Kemenangan Muslim, Berakhirnya Kekaisaran Kisra dan Rampasan Perang yang Tak Ternilai
ALANGKAH agung dan mulianya kemenangan itu! Inilah kota Kisra. Dan inilah pula Ruang Sidang Istananya. Mereka yang datang adalah orang-orang Semenanjung Arab yang tandus dan gersang. Mereka berjalan penuh kagum di sela-sela taman-taman Istana, di anatara taman bunga yang merekah dan pohon-pohon yang tinggi-tinggi, berbagai macam buah-buahan — kurma dan anggur.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Umar bin Khattab" melukiskan belum pernah mata mereka melihat yang semacam ini. Dari kebun-kebun itu mereka berpindah ke serambi, yang membuat mereka bertambah kagum melihat isi di dalamnya — ukiran-ukiran yang begitu indah dan cermat di luar yang dapat mereka lukiskan.
Perabot-perabot rumah, yang di Damsyik pun tak ada yang dapat dibandingkan. Pelbagai permadani dari sutera Persia dianyam dengan emas dan perak, dan segala kemewahan dan kenikmatan hidup terkumpul semua dalam Ruang Sidang Istana itu — karya-karya seni yang begitu indah dari segenap penjuru di Timur.
Bagi Sa’ad bin Abi Waqqash dan sahabat-sahabat tak dapat berbuat lain daripada rasa syukur itu kepada Allah yang telah memberikan kemenangan kepada mereka. Dengan demikian Sa’ad mengadakan salat syukur kepada Allah, salat kemenangan, delapan rakaat dengan satu kali salam.
Setelah itu ia memerintahkan anak buahnya agar membawa keluarga pasukan Muslimin dari Hirah dan kota-kota serta desa-desa lain di Irak ke Mada'in.
Sa’ad tinggal di Istana Kisra itu, dan Ruang Sidang Istana dijadikannya musala. Patung-patung yang ada di dalamnya dibiarkannya tidak terusik di tempatnya. Buat apa pula diusik yang hanya merupakan hiasan yang memperindah Istana dan tempat-tempat lain di dalam serarribi, kendati Ruang Sidang Istana itu diutamakan lebih indah dan lebih cemerlang. Dinding Istana dihiasi dengan ukiran-ukiran dari dasar di bawah sampai ke kolong-kolong kubah. Dinding yang tampak dari luar putih metah dibiarkan polos.
Dalam lemari-lemari Kisra itu Sa’ad bin Abi Waqqas menemukan penuh dengan harta, pakaian yang mahal-mahal, bermacam-macam alat rumah tangga dan bejana, barang-barang lain yang nilainya tak mungkin dapat dilukiskan dengan kata-kata dan angka.
Dalam pada itu Sa’ad sudah mengirim pasukannya untuk mengejar Raja Yazdigird dan mereka yang lari bersamanya ke Hulwan. Mereka berhasil menyusul dan membawa kembali sebagian mereka berikut barang-barang bawaannya, yang ternyata nilainya melebihi harta yang ada di dalam Istana. Dan di dalam gedung-gedung sekitar Istana di Mada'in itu pasukan Muslimin juga menemukan barang-barang berharga dengan nilai yang dapat membingungkan daya khayal mereka, dan segalanya menunjukkan kemewahan penghuninya, dan yang hanya dikenal oleh Persia.
Disebutkan pula bahwa di tempat-tempat penyimpanan Kisra itu Sa’ad menemukan tiga triliun dinar, dan barang-barang berharga di Istana yang sudah tak terhitung nilainya. Dan mereka yang berangkat mengejar Kisra membawa kembali sebuah mahkota bertatahkan mutu manikam, mutiara dan permata, dan pakaian dari sutera bersulam emas dan bertatahkan permata. Yang bukan sutera, yang juga bersulam, di samping mutiara Kisra, adalah pedang dan baju besinya yang juga dihiasi permata.
Haekal melanjutkan, ketika Qa'qa' bin Amr mengejar seorang Persia dan berhasil membunuhnya, ia menemukan dari orang itu dua kopor besar berisi beberapa pedang, baju-baju besi milik Kisra, Heraklius, raja Turki dan raja-raja lain yang pernah diperangi dan memerangi Persia.
Sesudah itu datang pula Ismah bin Khalid ad-Dibbi membawa dua buah keranjang, salah satunya berisi kuda dari emas dengan pelana dari perak, mulut dan lehernya dihiasi batu yakut dan zamrud yang ditatah dengan perak, begitu juga kekangnya, dan penunggang kuda terbuat dari perak bermahkotakan permata. Dalam keranjang yang sebuah lagi berisi unta terbuat dari perak dengan kain wol penutup punggung dan perut dari emas berikut tali kendalinya yang juga dari emas.
Semua itu ditatah dengan batu yakut dengan patung seorang laki-laki di atasnya terbuat dari emas bermahkotakan permata.
Di gedung-gedung besar di Mada'in pasukan Muslimin menemukan juga keranjang-keranjang yang disegel dengan timah, yang dikira berisi makanan, tetapi ternyata adalah bejana-bejana dari emas dan perak yang seragam.
Di tempat-tempat itu juga mereka menemukan tidak sedikit kapur barus, yang karena banyaknya mereka mengiranya garam. Setelah dibuat adonan baru diketahui karena rasanya yang pahit.
Orang-orang Arab itu tidak tergoda dengan barang-barang mewah tersebut. Masing-masing yang memperoleh barang rampasan itu menyerahkannya kepada kolektor sampai nanti Sa’ad sendiri memberikan pendapatnya.
Sesudah itu Qa'qa' bin Amr yang datang membawa pedang-pedang Kisra dan raja-raja yang lain dan menyerahkannya kepada Sa’ad, oleh Sa’ad ia disuruh memilih. la memilih pedang Heraklius, yang lain ditinggalkan. Ketika ada laki-laki datang kepada kolektor itu membawa sebuah botol yang sangat berharga, kolektor itu dan beberapa orang yang berada di tempat itu menanyakan: Dari semua yang ada pada kita, kita tidak melihat yang semacam ini atau yang mirip dengan ini.
Mereka menanyakan lagi laki-laki itu: "Adakah yang sudah Anda ambil?"
"Tidak," katanya. "Kalau tidak karena Allah, tidak akan saya serahkan ini kepada kalian."
Mereka menanyakan lagi tentang siapa dia? "Tidak akan saya beritahukan kepada kalian, agar kalian tidak memuji saya, tetapi yang saya puji hanya Allah dan saya sudah akan senang dengan karunia-Nya."
Tetapi Sa’ad segera tahu siapa orang itu dan yang semacamnya. Kemudian ia berkata: "Angkatan bersenjata itu sangat berpegang teguh pada amanat. Kalau tidak karena veteran Badar sudah berlalu, tentu saya katakan bahwa pada mereka itulah ciri-ciri khas veteran Badar."
Jabir bin Abdullah berkata: "Demi Allah, Yang tiada tuhan selain Dia, saya tidak melihat siapa pun dari penduduk Kadisiah yang menghendaki dunia bersama akhirat. Kita pernah menyangsikan tiga orang, Tulaihah, Amr bin Ma'di Karib dan Qais bin Maksyuh padahal kita tidak melihat orang yang begitu jujur dan zuhud seperti mereka."
Kesaksian Jabir atas ketiga orang itu punya alasan sendiri. Mereka dulu memimpin kaum murtad yang ditumpas oleh Abu Bakar dan yang memerangi Abu Bakar karena rakusnya pada dunia dan kekuasaan. Sekarang mereka menjadi Muslim yang baik dan berada di garis depan dalam berjuang di jalan Allah, menjauhi dunia dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan segala amal kebaikan dan mati-matian mempertaruhkan diri dalam perang.
Membagi Rampasan Perang
Sa’ad memisahkan seperlima rampasan perang itu untuk dikirim ke Madinah, dan yang diutamakan sekali apa yang menjadi kesenangan Muslimin di sana. la bermaksud mengirim permadani beledru milik Kisra seperlima, tetapi dilihatnya pembagiannya tidak akan seimbang.
Katanya kepada sahabat-sahabatnya: "Adakah kalian puas dengan empat perlimanya, dan kita mengirimkannya kepada Khalifah Umar bin Khattab supaya dapat diatur sesuai dengan yang dikehendakinya? Kita berpendapat di tempat kita ini tidak akan terbagi, karena hanya sedikit, tetapi bagi pihak Madinah akan sangat berarti. Permadani ini enam puluh hasta dalam segi empat, yang disediakan bagi para kisra jika datang musim dingin yang keras dan tidak ada tumbuhan yang harum tumbuh.
Permadani ini berlukiskan jalan-jalan kerajaan, dihamparkan di atas tanah yang keemasan, disela-sela air sungai yang mengalir bertatahkan mutiara, bagian bawahnya seperti tanah yang ditanami tanam-tanaman musim semi dengan batang dari emas, daun dari sutera dan buahnya dari permata.
Setelah pendapat Sa’ad mereka setujui permadani bersama seperlima (rampasan perang) dikirim ke Madinah.
Sa’ad membagikan rampasan perang itu kepada anggota-anggota pasukannya, dan sudah selesai untuk 60.000 orang dari pasukan berkuda, setiap orang mendapat dua belas ribu. Untuk penduduk negeri diberi sesuai dengan perjuangan mereka.
Sa’ad juga mengatur pembagian rumah-rumah kepada anggota-anggota pasukannya. Yang berkeluarga banyak ditempatkan di gedung-gedung dan mereka tinggal di sana sampai tiba saatnya, ada di antara mereka yang harus meninggalkan tempat tersebut sesudah gerakan pembebasan itu makin meluas sampai ke desa-desa di Persia.
Kita bebas membayangkan sendiri betapa gembiranya para prajurit itu dengan rampasan perang tersebut, serta semangat mereka menghadapi pembebasan baru dengan rampasan perangnya yang baru pula.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment