Tokoh yang Ubah Hagia Sophia dari Masjid Menjadi Museum


Mustafa Kemal Ataturk. Foto/Ilustrasi/ocnal.com
Miftah H. Yusufpati

DIA adalah Mustofa Kemal Ataturk. Pendiri dan presiden pertama Republik Turki ini mengubah Hagia Sophia dari masjid menjadi museum menyusul runtuhnya Kesultanan Utsmani pada November 1922 M. Ia memerintahkan penutupan Hagia Sophia atau Aya Sofya pada 1931 M lalu selanjutnya menjadikan museum pada 1935 M. Karpet untuk ibadah salat dihilangkan, plester dan cat-cat kaligrafi dikelupas, menampakkan kembali lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad. 

Tokoh sekuler ini lahir di Selinika pada tahun 1298 H/1881 M. Sebagian ahli sejarah merujuk dari asal usulnya ke Yahudi Domnah yakni kelompok Yahudi yang berpura-pura mengaku Islam namun mereka bertujuan untuk menghancurkan umat Islam. Kelompok ini sebagian besar berada di wilayah Asia Kecil.

Sebagian penulis Barat menyebutkan, Kemal Atatürk adalah anggota Freemasonry, organisasi rahasia Yahudi yang didirikan di London, 1717. Hanya saja Maryam Jameel dalam Islam dan Modernis menyebut hal yang lain. Menurutnya, Kemal Atatürk tidak menyembunyikan dirinya sebagai seorang ateis.

Mustafa adalah anak pertama dari pasangan Ali Riza Efendi dan Zubaidah Hanim. Ayahnya, berprofesi sebagai pegawai kecil bea cukai dan pedagang kayu. Selain itu ia adalah seorang sukarelawan di barisan tentara kerajaan yang terkena wajib militer dan diberlakukan baginya pada tahun 1876 di Salanik. 

Sang ayah, menurut Maryam Jameela, adalah pecandu alkohol. Ia meninggal dunia pada saat Mustafa Kemal masih berusia tujuh tahun kemudian ia pun dibesarkan oleh ibunya, Zubaidah. Sang bunda adalah seorang yang taat beragama dan selalu memakai purdah.



Sang Bunda membawa Mustafa menuju kawasan pertanian di ujung Lankah. Di kawasan pertanian ini, Mustafa Kemal diasuh oleh pamannya yaitu Husain Agha, seorang penanggung jawab ladang pertanian.

Dhabith Tarki Sabiq dalam Kamal Attaturk: Pengusung Sekularisme dan Penghancur Khilafah Islamiyah menyebut di tempat inilah Mustafa Kemal menghabiskan masa-masa kecilnya, bahkan pamannya memberikan sebuah pekerjaan untuknya di ladang, yaitu menjaga sawah dari gangguan burung.

Sang Bunda sangat menginginkan kelak anaknya itu menjadi seorang sarjana yang taat dan patuh terhadap agamanya.

Sekolah Militer
Pada mulanya atas desakan ibunya Mustafa masuk ke Madrasah. Ibunya berkeinginan keras memasukkan anaknya ke dalam sekolah kuttub Mahallah, sekolah agama. Ibunya juga menginginkan anaknya untuk melanjutkan ke tingkat Madrasah Syamsi Afandi, pada masa itu dianggap sebagai sekolah modern, seperti yang diinginkan oleh ayahnya semasa hidupnya.

Tetapi di sana ia merasa tidak senang, bahkan sampai melawan gurunya sendiri. Ia juga begitu angkuh memandang teman-teman sekolahnya. Ia tidak ingin ikut bermain bersama mereka jika tidak pintar atau tidak menonjol kemampuannya.

Ia lebih suka bermain sendiri, namun di saat seperti ini, gurunya dengan sangat marah menegurnya dengan memukul dengan keras. Karena merasa harga dirinya terhinakan, ia merasa tersinggung dan ia lari lalu ia tidak ingin kembali lagi ke sekolah itu.50

Menurut Maryam Jameela, orang tua dan bibinya kemudian memindahkan Mustafa Kemal ke sekolah dasar modern di Salonika pada tahun 1893 untuk menyelesaikan pendidikan kemiliterannya. Ia pun masuk ke dalam sekolah kerajaan dan ia sangat senang di sekolah tersebut, karena merupakan bakat dan cita-citanya.

Karena ketertarikannya terhadap militer, iapun berusaha masuk ke sekolah Menengah Militer atas usahanya sendiri. Adapun sekolah militer yang ia tempuh adalah sekolah yang bernama sekolah Militer Rusydiah.

Mukti Ali dalam Islam dan Sekularisme di Turki Modern menambahkan Mustafa tertarik menjadi tentara karena pada suatu hari ia menyaksikan tentara dan perwira yang berpakaian dan berbaris di dekat rumahnya, sehingga ia berhasil masuk ke sekolah militer, yang sebenarnya itu semua bertentangan dengan keinginan ibunya.

Di sekolah militer Rusydiah, Musthafa dipanggil dengan nama Mustafa Kemal. Perubahan ini terjadi ketika guru matematikanya yang bernama Kamal Afandi, menambahkan namanya dengan Kamal karena sama-sama memiliki kecerdasan seperti gurunya itu. Kemal sendiri diartikan sebagai sempurna.

Sejak saat itulah nama Mustafa bertambah menjadi Mustafa Kemal.

Mustafa Kemal menyelesaikan sekolah militer ini pada usia 15 tahun, kemudian ia meneruskan tingkat lanjutan kemiliteran di wilayah Manastar. Namun pada saat sedang melanjutkan sekolahnya, ibunya memutuskan untuk menikah kembali dengan salah seorang pegawai pemerintahan tanpa memberitahukan terlebih dahulu terhadap Mustafa.

Karena ulah tersebut membuat Mustafa Kamal sangat marah terhadap ibunya dan meninggalkan rumahnya pergi ketempat kakak dari Ali Ridha Affandi. Karena kejadian itu hubungan antara Mustafa dan ibunya semakin jauh dan jarang mengunjungi ibunya dalam rentang waktu yang lama.

Ketika sedang melaksanakan sekolah Militer, di sekolahnya ada beberapa pelajaran yang sangat ia suka, yaitu pelajaran bidang adab dan syair, bahkan kesukaannya itu menular kepada temannya yang belajar di kelas yang sama yaitu Umar Naji.

Umar Naji adalah seseorang yang kelak akan menjadi seorang orator pada partai alIttihad wa at-Taraqqi atau disebut juga dengan partai Persatuan dan Pembangunan di Turki yang sangat dikenal pada masanya yakni tahun 1925.

Mustafa Kemal juga sangat menyukai pelajaran matematika dan sejarah.

Pada saat usianya menginjak 18-19 tahun ia datang seorang diri ke Istambul untuk melanjutkan sekolahnya yaitu sekolah Latihan Perang (Akademik Militer), ia lakukan itu ketika sesaat setelah belajar keras dengan dunia syair.

Walaupun syair telah ia tinggalkan, ia kerap melakukan sebuah orasi sebagai hobinya. Suatu ketika di sekolah lanjutannya itu diadakan perlombaan orasi antar mahasiswa, iapun mengikutinya.

Setelah selesai studi di sekolah Akademi Militer pada tahun 1899, pada tahun 1902 Mustafa masuk Sekolah Tinggi Militer di Istambul dan lulus pada tahun 1905 dengan pangkat kapten.

Harun Nasution dalam Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan menyebut setelah menyelesaikan jenjang pendidikannya, Mustafa lebih menaruhkan perhatiannya secara total pada lapangan politik. Untuk menambah wawasan keilmuannya dan mengasah naluri politiknya, Mustafapun belajar bahasa Prancis dan banyak membaca karya-karya pemikir politik Perancis.

Semasa belajar, Mustafa sudah mulai kenal dengan politik melalui seorang temannya bernama Ali Fethi. Temannya ini mendorongnya untuk memperkuat dan memperdalam pemikiran filosof-filosof Prancis seperti Rousseau, Voltaire, Auguste Comte, Montesquieu dan banyak lagi.

Menikah Lalu Cerai
Mukti Ali menulis saat menginjak masa dewasanya, Mustafa Kemal menikahi seorang wanita cantik yang berpendidikan Eropa yang bernama Latifah Hanim, putri dari Usakizade Muammer seorang pedagang kayu dari Izmir.

Kota Izmir adalah sebuah kota metropolitan yang terletak di ujung barat Anatolia dan merupakan kota terbesar ketiga di Turki setelah Istanbul dan Ankara.

Menurut Maryam Jameel, perkawinan mereka tidak berumur panjang dan berakhir dengan perceraian. Itu semua terjadi karena Mustafa Kemal memaksa dan menganjurkan Latifah untuk berpakaian seorang laki-laki dan menuntut persamaan hak bagi kaum wanita.

Jelas sekali ini adalah menentang kepribadian Latifah yang kental akan keislamannya sehingga ia sontak menuntut agar dapat diperlakukan seperti wanita terhormat bahkan ia sampai mengutuk apabila kehormatan wanita itu diinjak-injak.

Dari peristiwa ini kesetian Mustafa meluntur dan marah besar. Dengan perasaan yang amat marah iapun menceraikan dan mengusir Latifah. Setelah kejadian itu ia kembali berkumpul dengan minum-minuman keras bahkan sampai menjadi pemabuk yang berat.

Erik Zucher dalam Sejarah Moodern Turki (Penj. Karisdi Diningrat R.) memaparkan dengan sikap dan sifat Mustafa yang serampangan, pada tahun 1937-1938 ia mengalami kondisi kesehatan yang semakin menurun.

Sekitar awal tahun 1937 ia telah menderita penyakit Cyrhosis Liveryang amat parah. Namun penyakitnya baru dapat didiagnosa sekitar awal tahun 1938 dan sejak itu sekitar bulan Maret kesehatannya semakin menurun drastis, banyak penyakit yang ia alami namun dirahasiakan dari publik.

Menurut beberapa buku sejarah, kematian Kemal dikarenakan akibat over dosis minuman keras. Ditambah lagi dengan berbagai penyakit seperti penyakit kelamin, malaria, sakit ginjal dan lever.

Dia meninggal dunia pada 10 November 1938, kulit di badannya rusak dengan cepat dan díganggu pula oleh penyakit gatal-gatal. Dokter sudah memberi bermacam-macam salep untuk diusap pada kakinya yang sudah banyak luka-luka karena tergaruk oleh kukunya.

Ia meninggalkan keluarganya di antaranya yaitu Makbule Hanim saudara perempuannya dan Sabihe seorang anak pungutnya.

Menurut Erik Zucher, jenazah Attaturk dibawa ke Ankara untuk sementara disemayamkan di Museum Etnografi. Kemudian pada tahun 1953 jenazahnya dipindahkan ke sebuah Mausoleum yang dibangun dibukit di pinggir kota. (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid)
(mhy)

No comments: