Kisah Umar bin Khattab Meyakinkan Khalifah Abu Bakar tentang Pengumpulan Al-Qur'an


Miftah H. Yusufpati

KESEDIHAN Umar bin Khattab karena kematian adiknya dalam perang Yamamah tidak sampai membuatnya lalai dari memikirkan masalah yang paling berbahaya dalam sejarah Islam dan umat Islam. Di antara yang syahid itu banyak dari mereka yang sudah hafal Al-Qur'an. Bagaimana kalau perang ini berlanjut dan akan banyak lagi yang terbunuh dari orang-orang yang sudah hafal Al-Qur'an seperti yang terjadi di Yamamah? 

Inilah yang mendera pikiran Umar. Sampai kemudian ia mengambil keputusan pergi menemui Khalifah Abu Bakar, yang saat itu sedang dalam majelis di Masjid. "Pembunuhan yang terjadi dalam perang Yamamah sudah makin memuncak," katanya kemudian kepada Abu Bakar. "Saya khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Qur'an yang "akan terbunuh sehingga Qur'an akan banyak yang hilang. Saya mengusulkan supaya Anda memerintahkan orang menghimpun Qur'an." 
Usul yang dirasakan oleh Khalifah Abu Bakar sangat tiba-tiba itu dijawab dengan pertanyaan: "Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam?"

Umar memperkuat pendapatnya dengan argumen yang membuat Abu Bakar kemudian merasa puas.

Ia memanggil Zaid bin Tsabit dan menceritakan dialognya dengan Umar. Kemudian katanya: "Anda masih muda, cerdas dan kami tidak meragukan kau. Anda penulis wahyu untuk Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam. Sekarang lacaklah Qur'an itu dan kumpulkanlah." 

Seperti Abu Bakar, Zaid juga ragu. Kemudian Allah membukakan hatinya seperti terhadap Abu Bakar dan Umar. Selanjutnya Zaid bekerja melacak dan menghimpun Qur'an dari lempengan-lempengan, dari tulang-tulang bahu, kepingan-kepingan pelepah pohon kurma dan dari hafalan orang.

Demikianlah, karena saran Umar itu pula maka Al-Qur'an dikumpulkan dan sampai sekarang dipelihara seperti ketika dikumpulkan dulu, sehingga sehubungan dengan ini Orientalis Inggris William Muir berkata: "Di seluruh belahan bumi ini rasanya tak ada sebuah kitab pun selain Qur'an yang sampai dua belas abad lamanya tetap lengkap dengan teks yang begitu murni dan cermat." (Baca juga: Sikap Umar Bin Khattab dalam Menjaga Kemuliaan Perempuan)

Ada pula sumber yang menyebutkan bahwa Umar-lah yang pertama menghimpun Qur'an dalam satu jilid kitab (mushaf). Pendapat ini bertentangan dengan sumber-sumber yang mutawatir. Tetapi sumber-sumber yang mutawatir ini mengakui bahwa karena jasa Umar dengan sarannya kepada Abu Bakar sampai dapat meyakinkan untuk menghimpun Qur'an itu.

Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab menulis, sekiranya Umar tidak menyadari apa yang akan mungkin menimpa para penghafal Qur'an di tempat-tempat lain selain Yamamah, dan segala akibatnya dengan banyaknya Qur'an yang hilang, barangkali tidak terpikir oleh Abu Bakar untuk menghimpunnya dan tidak akan berani pula.

Bahkan sekiranya Umar tidak mengoreksi Abu Bakar ketika mengatakan: "Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah" dan tidak dapat meyakinkannya betapa pentingnya menghimpun Qur'an, tentu Abu Bakar tidak terdorong untuk melakukannya, dan tidak akan memanggil Zaid bin Tsabit untuk mengerjakannya.

Kalau Abu Bakar juga telah berjasa dalam pekerjaan yang besar ini sehingga Ali bin Abi Thalib berkata: "Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakar, orang yang paling besar jasanya dalam mengumpulkan Qur'an, maka sudah tentu dalam pahala dan jasa itu sekaligus Umar juga bersama-sama. Sungguh Muslimin sangat berutang budi kepadanya, begitu juga kepada Abu Bakar dalam mengumpulkan Kitabullah itu. Ini merupakan salah satu dari tiupan jiwa besarnya, tiupan yang membawa berkah paling agung dan mulia, yang telah memberikan segala yang terbaik.

Peranan Umar bin Khattab pada masa Khalifah Abu Bakar sama seperti ketika beliau mendampingi Rasulullah SAW. Ia lebih berperan sebagai orang yang mempunyai banyak gagasan dan kebijakan politik yang luar biasa, daripada sebagai orang lapangan dan di medan perang.

Ia smpat menentang Abu Bakar dalam hal memerangi orang yang tak mau membayar zakat. Begitu juga sebelum itu, ia menentang meneruskan pengiriman pasukan Usamah. Sesudah kemudian ia melihat politik jihad membawa keunggulan dan kemenangan, ia pun menerimanya dan mendukung Abu Bakar dengan sungguh-sungguh.

Bukankah politik jihad itu yang telah dapat menumpas kaum murtad dan mengembalikan mereka ke pangkuan Islam, dan seluruh Semenanjung Arab bernaung di bawah satu panji? Bukankah politik ini juga yang telah membukakan pintu Irak dan pada gilirannya merambah jalan ke Persia? Tidak heran jika Umar benar-benar yakin dan langsung memberikan dukungannya pada setiap langkah yang sudah diyakininya. 
(mhy)

No comments: