Pendakwah Islam dari Hadramaut Dulu Juga Para Pedagang
Pendakwah Islam dari Hadramaut Yaman konon adalah juga para pedagang. Kedatangan para pedagang Arab di Nusantara (ilustrasi). |
Pada zaman lampau, umat Islam giat melakukan perdagangan di daerah Laut Merah, Teluk Persia sampai Tiongkok dengan menyebar sampai Asia Tenggara.
TW Arnodl, dalam bukunya Preaching of Islam, GE Marrison dalam tulisannya Islam and the Church in Malay, SQ Fatimi dalam buku Islam Comes to Malaysia, kesemuanya sepakat bahwa bangsa Arab dari Hadramaut yang datang memperkenalkan Islam ke Asia Tenggara adalah pedagang-pedagang yang memiliki misi agama. Salah satu bukti nyata pengaruh bangsa Arab Hadramaut adalah kesamaan mazhab (Syafi'i) yang dianut seluruh kawasan Asia Tenggara.
Van den Berg juga lengah akan kenyataan bahwa di antara sekian banyak suku Arab, penduduk Hadhramaut dikenal sebagai suku pengembara, tidak ubahnya dengan suku Bugis dan Minangkabau di Indonesia. Bukan saja di Asia Tenggara kita jumpai keturunan Arab Hadramaut, bahkan hampir merata di negeri Arab, India, dan Afrika sekalipun.
Menurut mantan sekretaris Raja Faisal, Shekh Abdullah Kamil, ada tiga karakteristik menonjol dari pendatang Hadhramaut di Saudi yang mengantar kesuksesannya di bidang ekonomi, yaitu kewiraswastaan, kejujuran, dan loyalitas. Sebagaimana diketahui terdapat sekian banyak pelaku ekonomi sukses asal Hadhramaut di Saudi Arabia. Bin Mahfuz, pemilik Bank Al-Ahli, salah satu institusi perbankan terbesar di Timur Tengah, yang dikenal mahasiswa Indonesia eks Kairo karena sumbangan tahunannya kepada para mahasiswa sejak akhir 50-an, adalah contoh keberhasilan pendatang Hadhramaut ke Saudi. Bin Ladin, Buqshan, Bin Zagar, Al-Amudi, Al-Mihdhar untuk menyebut beberapa nama, kesemuanya merupakan konglomerat kaliber International, asal Hadhramaut.
Di samping motivasi keagamaan untuk melakukan aktivitas niaga dan ciri kewiraswastaan di atas, pendatang Arab Hadhramaut, sebagaimana halnya segenap bangsa Arab, sangat terkait dengan Islam. Ghirah (rasa kepemilikan) yang sangat tebal kepada Islam inilah yang mendorong mereka dengan sungguh-sungguh memperkenalkan agamanya.
Suatu bukti yang dapat berbicara dengan sendirinya adalah banyak institusi pengajaran Islam yang bertebaran di tanah air yang diprakarsai dan dibiayai oleh pendatang Arab asal Hadhramaut. Hampir di setiap pelosok di mana pendatang Hadhramaut berdomisili dan berasimilasi, didapati sekolah atau perkumpulan yang berorientasi kepada penyebaran Islam dan pencerdasan bangsa.
Jam'iat Kheir yang merupakan organisasi Islam modern pertama di Indonesia didirikan pada 1905 oleh keturunan Arab Hadhramaut, tidak terlepas dari misi nenek mereka yang tiba satu abad sebelumnya. Organisasi ini, menurut van Niel dalam bukunya The Emergence of the Modern Indonesian Elite, siap untuk mengulurkan bantuan kepada setiap organisasi Indonesia yang berjiwa Islam. K. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, H.O.S. Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam tercatat sebagai anggota dalam organisasi ini.
Demikian pula dengan Yayasan Islam Al-Irsyad yang didirikan beberapa tahun kemudian atas biaya pedagang-pedagang asal Hadhramaut adalah saksi hidup dari misi keagamaan para perantau tersebut. Tokoh-tokoh masyarakat asal Arab Hadhramaut, yang juga dikenal sebagai pengusaha terkemuka, Umar Manqusy, Salim Abdad, Salim Balfas, Abdullah Harharah, Umar Al-Nahdi, dan seterusnya adalah pendiri yayasan keagamaan ini, demikian Deliar Noer dalam bukunya The Modernist Muslim Movement in Indonesia.
Tidak terbatas pada pendirian sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan fasilitas-fasilitas lainnya, organisasi-organisasi tersebut juga berupaya untuk mendatangkan guru-guru agama dari Timur Tengah sambil mengirim mahasiswa-mahasiswa ke pusat-pusat studi Islam di sana. Tanpa dukungan finansial kelompok pedagang, organisasi dan yayasan di atas tentu tidak akan terwujud dan berkembang. Bukti nyata dari sumbangsih organisasi-organisasi tersebut berlanjut sampai masa kini dengan bertebarnya cabang di seluruh nusantara.
Di Indonesia bagian Timur, tiada seorang dapat melupakan jasa pendiri Yayasan Al-Khairat, Idrus al-Jufri asal Hadhramaut. Merantau ke Indonesia dengan berdagang, ia menyisihkan sebagian hartanya untuk membiayai pendirian sekolah Islam Al-Khairat. Apa yang dirintis oleh pedagang yang memiliki misi keagamaan ini, telah membuahkan hasilnya dengan berdirinya lebih dari 700 cabang sekolah agama di seluruh pelosok Indonesia Timur.
Demikian pula pedagang dan ulama asal Hadhramaut, Habib Ali Kwitang, yang mendidik banyak ulama-ulama Betawi, termasuk di antaranya kyai besar Abdullah Syafi'i, adalah salah seorang dari deretan nama-nama pedagang asal Hadhramaut yang telah meletakkan dasar kokoh bagi bangunan ajaran Islam di Indonesia.
No comments:
Post a Comment