Debat Khalifah Abu Bakar dengan Umar Bin Khattab Soal Pembangkang Zakat
Miftah H. Yusufpati
KABAR bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam (SAW) wafat mendorong orang-orang Arab di luaran memberontak terhadap kekuasaan Madinah. Pemberontakan di Yaman makin berkobar meski Aswad, sang nabi palsu, sudah terbunuh. Musailamah dari Banu Hanifah dan Tulaihah dari Banu Asad kemudian mulai gencar pula mendakwakan diri sebagai nabi dan mengajak orang supaya mempercayai kenabian mereka.
Seruan itu berhasil, sehingga orang semacam Uyainah bin Hisn berkata mengenai Tulaihah: "Nabi dari persekutuan — yakni Asad dan Gatafan — lebih kami sukai daripada Nabi yang dari Quraisy. Muhammad sudah meninggal, sedang Tulaihah masih hidup."
Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menceritakan tatkala Abu Bakar baru saja memangku jabatan Khalifah, sejumlah utusan dari berbagai daerah datang melaporkan berita yang lebih gawat lagi dari itu. Khalifah Abu Bakar belum mau bertindak sebelum dirinya memperoleh data yang lebih rinci mengenai pembangkangan tersebut.
Tak lama kemudian datang surat-surat dari para kuasa Nabi di berbagai daerah di Semenanjung itu tentang adanya pembangkangan yang sifatnya umum atau sendiri-sendiri.
Surat-surat itu juga menyebutkan orang-orang yang masih bertahan dengan keislamannya mulai diganggu para pembangkang.
Bahkan di tempat-tempat sekitar Khalifah Abu Bakar api juga mulai berkobar. Hal ini perlu diatasi, yang sejak dibebaskannya Makkah dan masuknya Ta'if ke dalam Islam belum pernah terjadi hal serupa itu.
Selain murtad, mereka yang masih bertahan dengan Islam tak mau membayar zakat kepada Abu Bakar.
Haekal mengatakan keengganan membayar zakat itu baik karena kikir dan kelihaian mereka seperti kelihaiannya dalam mencari dan menyimpan uang, dan pergi kian ke mari sampai mengorbankan hidupnya demi memperolehnya. Ada yang yang beranggapan bahwa pembayaran zakat sebagai upeti yang sudah tak berlaku lagi sesudah Rasulullah tiada. Zakat, menurut hemat mereka, boleh dibayarkan kepada siapa saja yang mereka pilih sendiri sebagai pemimpinnya di Madinah.
Mereka mogok tak mau membayar zakat dengan menyatakan bahwa dalam hal ini mereka tidak tunduk kepada Abu Bakar.
Demikian yang terjadi dengan kabilah-kabilah yang dekat dengan Madinah, terutama kabilah Abs dan Zubyan.
Apa kiranya yang harus dilakukan kaum Muslimin terhadap mereka? Pada saat kondisi runyam begitu, Khalifah Abu Bakar serba sulit. Soalnya, pada saat yang bersamaan, para pasukan muslim di bawah pimpinan Usamah berada di perbatasan Romawi. Tak ada lagi pasukan untuk mempertahankan Madinah.
Umar bin Khattab menyarankan kepada Khalifah Abu Bakar agar dilakukan rapat dengan menghadirkan para sahabat besar. Rapat tersebut guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat.
Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Umar, lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Sebagian besar yang hadir dalam rapat sependapat dengan Umar bin Khattab. Sedangkan yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil saja.
Perdebatan masalah ini lumayan sengit. Para sahabat saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu.
Khalifah Abu Bakar kekeuh mempertahankan pendiriannya itu. "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam, akan kuperangi," tandasnya.
Tanpa mengurangi penghargaannya atas apa yang dikatakan Abu Bakar itu, Umar khawatir sekali bahwa jalan kekerasan demikian akibatnya akan sangat berbahaya buat kaum muslimin.
"Bagaimana kita akan memerangi orang yang kata Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. 'Aku diperintah memerangi orang sampai mereka berkata: Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul-nya. Barang siapa berkata demikian darah dan hartanya terjamin, kecuali dengan alasan, dan masalahnya kembali kepada Allah,” ujar Umar menjawab pernyataan Khalifah Abu Bakar tak kalah kerasnya.
Tanpa ragu Abu Bakar langsung menjawab Umar: "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan salat dengan zakat. Zakat adalah harta.” Dikatakan: "kecuali dengan alasan."
Dalam menyimpulkan pembicaraan itu sumber-sumber menyebutkan bahwa Umar kemudian berkata: "Demi Allah, tiada lain yang harus kukatakan, semoga Allah melapangkan dada Abu Bakar dalam berperang. Aku tahu dia benar."
Peristiwa ini mengingatkan kita pada apa yang pernah terjadi antara Rasulullah dengan delegasi Saqif yang datang dari Ta'if, bahwa mereka menyatakan bersedia masuk Islam dengan permintaan agar dibebaskan dari kewajiban salat. Waktu itu Nabi Muhammad SAW menolak permintaan mereka dengan mengatakan: "Tidak baik agama yang tidak disertai salat."
Barangkali itu juga yang dimaksudkan oleh Khalifah Abu Bakar ketika berkata: "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan salat dengan zakat."
Kabilah-kabilah Abs dan Zubyan serta Banu Kinanah; Gatafan dan Fazarah yang bergabung dengan mereka mengirim beberapa orang. Mereka mengambil tempat tidak jauh dari Madinah. Orang-orang itu kemudian terbagi ke dalam dua kelompok: satu kelompok mengambil tempat di Abraq di bilangan Rabazah, dan yang lain di Zul-Qassah, tempat terdekat dari Madinah di jalan menuju ke Najd.
Para pemimpin kelompok-kelompok itu kemudian mengutus delegasi ke Madinah. Mereka menuju ke rumah orang-orang terkemuka dan meminta kepercayaan Khalifat Abu Bakar bahwa mereka akan menjalankan salat tetapi tidak akan memberikan zakat.
Jawab Abu Bakar seperti yang sudah kita lihat: "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, akan kuperangi."
(mhy)
No comments:
Post a Comment