Kisah Pertentangan Ketika Khalifah Abu Bakar Menunjuk Umar sebagai Penggantinya
Umar bin Khattab dianggap terlalu keras. Foto/Ilustrasi/Ist |
Miftah H. Yusufpati
KHALIFAH Abu Bakar mulai sakit-sakitan. Beliau merasakan ajalnya sudah dekat. Satu hal yang beliau cemaskan: masa depan umat Islam. Khalifah mulai memikirkan penggantinya. Hanya ada satu nama yang ada dibenaknya: Umar bin Khattab.
Masalahnya, Umar orangnya keras dan kasar. Ini pula yang membuat banyak orang bijak tidak suka berhubungan dengan dia, padahal orang-orang bijak itu yang menjadi pembantu-pembantu dekat Khalifah dalam mengatur politik negara.
Perlukah Muslimin dibiarkan memilih sendiri, tanpa memberi pendapat atau mencalonkan seorang pengganti, dan ini pula teladan yang diperolehnya dari Rasulullah?
Sesungguhnya ini cara yang paling mudah dan ringan. Tetapi Khalifah Abu Bakar teringat akan peristiwa Saqifah Bani Sa'idah dan sikap Anshar, dan teringat apa yang hampir terjadi ketika itu kalau Allah tidak mempersatukan tekad Muslimin dengan segera membaiatnya.
Kalau sampai terjadi perselisihan di kalangan Muslimin sewaktu-waktu ia meninggal, maka perselisihan itu akan lebih parah dan lebih berbahaya, yang akan terjadi hanya antara kaum Muhajirin dengan Anshar sendiri sesudah tokoh-tokoh yang lain masih terlibat dalam perjuangan di Irak dan di Syam dalam menghadapi Persia dan Romawi. (Baca juga: Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat)
Jika Abu Bakar meninggal lalu terjadi perselisihan, perselisihan demikian akan berkembang menjadi kerusuhan, yang mungkin berkecamuk ke seluruh negeri Arab. Suasana akan menjadi kacau dan politik perluasan yang baru dimulai itu akan berakhir. Tetapi kalau penggantinya sudah ditunjuk dan Muslimin sepakat dengan orang yang ditunjuk, maka apa yang dikhawatirkan itu akan dapat dihindari.
Kalaupun Rasulullah tidak menunjuk pengganti, soalnya supaya jangan ada yang mengira bahwa pengganti yang ditunjuk itu sudah ditentukan bagi kaum Muslimin dengan wahyu dari Allah, sehingga ia akan menjadi Khalifatullah — pengganti Tuhan. (Baca juga: Debat Khalifah Abu Bakar dengan Umar Bin Khattab Soal Pembangkang Zakat)
Kalau Abu Bakar yang menunjuk penggantinya, hal serupa itu tak perlu dikhawatirkan dan kaum Muslimin dapat dihindarkan dari perselisihan, politik perluasan dapat diteruskan dan akan berhasil. Ini sajalah dilaksanakan.
Terlalu Keras
Pagi itu Khalifah Abu Bakar memanggil Abdur-Rahman bin Auf dan ia menanyakan tentang Umar bin Khattab. "Dialah yang mempunyai pandangan terbaik, tetapi dia terlalu keras," kata Abdur-Rahman.
"Ya, karena dia melihat saya terlalu lemah lembut," kata Abu Bakar. "Kalau saya menyerahkan masalah ini ke tangannya, tentu banyak sifatnya yang akan ia tinggalkan. Saya perhatikan dan lihat, kalau saya sedang marah kepada seseorang karena sesuatu, dia meminta saya bersikap lebih lunak, dan kalau saya memperlihatkan sikap lunak, dia malah meminta saya bersikap lebih keras."
Setelah Abdur-Rahman keluar, Khalifah memanggil Usman bin Affan dan ditanyanya tentang Umar. "Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada saya tentang dia," kata Usman, "bahwa isi hatinya lebih baik dari lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di kalangan kita."
Sesudah Usman pergi, Khalifah Abu Bakar meminta pendapat Sa'id bin Zaid dan Usaid bin Hudair dan yang lain, baik Muhajirin maupun Ansar.
Ia ingin sekali mereka seia sekata tentang kekhalifahan Umar. Beberapa orang sahabat Nabi ketika mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai khalifah, mereka merasa khawatir mengingat bawaan Umar memang begitu keras dan karena kekerasannya itu umat akan terpecah belah.
Mereka sependapat akan memohon kepada Khalifah untuk menarik kembali maksudnya itu. Sesudah meminta izin mereka masuk menemuinya, dan Talhah bin Ubaidillah yang berkata: "Apa yang akan Anda katakan kepada Tuhan kalau Anda ditanya tentang keputusan Anda menunjuk Umar sebagai pengganti, yang akan memimpin kami. Sudah Anda lihat bagaimana ia menghadapi orang padahal Anda ada di sampingnya. Bagaimana pula kalau sudah Anda tinggalkan?!"
Mendengar itu Abu Bakar marah dan berteriak kepada keluarganya: “Dudukkan saya. Sesudah didudukkan ia berkata, dengan air muka yang masih memperlihatkan kemarahan: "Untuk urusan Allah kalian mengancam saya?! Akan kecewalah orang yang menyuruh berbuat kezaliman! Saya berkata: Demi Allah, saya telah menunjuk pengganti saya yang akan memimpin kalian, dialah orang yang terbaik di antara kalian!"
Kemudian ia menujukan kata-katanya kepada Thalhah: "Sampaikan kepada orang yang di belakang Anda apa yang saya katakan kepada Anda ini!"
Abu Bakar merasa sangat letih karena percakapan itu. Dengan senang hati orang sudah sepakat tentang kekhalifahan Umar. Semalaman itu ia tak dapat tidur. Keesokan harinya datang Abdur-Rahman bin Auf menemuinya setelah saling memberi hormat.
Abu Bakar berkata, seolah kejadian kemarin itu masih melelahkannya: "Saya menyerahkan persoalan ini kepada orang yang terbaik dalam hatiku. Tetapi kalian, merasa kesal karenanya, menginginkan yang lain."
Abdur-Rahman menjawab: "Tenanglah, semoga Allah memberi rahmat kepada Anda. Hal ini akan membuat Anda sangat letih. Dalam persoalan ini ada dua pendapat: orang yang sependapat dengan Anda berarti ada di pihak Anda, dan orang yang berbeda pendapat dengan Anda berarti mereka juga memberikan perhatian kepada Anda. Kawan Anda ialah yang Anda senangi. Yang kami ketahui Anda hanya mencari yang terbaik, dan Anda masih tetap berusaha ke arah itu."
Merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di kalangan Muslimin, terutama setelah ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di rumahnya itu Abu Bakar menjenguk kepada orang-orang yang ada di Masjid, dan berkata kepada mereka:
"Setujukah kalian dengan orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kalian? Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya dan tidak saya mengangkat seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!"
Mereka menjawab: "Kami patuh dan taat."
Wasiat
Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa yang sudah lebih Kauketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang yang terbaik di antara mereka, yang terkuat menghadapi mereka dan paling berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar."
Setelah orang banyak mendengar doanya itu apa yang dilakukannya mereka makin yakin.
Kemudian Abu Bakar memanggil Umar dengan pesan dan wasiat supaya perang di Irak dan Syam diteruskan dan jangan bersikap lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang yang memegang tampuk pimpinan umat untuk selalu berpegang pada kebenaran, dan bahwa di samping menyebutkan ayat kasih sayang Allah juga menyebutkan ayat tentang azab, supaya pada hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan dari Allah hanyalah kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada perkara gaib yang lebih disukai daripada kematian, dan kehendak Allah tak akan dapat dikalahkan.
Sesudah Abu Bakar selesai berwasiat Umar keluar, pikirannya dipadati oleh persoalan ini belaka, yang sekarang dipikulkan ke pundaknya. Harapannya sekiranya Abu Bakar sembuh dari sakitnya untuk menghadapi peristiwa yang sangat gawat ini. Tetapi tanggung jawab yang dipikulkan ke bahunya itu akan diterimanya tanpa ragu bila waktunya sudah tiba. Itulah tanggung jawab besar dan beban yang sungguh berat.
Tetapi siapa orang yang seperti Umar bin Khattab yang akan dapat memikul tanggung jawab ini? Umar tampil dengan segala kemauan dan kekuatannya. Ia melepaskan dunia ini sesudah penyebaran Islam sampai ke Persia, Syam dan Mesir dan sebuah kedaulatan Islam dengan dasar yang sangat kukuh berdiri.
Abu Bakar wafat Senin petang setelah matahari terbenam 21 Jumadilakhir tahun ke- 13 sesudah hijrah (22 Agustus 832 M).
Setelah malam tiba jenazahnya dimandikan dan dibawa ke Masjid di tempat pembaringan yang dulu dipakai Rasulullah, disalatkan dan dibawa ke makam Rasulullah. la dimakamkan dalam lahad di samping Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam, kepalanya di arah bahu Rasulullah dan lahad dengan lahad itu berdampingan. Pemakaman dilakukan oleh Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah dan Abdur-Rahman bin Abu Bakar.
(mhy)
No comments:
Post a Comment