Membangun Kota Kufah, Khalifah Umar Tegur Keras Sa'ad Bin Abi Waqqash
SA'AD bin Abi Waqqash mengutus Abdullah bin al-Mu'tam dari Mosul dan Qa'qa' bin Amr dari Jalula untuk meneliti tempat yang baik buat pemukiman orang-orang Arab seperti digambarkan oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Sementara itu, Amirulmukminin juga menanyakan orang-orang di sekitarnya di Madinah siapa yang tahu tentang seluk beluk tempat di Irak. Adakah yang mengetahui tempat yang cocok untuk pemukiman orang-orang Arab.
Pertama, daerah yang akan dipilih untuk pemukiman harus kering seperti di pedalaman, tetapi ada sumber air yang bagus. Kedua, jangan terhalang oleh lautan atau jembatan untuk pengiriman bala bantuan kepada pasukan yang tinggal di daerah itu jika sewaktu-waktu diperlukan.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Umar bin Khattab" memaparkan mereka sependapat bahwa kota Kufah yang di dekat Hirah itulah letak yang terbaik. Kufah kotanya hijau, segar dan sehat, seperti Hirah, terletak di sepanjang Furat, dan tidak jauh dari padang pasir.
Sa’ad berangkat dari Mada'in ke Kufah dan mencari tempat yang paling tinggi. Di tempat itu ia membangun sebuah masjid, dan halaman luas di sekitarnya kira-kira sejauh sasaran anak panah dari tengah masjid, dibiarkan untuk dijadikan pasar bagi orang yang berjual beli.
Sesudah masjid dibangun, kemudian dipasang sebuah tenda seluas dua ratus depa dengan tiang-tiang dari pualam yang diambil dari istana-istana Kisra, langit-langitnya menyerupai langit-langit gereja Romawi.
Di sekeliling pekarangan masjid digali parit supaya orang tidak berebut menyerbu bangunan itu.
Seorang ahli bangunan orang Persia membangun sebuah rumah model bangunan Kisra dari batu merah untuk Sa’ad yang sekaligus dijadikan baitulmal, berhadapan dengan mesjid dan diberi nama Istana Sa’ad.
Di sekitar halaman masjid dibangun pula tempat-tempat tinggal tentara, setiap kabilah memilih tempatnya sendiri kemudian dipasang kemah.
Sesudah keadaan mereka mantap Sa’ad menulis laporan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Isinya: "Saya sudah sampai di sebuah tempat di Kufah, terletak di antara daratan Hirah dengan Sungai Furat. Di, tempat ini rerumputan esparto dan tanaman untuk makan ternak tumbuh subur. Saya biarkan pasukan Muslimin memilih tempat ini atau Mada'in.
Mereka yang senang tinggal di Mada'in saya biarkan di sana sebagai tempat pengintaian."
Akhirnya permukiman di Kufah tentara itu pun jadi. Kekuatan mereka pun sudah pulih. Mereka meminta izin kepada Umar akan mendirikan tempat-tempat tinggal dari batang-batang buluh (bambu) yang lebih tahan dibandingkan kemah. Umar mengizinkan dengan suratnya yang mengatakan: "Barak tentara lebih penting bagi kalian. Saya tidak ingin menentang kalian."
Begitu surat Umar dibacakan kepada mereka, segera mereka mendirikan tempat-tempat tinggal dari batang-batang buluh. Tetapi kemudian terjadi kebakaran di tempat itu yang melalap semua tempat tinggal mereka.
Malam itu mereka sudah tak mempunyai tempat berteduh lagi. Adakah mereka akan mengulang lagi kembali ke kemah? Itu adalah tempat berteduh yang mutlak perlu untuk melindungi orang dari tempat terbuka. Tetapi mereka kini sudah biasa tinggal dalam rumah sehingga mereka tidak tahan lagi tinggal di kemah-kemah.
Mereka mengutus orang kepada Khalifah Umar untuk menyampaikan berita kebakaran dan sekaligus meminta izin akan mendirikan rumah-rumah dari batu bata. Umar pun mengizinkan dengan mengatakan: "Lakukanlah tetapi jangan ada yang melebihi tiga bilik, dan dalam membangun jangan saling berlomba. Berpeganglah pada kebiasaan, seperti yang sudah ditentukan oleh negara."
Sama seperti rumah-rumah yang dibangun di Kufah, sekarang mereka mendirikan demikian. Kedudukan kota ini menyaingi Hirah, sehingga ibu kota Banu Lakhm itu mirip sebuah desa yang berdiri di samping kota yang dalam beberapa tahun kemudian telah menjadi sebuah ibu kota penting dalam sejarah Islam.
Sa’ad sudah menetap di Kufah. Di gedung itu ditambah sebuah pintu ke pelampang, karena keributan orang di pasar mengganggu pembicaraan. Ada orang yang menuduh bahwa Sa’ad memerintahkan kepada ahli bangunannya: Redamlah suara itu dari tempatku.
Berita ini sampai juga kepada Umar, dan orang menamakan rumah itu Istana Sa’ad. Umar menugaskan Muhammad bin Maslamah ke Kufah dengan pesan: "Pergilah ke istana itu dan bakarlah pintunya, kemudian kembalikanlah seperti yang semula."
Sesampainya di Kufah Ibn Maslamah menyampaikan berita itu kepada Sa’ad. la meminta Ibn Maslamah datang, tetapi ia menolak masuk ke dalam gedung itu. Sa’ad datang menemuinya dan menawarkan bantuan nafkah kepadanya, tetapi ditolak dan hanya menyodorkan surat Umar yang isinya:
"Saya mendapat berita bahwa Anda telah membangun sebuah istana yang sekaligus dijadikan benteng dan diberi nama Istana Sa’ad, dan jarak antara Anda dengan rakyat dipasang pintu. Itu bukanlah istana Anda, tetapi itulah istana celaka. Pindahlah ke rumah yang di sebelah baitulmal dan tutuplah, dan janganlah ada pintu ke istana yang akan merintangi orang masuk dan menghilangkan hak-hak mereka, dan sesuaikan tempat pertemuanmu dengan jalan keluar dari rumah Anda."
Sesudah membaca isi surat itu Sa’ad bersumpah bahwa ia tak pernah melakukan seperti yang katakan itu. Ibn Maslamah dapat menerima kebenaran sumpahnya. Ia kembali pulang dan menyampaikan semua berita itu kepada Umar. "Mengapa tidak Anda terima dari Sa’ad?!" tanya Umar.
"Kalau Anda setuju tentu Anda tulis atau mengizinkan saya melakukan itu."
Dalam hal ini Umar menjawab: "Orang yang paling sempurna pendapatnya, kalau tak ada suatu pesan yang dibawanya ia akan mengambil keputusan sendiri atau memberikan pendapatnya tanpa harus mengelak."
Tetapi Amirulmukminin dapat memaafkan Sa’ad dan membenarkan tindakannya itu.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment