Albania, dan kawasan-kawasan di Anatolia yang ada di Laut Putih Tengah, Izmir, Iskandarun, dan Anthakia; (2). Albania; (3). Kawasan-kawasan di Anatolia yang ada di Laut Putih Tengah; Izmir, Iskandarun dan Anthakia.
Sultan Abdul Hamid II melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menghadapi ambisi Italia. Tatkala merasa bahwa dia akan menghadapi serangan bersenjata yang akan dilancarkan atas Libya, dia segera mengirimkan pasukan Utsmani ke Libya yang berjumlah 15.000 pasukan untuk membantu pasukan yang ada di sana.
Sultan sangat peka terhadap semua gerakan yang dilakukan ltalia. Dia mengikutinya secara pribadi dan dengan sangat seksama. Dia mengawasi semua hal yang berhubungan dengan ltalia, melalui duta besarnya yang berada di Roma dan melalui gubemurnya di Tripoli.
lnilah yang membuat orang-orang ltalia menunda pendudukannya di Libya. Pendudukan Libya baru bisa terlaksana di zaman Turki berada di tangan Partai Persatuan dan Pembangunan.
Kami akan menyebutkannya secara terperinci pada bahasan tentang gerakan Sanusiyah dan pengaruh dakwah dan jihadnya di Afrika.
Sesungguhnya pemikiran Pan-lslamisme memiliki gaung yang menggema di seluruh dunia Islam. disebabkan hal-hal berikut;
Pertama, negara-negara Eropa pada paruh kedua abad sembilan belas, berlomba-lomba untuk menjajah di kawasan Timur. Maka terjadilah serentetan pertempuran dan pelecehan terhadap bangsa-bangsa Islam di kawasan itu. Perancis menduduki Tunisia pada tahun 1881 M, Inggris menduduki Mesir pada tahun 1882 M. Perancis campur tangan dalam persoalan Marakisy (Maroko) hingga dia berhasil mendeklarasikan pemberian perlindungan atasnya pada tahun 1912 M, dengan membagi wilayahnya dengan Spanyol. Negara-negara Eropa juga mulai menjajah negara-negara Afrika seperti Sudan, Nigeria, Zanzibar dan lainnya.
Kedua, semakin majunya sarana transportasi dan komunikasi antara dunia Islam dan semakin menyebarnya media-media dan koran di Mesir, Turki, Aljazair , India, Persia, Asia Tengah Indonesia (khususnya Jawa). Media-media cetak ini membahas masalah kolonialisme dan ambisi negara-negara Eropa di dunia Islam. Tersebar berita betapa banyak serangan yang dilakukan oleh kekuatan Eropa ke negeri-negeri Islam. Semua ini memberikan pengaruh psikologis terhadap kaum muslimin, membuka mata hati dan perasaan mereka terhadap apa yang dialami oleh saudara-saudaranya yang lain.
Ketiga, adanya seruan ulama yang demikian gencar tentang wajibnya mengembalikan kejayaan Islam. Saat itu menyebar seruan di seluruh dunia Islam untuk membangun satu barisan. Perasaan untuk bersatu ini semakin kuat tatkala serangan orang-orang Barat ke dunia Islam itu tidak pernah terhenti. Mereka menganggap bahwa kinilah saatnya bagi bangsa-bangsa Islam untuk bersatu dan bernaung di bawah satu panji khilafah Utsmani. Dan sebab-sebab yang lain.
Sesungguhnya Sultan Abdul Hamid II telah berhasil membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk bersatu dan bemaung di bawah pemerintahan khilafah Utsmani. Dengan demikian dia akan mampu merealisasikan dua tujuan.
Yakni, konsolidasi internal dalam menghadapi kampanye nasionalisme-westernisasi-Freemasonry-Yahudi dan Kristen-kolonialis. Sedangkan secara ekstemal ini akan menyadarkan sekian banyak kaum muslimin yang tunduk pada negara-negara Barat seperti Rusia, lnggris dan Perancis untuk bernaung di bawah panji khilafah. Dengan demikian maka dia akan mampu mengancam negara-negara Eropa dengan cara mendorong kaum muslimin dan mengumumkan jihad atas negara-negara penjajah itu di seluruh dunia Islam.
(mhy)
No comments:
Post a Comment