Antara Membela Tuhan dan Membela Kebu(tuhan)
Aksi menolak paham liberal |
Muhammad Syafii Kudo
Nabi Ibrahim As dibakar karena memperjuangkan agama Allah, Musa As diuji sedemikian rupa karena berjuang di jalan Allah, Zakaria As digergaji tubuhnya menjadi dua karena membela agama Allah,
TENTU kita sudah tidak asing dengan kicauan kaum Liberal yang berbunyi, “Tuhan tidak perlu dibela”, atau “Islam tidak butuh dibela”. Jargon sarkasme itu acapkali meluncur dari ucapan maupun tulisan kalangan Liberal yang ditujukan kepada mereka yang dicap sebagai orang-orang “radikal” oleh kalangan liberal.
Bahkan kini ada celaan khas yang baru dari kalangan liberal kepada orang yang mereka anggap beraliran keras, yakni kaum “Mabuk Agama”. Selain sumbu pendek alias gampang meledak emosinya, kaum mabuk agama dinyinyiri kalangan liberal karena dinilai dikit-dikit suka membawa dalil agama dalam menyikapi setiap persoalan.
Yang tentu saja hal itu sangat dibenci oleh kaum liberal dan sekuler sebab mereka adalah kelompok yang sangat getol membatasi agama agar hanya bergerak di dalam ruang privat saja dan jangan terlibat dalam ranah publik. Ada pula istilah kadrun (kadal gurun) dan sobat gurun. Dua istilah itu belakangan sering didapati dalam perbincangan di media sosial.
Mereka melabeli orang yang “memperjuangkan Islam” sebagai kadal gurun (kadrun) dan sobat gurun, sebuah celaan yang jika dicermati lebih kritis hakikatnya adalah menyerang Islam dan Arab. Sebab gurun adalah asosiasi yang identik dengan Jazirah Arab. Dan Islam tidak bisa lepas dari “identitas” Arab nya.
Semua labelisasi peyoratif yang dilakukan oleh kaum liberal kepada kelompok yang berseberangan dengan pemikiran mereka itu sebenarnya adalah psy war yang lumrah terjadi di dalam arena ghazwul fikri seperti saat ini.
Umat Islam tidak boleh gentar menghadapinya. Yang harus mereka lakukan adalah mengimbangi dan melawan pemikiran nyeleneh kaum Liberal dengan argumentasi yang kokoh berupa hujjah yang kuat baik berupa dalil naqli maupun dalil aqli. Umat Islam juga harus memiliki mental yang kuat dalam menghadapi celaan dan nyinyiran dari kalangan musuh Islam tersebut. Sebab sudah bukan rahasia lagi jika dalam masalah fasilitas publikasi pemikiran, umat Islam kalah jauh dengan mereka.
Kaum liberal sebagai proxy dari musuh Islam dalam mengobok-obok Islam dari dalam sangat dimanjakan oleh para tuannya. Dana kepada LSM yang concern pada gerakan SePiLIS (sekularisme, pluralism dan liberalism) agama yang berasal dari luar negeri seperti Ford Foundation, Asia Foundation, USAID dll ditengarai sangat besar jumlahnya.
Dan dana itu akan tetap mengalir selama pemikiran anti Islam atau setidaknya pembusukkan kepada Islam di Indonesia tetap berjalan. Dana itu dikucurkan tidak secara gamblang sebagai program hibah untuk membendung Islam namun disamarkan dengan dalih dana untuk penguatan demokrasi, pengembangan kebudayaan, ketahanan budaya dsj yang disalurkan lewat LSM binaan mereka.
Kekuatan media massa dan buzzer media sosial juga mereka gunakan untuk mem-blow up berbagai tulisan, pemikiran, seminar, tayangan TV, konten medsos, dan dialog-dialog yang mengusung tema SePILIS agama.
Ironisnya ruang itu tidak mereka berikan pula kepada pihak yang selama ini getol memperjuangkan syariat Islam atau yang dikenal sebagai pegiat amar makruf nahi munkar. Hal ini sebenarnya paradoks karena konon ajaran demokrasi bisa memberikan jatah yang sama (equal) kepada pihak yang berbeda untuk bebas menyuarakan aspirasinya.
Namun nyatanya itu hanya hipokrasi belaka. Karena tidak pernah berlaku kepada mereka yang getol membela Islam. Intinya tidak ada ruang bagi pihak yang memperjuangkan Islam. Dan ini hukum wajib bagi mereka.
Lantas apakah umat Islam harus meratapi keadaan itu. Tentu tidak, sebab seorang Mukmin berjuang bukan untuk tujuan publikasi. Tidak berharap tepuk tangan manusia atau jepretan kamera. Mereka melakukan itu semua karena ghirohnya kepada Islam semata.
Benarkah Tuhan tak perlu dibela ?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (QS. Muhammad : 07).
Ayat tersebut adalah ayat yang selama ini dipegang oleh para “pembela Islam” untuk menjustifikasi apa yang mereka perjuangkan selama ini.
Dan oleh pihak liberal ayat itu pulalah yang coba mereka othak-athik penafsirannya agar sesuai dengan agenda mereka. Dan inilah salah satu titik beda paling tajam antara kaum liberal dan umat Islam.
Bahkan Habib Rizieq Shihab pernah menyindir kaum liberal ini dengan pernyataan yang unik. Pemimpin FPI yang jadi sosok paling dibenci oleh kalangan liberal itu pernah mengatakan jika umat Islam mayoritas memakai Tafsir Jalalain untuk mentafsiri ayat Al-Quran maka kalangan liberal memakai tafsir “Jalan-lain” untuk menafsirinya, yakni dengan akal mereka dan juga alat penafsir Bible yang memakai metode hermeneutika.
Padahal ada ancaman berat bagi mereka yang menafsiri Al Qur’an dengan akalnya sendiri, Rasulullah ﷺ bersabda,
وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Tirmidzi).
Di dalam tafsir Jalalain ayat ke 7 Surah Muhammad tersebut tertulis,
( يا أيها الذين آمنوا إن تنصروا الله ) أي دينه ورسوله ( ينصركم ) على عدوكم
“Menolong Allah adalah menolong agama dan RasulNya.”
Hampir serupa dengan Tafsir Al Baghowi yang menyatakan,
( يا أيها الذين آمنوا إن تنصروا الله ) أي دينه ورسوله ( ينصركم ) على عدوكم
( ويثبت أقدامكم ) عند القتال. ( البغوى)
“Bahwa yang dimaksud dengan menolong Allah adalah menolong agama dan RasulNya. Dan Allah akan menolong mereka dari musuh mereka.”
Menurut Imam Al Qurthubi, maksud menolong Allah adalah menolong agamaNya terhadap gangguan orang kafir.
قوله تعالى : ياأيها الذين آمنوا إن تنصروا الله ينصركم أي إن تنصروا دين الله ينصركم على الكفار.(القرطبى)
Dan di dalam Al Quran banyak sekali ayat yang menjelaskan perihal “menolong Allah” alias menolong agama Islam. Seperti ayat,
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa lagi Mahaperkasa.” (QS: Al Hajj : 40).
Lantas apakah Allah akan kalah jika tidak dibela? Atau apakah Islam akan lenyap jika tidak diperjuangkan? Jawabannya tentu tidak. Sebab Allah Maha Perkasa dan tak akan kalah oleh apapun.
Allah berfirman,
وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ
“…Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain.” (QS: Muhammad : 4-6).
Allah juga berfirman,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”(Surat At-Taubah: 16).
Ayat yang serupa,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ikhwalmu.” (QS: Muhammad: 31).
Ayat-ayat tersebut adalah instrumen pembungkam kicauan kaum liberal. Bahwa pernyataan Allah memang tidak perlu dibela adalah benar. Dan Islam memang tidak perlu ditolong juga benar. Karena Allah sendirilah yang akan memenangkan Islam yang dibawa oleh RasulNya. Hal ini sudah Dia firmankan di dalam Al Qur’an,
كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Allah telah menetapkan, ‘Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (QS: Al-Mujadilah: 21).
Namun yang menjadi pertanyaan kita adalah di mana posisi kita saat Allah menguji agamaNya dengan cara dinistakan oleh kaum Kafir. Apakah kita ikut berada di pihak Allah yang akan memenangkan agamaNya atau berada di pihak musuh Allah yang sedang berusaha merusak Islam.
Atau kita hanya duduk manis menjadi penonton seperti yang dilakukan oleh sebagian Bani Israel yang enggan masuk ke tanah Palestina dan lebih memilih duduk-duduk sembari menyuruh Nabi Musa As berperang sendirian hanya bersama Allah Swt.(QS: Al Maidah :24). Jika demikian yang dipilih oleh kaum Liberal maka sangat tidak mengherankan karena mereka hanya meneruskan watak majikannya, yakni para Orientalis Barat yang memang mewarisi watak Bani Israel.
Di mana posisi kita?
Penulis terkenal, Jean Paul Sartre pernah berkata, “…Jika orang tidak memberikan nyawanya untuk ‘sesuatu’, maka orang tadi akan berakhir dengan memberikan hidupnya itu untuk sesuatu yang sia-sia…” (Jean-Paul Sartre ; Seks dan Revolusi : Halaman 180).
Dan bagi seorang mukmin tidak ada yang sia-sia bagi mereka yang memberikan nyawanya untuk Allah. Sebab sebagai hamba yang diciptakan untuk menyembah kepadaNya, tentu menjadi puncak pencapaian tertinggi manakala kita mampu menyediakan nyawa kita untuk Allah dan RasulNya.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” [QS: At-Taubah:111-112].
Berbeda dengan kaum liberal yang memperjuangkan sesuatu demi mencari popularitas dan pujian dari tuannya yakni para pembenci Islam. Otak dan diri mereka telah “dibeli” oleh majikan mereka. Demi dollar dan beasiswa agar tetap mengalir.
Jika harus sama dengan kaum Liberal dalam “menjual jiwa” , maka lebih baik kita memilih menjualnya di jalan Allah. Gunakanlah hidup untuk memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat dan matilah di atas sesuatu yang kita perjuangkan itu.
Habib Abdullah Bin Alwi Al Hadad berkata dalam Kitab Nashoihud Diniyyah,
” و ما أحسن حال العبد إذا ضرب أو حبس أو شتم بسبب قيامه بحقوق ربه ، و أمره بطاعته و نهيه عن معصيته !! ذلك دأب الأنبياء و المرسلين و الأولياء و الصالحين و العلماء العاملين ”
“Alangkah indahnya keadaan seorang hamba , jika dipukul, dipenjara, dicaci-maki dengan sebab melaksanakan (membela) hak-hak dari Tuhan nya, dan memerintahkan agar taat kepada Tuhannya dan menjahui hal-hal yang di larang Tuhannya ( berma’siat ). Hal itu semuanya adalah kebiasaan yang dilakukan oleh para Nabi, Auliya’ , orang sholih dan ulama’ yang mengamalkan ilmunya.”
Ingat Nabi Ibrahim As dibakar karena memperjuangkan agama Allah, Musa As diuji sedemikian rupa karena berjuang di jalan Allah, Zakaria As digergaji tubuhnya menjadi dua karena membela agama Allah, Yahya As dipenggal kepalanya juga karena memperjuangkan agama Allah. Imam Ahmad Bin Hanbal juga disiksa sedemikian rupa oleh rezim saat itu karena membela Syiar Allah (Al-Qur’an).
Jadi sangat benar pernyataan Habib Abdullah Al Hadad bahwa menerima persekusi dan intimidasi ketika membela agama Allah adalah kebiasaan atau ciri khas para Nabi dan Aulia’ Allah yang sudah menjadi sunatullah. Semua itu mereka lakukan karena keyakinan yang sudah berada di puncak yang sudah tidak tergoyangkan lagi oleh rayuan dunia.
Habib Abdullah Al Hadad dalam Kitab Nashoih Diniyyah menyatakan, “Sesungguhnya yakin adalah puncak daripada keimanan. Seperti tertera dalam hadis yang menyatakan bahwa yakin adalah iman keseluruhannya. Dan tidak ada sesuatu yang diturunkan dari langit yang lebih mulia daripada keyakinan. Dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan.” (Nashoih Diniyyah Wal Washoyal Imaniah, cet. Darul Hawi 1999 M/1420 H, halaman 53).
Sekarang pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih berada di shaf yang sama dengan para Nabi dan Auliya’ atau lebih memilih berada di barisan yang sama dengan para musuh Allah? Wallahu A’lam Bis Showab.*
Santri Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan
No comments:
Post a Comment