11 Brigade Basmi Kaum Murtad, Khalid Bin Walid Pimpin Brigade Pertama


TATKALA Khalifah Abu Bakar memutuskan memerangi kaum murtad, nabi palsu, dan para penolak zakat, beliau membagi pasukan muslim menjadi 11 brigade. Masing-masing brigade di bawah pimpinan satu orang.

Khalifah Abu Bakar membagi brigade-brigade itu sehingga jumlah dan pimpinan masing-masing berimbang dengan kekuatan kabilah. Untuk melindungi kota Madinah, Abu Bakar memperkuatnya dengan brigade yang lebih kecil.

Kala itu Madinah sudah dianggap aman dari kemungkinan adanya serangan dari luar. Sejak itu pula Khalifah Abu Bakar tidak lagi menginggalkan Madinah yang sudah menjadi markas komando tertinggi.

Ia menempatkan Khalid bin Walid memimpin brigade pertama untuk menggempur nabi palsu Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad. Selesai dari sana Khalid harus berangkat menghadapi Malik bin Nuwairah, pemimpin Banu Tamim di Butah.

Banu Asad dan Banu Tamim ini kabilah-kabilah murtad yang terdekat ke Madinah. Wajar sekali bila Muslimin harus memulai dari mereka untuk memperlihatkan kehancuran mereka di mata kekuatan-kekuatan yang lain.

Khalid adalah komandan yang paling pantas untuk memperoleh kemenangan. Ikrimah bin Abi Jahl oleh Khalifah Abu Bakar ditempatkan sebagai komandan brigade kedua untuk menghadapi nabi palsu Musailimah dari Banu Hanifah di Yamamah.



Sedangkan Syurahbil bin Hasanah pada brigade ketiga dengan perintah untuk membantu Ikrimah menghadapi Musailimah. Setelah tugas itu selesai, Syurahbil diperintahkan menyusul Amr bin As sebagai bala bantuan dalam menghadapi Quda'ah.

Buat Ikrimah dan Syurahbil tampaknya Yamamah cukup alot, yang kemudian datang Khalid bin Walid yang akhirnya dapat menumpas kaum murtad setelah Musailimah terbunuh dalam pertempuran 'Aqriba'.

Khalifah Abu Bakar menempatkan Muhajir bin Abi Umayyah al-Makhzumi memimpin brigade keempat untuk menghadapi pasukan Aswad di Yaman, Amr bin Ma'di Karib az-Zubaidi dan Qais bin Maksyuh al-Muradi.

Bila tugas ini sudah diselesaikan, mereka harus berangkat ke Kindah dan Hadramaut untuk menghadapi Asy'as bin Qais serta para pemberontaknya.

Brigade kelima ditugaskan ke Tihamah Yaman, dipimpin oleh Suwaid bin Muqarrin al-Awsi. Brigade keenam dipimpin oleh Ala' bin al-Hadrami untuk menyerbu Hutam bin Dabi'ah sekutu Banu Qais bin Sa'labah yang murtad di Bahrain.

Huzaifah bin Mihsan al-Gilfani dari Himyar memimpin brigade ketujuh untuk memerangi Zut-Taj Laqit bin Malik al-Azdi yang mengaku nabi di Oman. Brigade kedelapan dipimpin oleh Arfajah bin Harsamah menuju Mohrah.

Sudah wajar sekali bila brigade-brigade itu dikerahkan ke selatan mengingat kekuatan ada di bagian ini serta kegigihannya yang bertahan sebagai kaum murtad.

Sedangkan Semenanjung bagian utara cukup dihadapi oleh tiga brigade, salah satunya dipimpin oleh Amr bin As untuk menghadapi Quda'ah, yang kedua dipimpin oleh Mi'an bin Hajiz as-Sulami untuk menghadapi Banu Sulaim dan sekutu-sekutunya di Hawazin, dan yang ketiga dipimpin oleh Khalid bin Sa'id bin As untuk membebaskan dataran Syam.

Brigade Khalid bin Walid
Brigade Khalid bin Walid adalah yang terkuat dari antara sebelas brigade yang dibentuknya. Anggotanya terdiri atas para pejuang pilihan dari Muhajirin dan Ansar. Dan barangkali Khalid sendiri yang memilih mereka.

Tidak heran jika demikian keadaan brigade yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Allah telah memberi karunia berupa bakat kepadanya, seperti yang diberikan kepada Iskandar Agung, Jengiz Khan, Julius Caesar, Hannibal dan Napoleon.

Ia seorang pahlawan lapangan yang berani dan nekat, penilaiannya cepat dan tepat, tak pernah mundur menghadapi bahaya, pandai mengelak dan menyerang dalam perang. Sudah banyak orang yang menyaksikan kejelian dan kehebatannya di medan perang.

Rasulullah pernah memberikan gelar Saifullah — "Pedang Allah" kepadanya tatkala ia memimpin pasukan di Mu'tah setelah terbunuhnya Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.

Dalam menghadapi pasukan Romawi ia pandai mengelak dan menyerang, kemudian ia berbalik dan dapat melepaskan diri dengan selamat. Meskipun tidak membawa kemenangan, tetapi juga tidak dalam kekalahan yang memalukan.

Khalid Saifullah selalu berada dalam medan pertempuran sampai akhir hayatnya. Sebelum menganut Islam Khalid adalah seorang pahlawan Quraisy yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam Perang Badr, Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik. Menurut Haekal, ia mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar, cenderung pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan.

Kalau tidak karena punya penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan dirinya sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke Makkah dalam menunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian kembali ke Madinah, di hadapan orang-orang Quraisy Khalid berkata: "Bagi orang berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan tukang sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman Allah seru sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani akan mengikutinya."

Pernah terjadi diskusi dia dengan Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya. Dalam pertemuan itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid sudah masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: “Benarkah demikian?”

Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam dan bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu katanya: "Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan itu benar, sebelum Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai."

Tetapi sebagai orang yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras: "Demi Allah, orang suka atau tidak, sungguh dia benar." Khalid lalu pergi ke Madinah. la segera mendapat tempat di hati Muslimin sebagai seorang panglima perang.

Ketika terjadi perang Mu'tah, dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu. Di tangannya Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai dunia saat itu. Tidak heran jika Khalifah Abu Bakar menempatkannya untuk memimpin brigadenya yang paling tangguh.

Tidak pula heran jika juga Khalid yang harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya.

Pimpinan Brigade
Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa Khalifah Abu Bakar telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada kaum Muhajirin, tanpa ada seorang pun dari Ansar.

Muhamad Husain Haekal menyebut Khalifah Abu Bakar melakukan itu sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Madinah (Ansar) tetap sebagai kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih mengetahui keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu melebihi siapa pun.

Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak diikutsertakan karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka dulu di Saqifah Banu Sa'idah, sama sekali tak beralasan.

Brigade-brigade itu dibentuk hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin, sehingga kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum murtad juga tidak beralasan.

Andaikata penafsiran semacam itu terhadap Ansar dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan terhadap sahabat besar lainnya seperti Ali bin Abu Thalib, Talhah bin Ubaidilah dan Zubair bin Awwam , yang juga tinggal di Madinah. Seperti juga Umar bin Khattab, untuk memberikan pendapat dan saran kepada Abu Bakar, sehingga segala perencanaan dari strategi yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah kuat.
(mhy)

Miftah H. Yusufpati

No comments: