Sejumlah Pendapat Mengapa Al-Qur'an Tak Menyebut Dajjal

Wallahualam, apakah dia Dajjal atau tidak. Ilustrasi/Ist
Miftah H. Yusufpati
DALAM bahasa Arab, istilah dajjal lazim digunakan untuk menyebut “nabi palsu”. Namun, istilah ad-Dajjal, yang dimaksudkan di sini merujuk pada sosok “pembohong” yang muncul menjelang dunia berakhir atau kiamat. 
Sosok itu juga disebut sebagai al-Masih ad-Dajjal; yang dimaksudkan di sini adalah “Al-Masih Palsu”. Menurut beberapa sumber, istilah ini berasal dari istilah Syria, yakni Meshiha Deghala yang telah menjadi kosakata umum di Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun sebelum al-Qur’an diturunkan.

Dalam kamus Lisan al-Arab, dikemukakan bahwa Dajjal berasal dari kata dajala, artinya menutupi. Mengapa dikatakan menutupi? Karena ia adalah pembohong yang akan menutupi segala kebenaran dengan kebohongan dan kepalsuannya.

Dikatakan “menutupi” karena Dajjal kelak akan menutupi bumi dengan jumlah pengikutnya yang sangat banyak. Ada juga yang berpendapat bahwa Dajjal kelak akan menutupi manusia dengan kekafiran atau ingkar terhadap kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.

Dajjal Menurut Hadis
M Quraish Sihab mengatakan hadis-hadis tentang dajjal cukup banyak antara lain diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW bersabda: ''Tidak akan bangkit kiamat sebelum datang sekitar 30 orang pembohong-pembohong yakni dajjal-dajjal, semua mengaku sebagai Rasul Allah (HR Attirmidzi dan Annasai melalui Abu Hurairah).

Dajjal yang terbesar adalah yang akan datang menjelang hari kiamat. Pakar Hadis Ibnu Hajar dalam bukunya Fath Albary --berdasar sekian banyak riwayat yang bersumber dari sahabat Nabi Abu Said Alkhudry-- menyebut sekian banyak sifat dan keadaannya, antara lain bahwa dajjal adalah seorang Yahudi, tidak memiliki anak, tidak dapat masuk ke Makkah dan Madinah (HR Muslim), buta sebelah, mata sebelah kirinya berkilau bagaikan bintang kejora. Ia akan bangkit dari timur. Ada riwayat yang menyatakan dari Khurasan ada lagi dari Asfahan yaitu daerah Iran sekarang (HR Muslim).



Pada mulanya dia menampakkan kesalehan, kemudian mengaku Nabi dan terakhir mengaku sebagai Tuhan. Memang menurut riwayat ia memiliki sekian keistimewaan yang dapat mengelabui manusia, tetapi yang menggunakan pikirannya tidak akan terpedaya apalagi mengakuinya sebagai Tuhan atau nabi. 

Menurut Quraish, berbeda-beda penilaian ulama tentang riwayat-riwayat menyangkut dajjal ini. Serta makna hadis-hadis Nabi SAW itu. Kelompok Ahl Sunnah lebih-lebih pakar hadis mengakui adanya apa yang dinamai dajjal dan bahwa ia adalah satu sosok manusia yang menjerumuskan umat Islam, tetapi kelompok Mu'tazilah yang cenderung sangat rasional menolak kebenaran hadis-hadis itu. Sebagian pemikir kontemporer memahami hadis-hadis yang berbicara tentang dajjal dalam arti kondisi tertentu yang dialami masyarakat. Ada yang memahaminya dalam arti peradaban Barat dewasa ini.

Ujian Pada Masa Penuh Fitnah
Sementara, Syaikh Yusuf Qardhawi dalam kitab Sunnah Rasul menyebutkan Dajjal sebagai sosok yang digunakan Allah SWT untuk menguji hamba-hamba-Nya pada masa penuh fitnah. Dengan hadirnya Dajjal, orang-orang yang benar-benar mengikuti sunnah Rasul SAW akan tampak. Begitu pula, siapa pun yang munafik atau kafir akan jelas. Mereka berbondong-bondong menjadi pengikut Dajjal. 

Sebagaimana diceritakan dalam hadis, di antara kemahiran tipu daya Dajjal ialah kemampuannya menyulap' kebenaran dengan kebatilan. Begitu pula sebaliknya. Dajjal disebutkan keluar membawa air dan api. Nabi SAW bersabda, Sungguh, aku tahu apa yang ada bersama Dajjal, bersamanya ada dua sungai yang mengalir. Salah satunya secara kasat mata berupa air putih, dan yang lainnya secara kasat mata berupa api yang bergejolak.

Bila ada yang menjumpainya, hendaklah mendatangi yang ia lihat berupa api dan hendaklah menutup mata, kemudian hendaklah menundukkan kepala lalu meminumnya. Karena, sesungguhnya itu adalah air dingin. (HR Muslim).

Yang dilihat manusia sebagai api, sebenarnya air. Sedangkan, apa yang dilihat manusia sebagai air, sebenarnya adalah api.

Rekayasa Dajjal semakin sempurna karena bersamanya ada dukungan materi yang melimpah. Melalui dua hal ini tipu muslihat dan iming-iming materi Dajjal hadir memperdaya umat manusia. Oleh karena itu, mayoritas pengikut Dajjal adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan memilih antara yang hak dan batil.

Rasulullah SAW memberi tuntunan kepada kita untuk menghadapi fitnah Dajjal. Caranya dengan berdoa, memohon kepada Allah SWT. Jangan sok-sokan dengan kemampuan diri sendiri. Pesan beliau SAW terkait hal itu ialah segera menyingkir dari cakupan fitnah Dajjal:

مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَاللَّهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ، مِمَّا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ

"Siapa yang mendengar keberadaan Dajjal, hendaknya dia menjauh darinya. Sungguh demi Allah! Ada seorang mendatanginya dalam keadaan dia mengira bahwasanya dia itu beriman. Namun, pada akhirnya dia malah menjadi pengikutnya disebabkan syubhat-syubhat yang dia (Dajjal) sampaikan." (HR Ahmad).

Untuk mengantisipasi fitnah Dajjal, Rasulullah mengajarkan tentang amalan-amalan. Misalnya, membaca 10 ayat pertama surah al-Kahfi. Sabda beliau:

فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الكَهْفِ

"Siapa di antara kalian yang menjumpainya (Dajjal), bacalah di hadapannya pembukaan surat al-Kahfi. (HR Muslim).

Cara lainnya, yakni memanjatkan doa kepada Allah, yakni setelah selesai tasyahhud akhir atau sebelum salam dalam salat. Teksnya sebagaimana dikutip dari hadis riwayat Imam Muslim yakni:

اللهم إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ

"Allahumma innii a'uudzubika min 'adzaabi jahannam, wamin adzaabil qobri, wamin fitnatil mahya wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjal."

(Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, dari fitnah kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah al-masih ad-Dajjal). Meski di antara kita tidak ada yang tahu kapan Dajjal itu akan muncul, seyogianya kita tetap berhati-hati.

Empat Pendapat
Al-Quran memang tidak menyebut kata Dajjal baik secara eksplisit maupun implisit. Dr Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil dalam Asyraathus Saa’ah menyebut ada beberapa hikmah tidak disebutnya Dajjal dalam Al-Qur'an. Namun ia menyebut setidaknya ada 4 pendapat dari para ulama perihal masalah ini.

Pendapat pertama, sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا “…

pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu…” [Al-An’aam: 158]

Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini. Imam Muslim dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ إِذَا خَـرَجْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِـيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا: طُلُوْعُ الشَمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ اْلأَرْضِ.

‘Ada tiga hal yang jika keluar, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebaikan dengan imannya itu: terbitnya matahari dari barat, Dajjal, dan binatang bumi.’”

Kedua, pendapat bahwa sesungguhnya al-Qur-an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alihissallam, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebutkan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.

Ketiga, pendapat bahwa sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:

لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” [Al-Mu’min: 57]

Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.

Abul ‘Aliyah rahimahullah berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.”

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini -jika memang telah tetap- merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.”

Keempat, sesungguhnya al-Qur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan kemuliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaan-Nya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam al-Qur-an).

Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya. Sesungguhnya setiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan memberikan peringatan terhadap fitnahnya.

Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa al-Qur-an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, Yusuf bin Abdillah mengatakan, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. "Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman," ujarnya..

Tidak disebutkannya hal ini dalam al-Qur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebatilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang diserukannya. Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam al-Qur-an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”

Dr Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil menyatakan terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar Radhiyallahu anhu karena hal itu memang sudah jelas.

Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.

“Allah dan orang-orang yang beriman enggan, kecuali kepada Abu Bakar.”

Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam al-Qur-an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya’juj dan Ma’juj di dalam al-Qur-an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”

Tentang hal ini, Alquran menjelaskan dalam Surat Al-Kahfi ayat 94: Mereka berkata, 'Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu supaya kamu membuat dinding antara kamu dan mereka'.

Dalam Alquran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama, Ya'juj dan Ma'juj disebutkan sebagai dua bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, seperti yang telah dilakukan oleh bangsa Tartar dan Mongol dahulu. Bila Al-Quran tidak menjelaskan secara tegas dan pasti, bukan berarti Dajjal itu tidak ada. Beberapa Hadis Rasulullah yang diyakini kesahihannya secara jelas melengkapi apa yang disitir sebagai Ya'juj dan Ma'juj dalam Surat Al-Kahfi tersebut. Wallahu'alam
(mhy)

No comments: