Umat Islam Hormati Haba`ib
DI INDONESIA para haba’ib dihormati oleh kaum Muslimin, mereka juga memiliki banyak pengikut, dakwah mereka pun memperoleh sambutan masyarakat. Nasihat-nasihat dari mereka pun didengar. Apa yang mendasari itu semua?
Siapa Keturunan Rasulullah?
Sebelum membahas masalah yang mendasari kecintaan umat Islam terhadap para keturunan Rasulullah ﷺ itu, tak mengapa jika kita perlu menelisik, siapa sebenarnya keturunan Rasulullah itu. Pada dasarnya, garis keturunan manusia disambung melalui jalur laki-laki. Namun ada kekhususan pada Rasulullah ﷺ di mana jalur keturunan beliau melalui anak-anak perempuan beliau. Al Hafidz Ibnu Al Mulaqqin berkata, ”Anak-anak dari anak-anak perempuannya dinisbatkan kepadanya (Rasulullah ﷺ) sedangkan anak-anak dari anak perempuan selain dia tidak dinisbatkan kepadanya.” (Ghayah As Sul fi Khasha’ish Ar Rasul, hal. 279).
Para ulama berpendapat demikian berdasarkan Hadits:
عن عمر رضي الله عنه, أنه قال : إِنِّي سمعتُ رَسُول الله – صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم – (يَقُول) كل سَبَبٍ وَنَسَبٍ مُنْقَطع يَوْم الْقِيَامَة ، إِلَّا نَسَبيِ وَسَبَبِي. (أخرجه ابن السكن في صحيحه)
Artinya; Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Setiap sebab dan nasab terputus di hari kiamat, kecuali nasabku dan sebabku. (Riwayat Ibnu As Sakan dalam Shahihnya)
Hadits di atas juga diriwayatkan dari jalan lain, yakni melalui Al Miswar, yang dicantumkan dalam Al Hakim di Al Mustadrak. Di mana Al Hakim berkata mengenai riwayat itu,”Ini adalah hadits yang shahih isnadnya, dan keduanya (Al Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya.”Sedangkan hukum Al Hakim juga disepakati oleh Imam Adz Dzahabi. (Al Mustadrak, 3/172).
Allah Tinggalkan Al Qur`an dan Ulama dari Keturunan Rasulullah untuk Dijadikan Pedoman
Syari’at Islam sendiri telah menjelaskan kedudukan para keturunan Rasulullah ﷺ ini, dan apa kewajiban umat Islam terhadap mereka.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ القَصْوَاءِ يَخْطُبُ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: ” يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا: كِتَابَ اللَّهِ، وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي” (أخرجه الترمذي, وقال: وهذا حديث حسن غريب)
Artinya: Dari Jabir bin Abdillah ia berkata, ”Aku menyaksikan Rasulullah ﷺ dalah hajinya di hari Arafah, dan ia di atas ontanya Al Qashwa`, berkhutbah, aku telah mendengarnya bersabda, ’Wahai manusia, sesungguhnya aku telah meninggalkan kapada kalian sesuatu, jika kalian mengambilnya, kalian tidak akan pernah tersesat: Kitab Allah dan keturunanku ahlul baitku.” (At Tirmidzi, dan berkata,”Hadits Hasan Gharib”).
Kewajiban Menjaga Kehormatan Para Ulama Keturunan Rasulullah
Yang dimaskud mengambil, yakni berpegang teguh kepadanya, dengan mencintai mereka para keturunan Rasulullah ﷺ, menjaga kehormatan mereka, mengamalkan apa yang mereka riwayatkan dan berpedoman dengan perkataan mereka. (Lihat, Tuhfah Al Ahwadzi, 10/178).
Abdullah, putra Imam Ahmad mengisahkan,”Aku menyaksikan ayahku, jika datang laki-laki dari bangsa Quraisy atau dari ahlul bait maka ia tidak keluar dari pintu masjid, hingga mereka keluar. Sehingga, mereka itu lebih dahulu keluar daripada dirinya. Baru kemudian ayahku keluar setelah mereka.” (Manaqib Imam Ahmad, hal. 252)
Ulama dari Keturunan Rasulullah Lebih Memberikan Bekas kapada Hati
Syeikh Ahmad Al Banna As Sa’ati berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah ﷺ mengkhususkan ahlul baitnya, karena berpegang teguh kepada para ulama dari ahlul baitnya lebih kuat dalam memberi pengaruh dalam hati.” (Al Fath Al Rabbani, 1/186)
Para Ulama dari Keturunan Rasulullah Memiliki Andil Besar dalam Penyebaran Islam di Indonesia
Tidak diragukan lagi peran para haba’ib dalam penyebaran ilmu Indonesia ini. Sebagai salah satu bukti, yakni pendirian pondok-pondok pesantren dan madrasah di berbagai wilayah di Indonesia.
Di Cikini dikenal Sayyid Ali bin Husain yang mengajar dan berdakwah, sehingga ia sering disebut sebagai shahib Cikini. Majelisnya dihadiri oleh khalayak ramai. Biografinya tercatat di Tashnif Al Asma’ (2/33-35) juga Mu’jam Al Ma’ajim (2/1396).
Di Jakarta pada tahun 1360 juga tinggal Habib Salim bin Jindan yang memiliki peran besar dalam menyebarkan ilmu dan berdakwah. Biografi Habib Salim Jindan ditatat dalam Tashnif Al Asma (1/443-448), Al Mirqat Ila Ar Riwayah wa Ar Ruwah, (hal. 50), Shillah Al Khalaf bi Asanid As Salaf (hal. 55) dan lainya.
Di Jawa Timur pada 1302 H lahir Sayyid Manshur tumbuh menjadi seorang ulama yang memiliki andil dalam membangun masjid dan pesantren. Aktivits rutin yang dilakukan Sayyid Manshur adalah berdakwah, mengajar dan menyampaikan fatwa. Biografi Sayyid Manshur dicatat dalam Tashnif Al Asma’ (2/696, 697).
Sayyid Muhsin bin Abdullah lahir di Yaman, kemudian melakukan dakwah dan mengajar di berbagai wilayah di Nusantara, tidak ada satu wulayahpun dari ujung ke ujung lainnya kecuali ia telah mengunjunginya. Sampai akhirnya ia memilih untuk menetap di Solo, Jawa Tengah. Sayyid Muhsin wafat di Solo pada tahun 1396 H. Biografinya dicatat dalam Tashnif Al Asma’ (2/107, 108).
Jika Solo memiliki Sayyid Muhsin bin Abdullah, maka Banten memiliki Sayyid Muhsin bin Raden Muhammad yang merupakan ulama Madzhab Asy Syaf’i yang mana ayahnya dan kakeknya merupakan pemimpin kesultanan Banten pada masa yang cukup lama. Sayyid Muhsin sendiri lahir di Ciremai Banten pada 1277 H. Sayyid Muhsin pun memndirikan pesantren, dan aktif dalam mengajar. Dari pesantren ini, lahir banyak ulama besar. Sayyid Muhsin wafat pada 1359 H. Biografinya diabadikan dalam kitab Tashnif Al Asma’ (2/118, 119).
Banjarmasin memiliki Syeikh Alawi bin Muhammad Balfaqih, ia lahir di Tarim tahun 1289 H, kemudian menuntut ilmu di Tarim dan berguru kepada sejumlah ulama. Syeikh Alawi bin Muhammad melakukan dakwah di Banjarmasin, hingga dikenal dengan Alawi bin Muhammad Balfaqih Banjarmasin. Wafat pada tahun 1360 H. Biografi Alawi bin Muhammad dicatat dalam kitab Kawakib Ad Darari (hal. 496) dan Tashnif Al Asma` (2/31).
Tentu, nama-nama di atas merupakan bagian kecil dari deretan para haba’ib yang berdakwah di Nusantara. Yang tidak disebutkan lebih banyak daripada yang disebutkan.
Para Haba’ib Berperan Besar dalam Perjuangan Kemerdekaan
Para ulama dari kalangan haba’ib tidak hanya memiliki peran dalam menyebarkan Islam, namun mereka juga memiliki peran besar dalam melawan penjajahan. Adalah Sayyid Manshur yang disebut sebagai al allamah al mujahid fi sabilillah. Ia terlahir di Surabaya pada tahun 1302 H. Ketika Jepang melakukan penjajahan, Sayyid Manshur termasuk ulama yang terang-terangan melakukan penentangan. Hingga akhirnya pihak penjajah menangkapnya, sampai Sayyid Manshur dibunuh dalam penjara setelah mengalami berbagai macam siksaan pada tahun 1360 H. (Lihat, Tashnif Al Asma’, 2/696, 697).
Habib Salim Jindan yang juga seorang ulama besar, pendakwah dan pejuang. Habib Salim Jindan juga ikut serta dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah, baik Belanda maupun Jepang, hingga ia pernah dipenjara pada tahun 1363 H selama enam bulan dan pada 1375 H selama satu tahun setengah oleh penjajah. (lihat, Tashnif Al Asma, 1/443-448).
Selanjutnya Sayyid Ali bin Husain yang juga dikenal dengan Shahib Cikini juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, ikut serta dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah, serta melakukan berbagai upaya untuk menyatukan umat Islam. (lihat, Tashnif Al Asma’, 2/33-35).
Jika syariat telah menjelaskan kemuliaan para ulama dari kalangan haba’ib, juga jasa-jasa besar mereka terhadap negeri ini, maka bagi umat Islam, mencintai dan menjaga kehormatan para keturunan Rasulullah ﷺ merupakan sebuah keniscayaan. Allahu`lam bish shawab.*
No comments:
Post a Comment