Sultan Saifuddin Quthuz, Penumbang Kehebatan Bangsa Mongol

Sultan Saifuddin Quthuz, Penumbang Kehebatan Bangsa Mongol
Ilustrasi Pasukan Islam vis Mongol

NAMA Saifuddin Quthuz sebagai panglima perang kaum Muslimin memang tak setenar Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, dan Amr bin Ash. Namun, kontribusinya dalam perjuangan Islam bisa disejajarkan dengan nama-nama besar tersebut. Quthuz berhasil mengembalikan beberapa kota yang sebelumnya dikuasai bangsa Mongol.

Dari berbagai referensi sejarah dijelaskan bahwa nama asli Quthuz adalah Mahmud bin Mamdud. Quthuz dilahirkan sebagai budak yang dijual di pasar Damaskus. Ia menghabiskan waktu mudanya untuk mempelajari ilmu agama dan kemiliteran. Sehingga kelak pemuda ini tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dan bermental baja. Sesekali ia menghadiri majelis ilmu al-Izz Ibnu Abdis Salam, ulama berpengaruh kala itu.

Tampil di Panggung Sejarah

Setelah beberapa tahun tinggal di Damaskus, Quthuz kemudian pindah ke Kairo, Mesir. Ia menjadi salah seorang dari sekian banyak hamba sahaya Sultan Izzuddin Aybak at-Turkmania, seorang tokoh bangsa Mamalik. Setelah Dinasti Ayyubiyah tumbang, maka tampillah Sultan Izzuddin mengisi kekosongan kekuasaan. Inilah awal kekuasaan Dinasti Mamalik.

Sultan Izzuddin wafat setelah sempat berkuasa selama 7 tahun (1250-1257 M). Kemudian, anaknya Nuruddin Ali bin al-Mu’iz naik ke tampuk kesultanan. Sementara, Saifuddin Quthuz menjabat sebagai wakilnya,

Namun, karena usia Nuruddin masih muda dia dinilai tidak layak untuk memegang kekuasaan dan mengemban tanggung jawab. Sehingga urusan-urusan kesultanan seluruhnya berada di tangan Quthuz yang ketika itu bintangnya mulai bersinar.

Disaat bersamaan tersiar kabar jika pasukan militer Mongol tengah gencar memperluas wilayah jajahan hingga ke Syam. Saat itu, Mongol memang menjadi salah satu bangsa yang sangat ditakuti, karena memiliki armada perang yang kuat. Berita ini membuat gelisah Mesir yang sangat khawatir terkena dampak peristiwa genting yang terjadi di Syam.

Kekhawatiran itu semakin mendekati kenyataan, tatkala pasukan militer Mongol dikabarkan sudah mulai menuju Mesir. Menyikapi kegentingan ini, Nuruddin kemudian mengundurkan diri tahun 1259 M dan digantikan oleh Quthuz. Para petinggi senior kesultanan merelakan jika Nuruddin diganti oleh Quthuz. Karena memang demi memerangi bangsa Mongol.

Quthuz berjanji kepada para petinggi senior, selepas sukses menghadang pasukan Mongol, ia bakal mengembalikan jabatan sultan kepada yang berhak.

Dapat Surat Ancaman

Berkejaran dengan waktu, Quthuz mulai menyusun kekuatan untuk menghadapi pasukan Mongol. Ditengah persiapan itu, datanglah utusan Hulagu Khan, pemimpin pasukan Mongol kepada Quthuz untuk menyampaikan surat yang bernada ancaman dan teror.

Quthuz tidak gentar sedikit pun. Ia lalu berkonsultasi dengan petinggi kesultanan lainnya untuk menanggapi surat itu. Para pejabatnya sepakat untuk membunuh para utusan Mongol. Keputusan ini ditempuh untuk menghilangkan keraguan sebagian rakyatnya yang enggan keluar berperang.

Selesai dari masalah surat Hulagu Khan, Quthuz dihadapkan dengan satu masalah lain yaitu sumber keuangan untuk mempersiapkan Mesir menghadapi peperangan melawan tentara Mongol. Setelah dihitung-hitung dibutuhkan biaya yang besar untuk memperbaiki benteng, jembatan, senjata dan peralatan perang serta logistik.

Quthuz kembali memanggil para petinggi kesultanan untuk melakukan musyawarah. Dengan kondisi Mesir yang saat itu tengah dilanda krisis ekonomi, tak ada pilihan lain bagi mereka selain meminta bantuan uang dari rakyat jelata. Untuk mensukseskan rencana itu, maka diperlukan satu fatwa ulama, karena umat tidak pernah kenal ada cukai atau pajak lain selain dari zakat.

Di antara yang dipanggil untuk diminta fatwanya adalah al-Izz bin Abdis Salam. Maka keluarlah fatwa al-Izz yang berbunyi, “Apabila sudah tidak tersisa lagi sesuatu di Baitul Maal, kalian pun sudah menginfakkan segala sesuatu yang kalian miliki berupa emas dan harta berharga, pakaian-pakaian kalian pun sudah setara dengan masyarakat awam, kecuali peralatan perang, dan pasukan tidak memiliki apa pun kecuali kuda yang mereka tunggangi, maka diizinkan untuk memungut sedikit harta orang-orang dalam rangka melawan musuh.”

Fatwa yang cukup tegas ini juga disambut dengan ketegasan oleh Quthuz. Beliau memerintahkan semua pembesar negara dan pimpinan perang agar menyerahkan semua yang mereka miliki kepada negara.

Perang Ain Jalut

Segala daya dan upaya dilakukan Quthuz untuk memenangkan pertempuran melawan tentara Mongol. Quthuz berhasil menaikkan semangat rakyat Mesir. Quthuz berhasil memadamkan perselisihan di antara pembesar Islam. Quthuz pun berhasil menyatukan antara Mesir dan Syam, dua wilayah Islam yang kuat. Pasukan Muslim berada di puncak persiapan perang dan siap menghadapi Mongol.

Pergerakan pasukan Islam bermula pada bulan Sya’ban 658 H atau bertepatan dengan Juli 1260 M. Meski bulan Juli adalah musim panas, tapi Quthuz tidak menangguhkan operasi tersebut.

Pasukan Muslim terus bergerak dari Gaza. Mereka singgah sebentar di Akka, dan menuju ke Ain Jalut. Ain Jalut terletak 60 km dari Yarmuk, medan peperangan Yarmuk, yang terjadi enam abad sebelumnya. Memori pasukan yang dipimpin Quthuz terkenang pada kemenangan pasukan Islam sebelumnya pada pertempuran Yarmuk. Mereka saling berhadapan di Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260/25 Ramadhan 658 H dengan kekuatan yang hampir sama yaitu ± 20.000 pasukan.

Pada pertempuran ini, pasukan Islam sukses memukul mundur tentara Mongol yang berada di bawah komando Kitabuqa. Keimanan yang kokoh disertai semangat yang menyala-nyala terbukti tidak sia-sia. Pasukan Islam berhasil memaksa tentara Mongol kalah.

Saat perang, Sultan Quthuz sempat jatuh dari kudanya. Tapi, dengan pertolongan Allah ia bisa bangkit lagi, dan tampil perkasa dangan tebasan pedangnya yang berhasil memutus leher pimpinan perang pasukan Mongol.

Kemenangan tersebut membuat pasukan Islam semakin terpompa semangatnya. Kemenangan itu juga mengembalikan kepercayaan diri kaum Muslimin yang sebelumnya sempat hilang melihat kehebatan bangsa Mongol. Akibat kemenangan itu, Mongol terpaksa angkat kaki dari Damaskus dan wilayah-wilayah lainnya.

Dibunuh

Ironi, Quthuz menjadi target pembunuhan yang dilakukan rekan seperjuangan saat perang Ain Jalut. Ia terbunuh dalam sebuah konspirasi yang diatur oleh Amir Baibars dibantu petinggi lainnya di kota al-Qushair, Mesir.

Para sejarawan menyebutkan beberapa sebab mengapa Amir Baibars dan rekan-rekannya tega melakukan tindakan sadis itu. Konon, Baibars minta kepada Sultan Quthuz agar memberikan mandat untuk menguasai Halab. Namun, Quthuz menolaknya.*/ diambil dari Majalah Suara Hidayatullah

No comments: