Ide Brilian Salman Al-Farisi Lindungi Madinah dari Kepungan Musuh
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an
Salman Al-Farisi (سلمان الفارسي) radhiyallahu 'anhu (RA), seorang sahabat Nabi bekebangsaan Persia. Beliau menjadi pahlawan berkat ide briliannya membuat parit dalam upaya melindungi Madinahdalam perang Khandaq.
Sebelumnya memang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti perang monumental, seperti Perang Badr dan Uhud serta beberapa peperangan lainnya. Sebab sewaktu itu ia masih berstatus sebagai seorang budak yang belum merdeka, meski telah menyatakan keislamannya kepada Rasulullah SAW.
Namun, manakala ia pertama kali mengikuti peperangan, justru ide brilian Salman Al-Farisi yang disetujui oleh Rasulullah agar pasukan kaum muslimin membuat strategi perang parit yang membantengi Kota Madinah atau yang lebih dikenal dengan perang Khandak.
"Duhai Rasulullah. Di negeri kami, biasanya setiap kali peperangan, kami akan menggali parit di sekeliling kota, sehingga musuh akan kesulitan menerobos masuk benteng pertahanan.
Bagaimana sekiranya kita menggali parit sedalam tinggi kuda agar musuh terhalang memasuki Kota Madinah ini!" Demikian usulan pandangan dari mantan budak Yahudi dari negeri Persia itu pada Rasulullah pada kali pertama dia mengikuti peperangan.
Rasulullah SAW pun menyetujui usulan tersebut. Beliau SAW lantas memerintahkan para sahabat menggali parit yang mengelilingi perbatasan wilayah Kota Madinah, meski harus mengerahkan tenaga lebih ekstra selama berminggu-minggu.
Usulan menggali parit untuk mengelabui musuh, ternyata belum pernah ada sepanjang sejarah peperangan Arab dan belum pernah dikenal di masa itu. Dan terbukti, kaum kuffar Quraisy terkecoh dengan strategi langka itu.
Meski ide Salman Al-Farisi tergolong aneh dan di luar kebiasaan peperangan bangsa Arab ketika itu, namun bangsa Arab tidak menolak mentah-mentah usulan langka dari orang luar Arab. Bahkan, bagi Rasulullah SAW sendiri beliau menerima usulan dari bekas budak Yahudi dari Persia itu.
Dapat dibayangkan sekiranya sikap kaum muslimin ketika itu egois. Merasa paling benar, merasa paling pintar, merasa paling hebat dan berpengalaman, tentu mereka akan menolak usulan dari seorang yang bukan orang Arab, yang menurut tradisi sewaktu itu masih dipandang masyarakat kelas dua.
Islam mengajarkan arti dan makna kesejajaran dan kesetaraan di antara seluruh bangsa dan suku, melebur dalam persamaan kalimat tauhid: "Laailaha ilallah Muhammadur Rasulullah". Begitulah Islam mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah suatu alasan untuk saling berpecah belah dan merasa paling benar.
Hari ini kelemahan umat Islam, justru dipelihara dalam kalangan mereka sendiri. Manakala setiap kelompok dan mazhab mengklaim bahwa kelompok mereka lah yang paling benar dan paling lurus, menolak usulan dan pandangan dari selain kelompok mereka.
Bahkan, tidak sedikit hari ini banyak kelompok dan mazhab dalam Islam sendiri yang saling mengejek, menuding dan mengkafirkan. Inilah hal yang membuat kita sulit mengamalkan perintah "Wa'tashimuu bihablillah jami'aw walaa tafarraquu". Berpeganglah pada tali Allah dan janganlah saling bercerai berai."
Sumbangan ide brilian sahabat bernama Salman Al-Farisi itu bukan sekadar menjadi momentum kemenangan bersejarah di masanya, tapi tentang arti dan makna menerima perbedaan demi persatuan dan kesatuan menggapai kemenangan serta kejayaan bersama. Semoga Allah Ta'ala meridhoinya.
(rhs)
No comments:
Post a Comment