Cuka Buah Kesukaan Rasulullah ﷺ

Cuka Buah Kesukaan Rasulullah ﷺ
Ilustrasi

نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

“Sebaik-baik lauk (pembangkit selera) adalah cuka.” (Riwayat Muslim)

 

CUKA buah telah menjadi bagian keseharian masyarakat Muslim sejak zaman Rasulullah ﷺ. Hal ini sala satunya ditandai dengan adanya Hadits pujian di atas.

Sayang, saat ini umat Islam seolah justru buta dengan cuka buah. Padahal benda yang satu ini umum dijadikan lauk sederhana oleh Rasulullah ﷺ dan para Sahabat.

Rasullullah ﷺ pernah mengatakan;

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُمَا أَنّ رَسُولَ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْإِدَامَ فَقَالُوا : مَا عِنْدَنَا إلا خَلّ فَدَعَا بِهِ وَجَعَلَ يَأْكُلُ وَيَقُولُ نِعْمَ الْإِدَامُ الْخَلّ نِعْمَ الْإِدَامُ الْخَلّ

“Dari Jabir bin Abdullah RA bahawa Rasulullah ﷺ bertanya tentang lauk pauk kepada keluarganya. Jawab mereka: “Kami tidak mempunyai apa-apa, kecuali cuka”. Lalu Rasulullah ﷺ meminta dihidangkan. Setelah dihidangkan, baginda memakannya seraya berkata: “Sebaik-baik lauk ialah cuka.” (HR Muslim)

Al-Khaththabi dan al-Qadhi ibn Iyadh menyatakan bahwa makna hadits tersebut, “Pakailah cuka dan sejenisnya sebagai idam (lauk) yang biayanya ringan dan tidak sulit didapat.” Sementara Ibnu Muflih menyatakan, boleh jadi hadits tersebut merupakan pujian terhadap cuka secara global.

Setelah mengetahui tentang keutamaan cuka, maka para Sahabat berlomba-lomba mengikuti kebiasaan tersebut. Jabir RA mengaku tidak henti-hentinya menyukai cuka sejak mendengarnya dari Rasulullah ﷺ. Thalhah ibn Nafi’ juga berkata, “Aku tidak henti-hentinya menyukai cuka semenjak aku mendengarnya dari Jabir.” (Riwayat Muslim).

Berbagai Manfaat

Sejak zaman kuno, cuka umumnya digunakan sebagai bagian dari metode pengawetan untuk sayuran, buah, dan daging. Sifat antiseptiknya juga digunakan untuk membersihkan dan mensterilkan luka, karena fungsinya mempercepat penyembuhan luka.

Cuka sari apel digunakan untuk efek ini selama Perang Saudara Amerika dan hingga akhir Perang Dunia I. Bersama minyak mawar dan air, cuka buah bisa digunakan untuk mengatasi sakit kepala. Dipakai berkumur-kumur untuk meredakan sakit gigi, baik kondisi panas maupun dingin.

Cuka juga dapat menyalakan api lambung (enzim pencernaan) dan membantu pencernaan. Wajar kiranya Nabi ﷺ menyatakan bahwa sebaik-baik idam adalah cuka buah, karena dapat membantu proses pencernaan dengan terangsangnya enzim pencernaan di lambung.

Bagi orang Arab, cuka buah biasa digunakan sebagai teman makan roti, dipadukan dengan minyak zaitun. Hal ini biasa dilakukan Umar bin Khaththab RA dan Utsman bin Affan RA untuk teman makan roti tipis dari tepung barley.

Di era kerajaan Abbasiyyah, cuka buah digunakan sebagai appetizer. Artinya disajikan sebelum makanan utama dihidangkan.

Proses Fermentasi yang Halal

Cuka atau vinegar (bahasa Inggris) adalah produk yang asalnya dibuat secara cuka juga dapat menyalakan api lambung (enzim pencernaan) dan membantu pencernaan dengan menggunakan bahan baku sari buah, pati, atau serat kayu. Cara lain kemudian didapat dengan sintetis.

Cuka hasil sintetis aplikasinya tidak seluas cuka yang berbahan baku sari buah yang dapat dijadikan sebagai obat maupun pelarut yang lebih ramah. Sementara asam asetat pekat hanya digunakan untuk pekerjaan kimia di laboratorium.

Semakin tinggi kadar asam asetat pada suatu cuka, maka sifatnya semakin iritan, atau melukai kulit dan mukosa. Oleh karenanya, apabila ingin menggunakan cuka buah sebagai toner, sebaiknya diencerkan lagi dengan air.

Dinyatakan dalam ath-Thibbun Nabawi bahwa khall (cuka) tersusun dari materi yang bersifat panas dan dingin, tetapi dinginnya lebih dominan, bersifat kering pada tingkatan ketiga. Bermanfaat untuk radang lambung, membahayakan empedu hitam, dan lendir. Cuka juga bermanfaat untuk namlah (sejenis sakit cacar), kudis, dan luka bakar.

Sifat panas dan dingin dalam cuka hasil fermentasi menjadi kajian dan diskusi sejak lama, terlebih ketika pertama kali asam asetat dalam cuka berhasil dipisahkan dan dimurnikan. Saat itu diketahui asam asetat yang dipisahkan dari cuka ternyata memiliki sifat panas, berasap, dan apabila terkena kulit berasa seperti terbakar.

Kemudian diketahui bahwa asam asetat pekat adalah senyawa asam yang mengiritasi dan memiliki sifat yang jauh berbeda dengan asam-asam asetat encer dengan kadar rendah seperti terkandung dalam cuka hasil fermentasi buah, pati beras, dan sebagainya. Sifat mendinginkan cuka buah misalnya ketika digunakan untuk kompres saat demam.

Perbedaan lain antara cuka buah dengan cuka sintetis yang sering digunakan oleh warung makan sop, soto, atau bakso adalah kandungan elemen tambahan yang tidak ditemui pada cuka hasil sintetis.

Dalam cuka buah dapat juga terkandung asam-asam lainnya, bakteri probiotik, vitamin, dan mineral sesuai dengan dari buah asalnya. Manfaat cuka buah, seperti apel, anggur, kurma, tebu atau dari beras, gandum selain untuk makanan dapat juga dibuat untuk minuman semisal sirup sakanjabin sebagaimana yang telah diulas pada edisi terdahulu.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah status kehalalan cuka hasil fermentasi. Cuka buah jenis apel cider vinegar biasanya berasal dari hasil samping industri pembuatan khamr atau bir, maka hal itu adalah haram sebagaimana ditegaskan dalam hadits.

Dari Anas ibn Malik bahwasanya Abu Thalhah pernah bertanya pada Nabi ﷺ mengenai anak yatim yang diwarisi khamr. Lantas beliau bersabda, “Musnahkan khamr tersebut.” Abu Thalhah bertanya: “Bolehkah aku mengolahnya menjadi cuka?” Nabi ﷺ ﷺ menjawab: “Tidak boleh.” (Riwayat Abu Dawud. Syaikh al-Albani mengatakan shahih).* /Joko Rinanto, Praktisi thibbun-nabawi, diambil dari Suara Hidayatullah

No comments: